Posted by Unknown on Sabtu, April 18, 2015 in Islami | No comments
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah….. (QS. Muhammad: 19)
dakwatuna.com – Jumlah umat Islam kini sangat banyak.
Sebagian besar mereka terkategorikan sebagai Islam keturunan atau
kebetulan terlahir sebagai muslim dari orang tua. Kenyataan akan jumlah
yang banyak tidak berkorelasi dengan pemahamannya kepada Islam secara
benar, orisinil dan utuh. Hakikat memahami Islam dimulai dari memahami
inti sari ajarannya yaitu dua kalimat syahadah (syahadatain). Kalimat
tersebut terdiri dari Laa Ilaaha Illallah dan Muhammadun Rasulullah.
Memahami keduanya sangat penting dan mendasar. Karena jika kita tak
memahami hakikat kalimat syahadah, kita dapat terjerembab ke dalam
penyakit kebodohan dan kemusyrikan.
Syahadatain merupakan fondasi atau asas dari bangunan keislaman seorang
muslim. Jika fondasinya tidak kuat maka rumahnya pun tidak akan kuat
bertahan.
Ayat di atas, menjelaskan bahwa umat Islam tidak dibenarkan hanya
sekadar mengucapkan atau melafalkan dua kalimat syahadah, tetapi
seharusnya betul-betul memahaminya. Kata fa’lam berarti “maka
ketahuilah, ilmuilah….” Artinya Allah memerintahkan untuk mengilmui atau
memahami kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan sekadar mengucapkannya,
tetapi dengan yang pada gilirannya akan membentuk keyakinan (i’tiqad)
dalam hati.
Pentingnya Syahadatain
Kalimat syahadah sangat penting dipahami karena beberapa hal:
1. Pintu gerbang masuk ke dalam Islam (madkholu ilal Islam)
Qs 2:108
Islam ibarat rumah atau bangunan atau sistem hidup yang menyeluruh, dan
Allah memerintahkan setiap muslim untuk masuk secara kaaffah. Untuk
memasukinya akan melalui sebuah pintu gerbang, yaitu syahadatain. Hal
ini berlaku baik bagi kaum muslimin atau non muslim. Artinya, pemahaman
Islam yang benar dimulai dari pemahaman kalimat itu. Pemahaman yang
benar atas kedua kalimat ini mengantarkan manusia ke pemahaman akan
hakikat ketuhanan (rububiyah) yang benar juga. Mengimani bahwa Allah-lah
Robb semesta alam.
2. Intisari doktrin Islam (Khulashah ta’aliimil Islam)
Intisari ajaran Islam terdapat dalam dua kalimat syahadah. Asyhadu allaa
ilaaha illallah (Aku bersaksi: sesungguhnya tidak ada Ilaah selain
Allah) dan asyhadu anna muhammadan rasulullah (Aku bersaksi:
sesungguhnya Muhammad Rasul Allah). Pertama, kalimat syahadatain
merupakan pernyataan proklamasi kemerdekaan seorang hamba bahwa ibadah
itu hanya milik dan untuk Allah semata (Laa ma’buda illallah), baik
secara pribadi maupun kolektif (berjamaah). Kemerdekaan yang bermakna
membebaskan dari segala bentuk kemusyrikan, kekafiran dan api neraka.
Kita tidak mengabdi kepada bangsa, negara, wanita, harta, perut,
melainkan Allah-lah yang disembah (al-ma’bud). Para ulama menyimpulkan
kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas
prinsip kalimat laa ilaaha illallah itulah kita hidup, kita mati dan
akan dibangkitkan”. Rasulullah juga bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku
dan Nabi-nabi sebelumku adalah Laa ilaaha illallah” (Hadist). Maka
sering mengulang kalimat ini sebagai dzikir yang diresapi dengan
pemahaman yang benar ¾ bukan hanya melisankan ¾ adalah sebuah keutamaan
yang dapat meningkatkan keimanan. Keimanan yang kuat, membuat hamba
menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya, perintah Allah
akan selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat syahadatain
juga akan membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air yang
suci. Allah akan memberikan dua keuntungan bagi mereka yang beriman
dengan bersih, yaitu hidup aman atau tenteram dan mendapat petunjuk dari
Allah. Sebagaimana Dia berfirman dalam Al-Qur’an:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka
dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapatkan
keamanan dan mereka itulah orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (Al-An’am: 82).
Kedua, kita bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti kita
seharusnya meneladani Rasulullah dalam beribadah kepada Allah. Karena
beliau adalah orang yang paling mengerti cara (kaifiyat) beribadah
kepada-Nya. Sebagaimana disabdakan Nabi SAW:
“Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat…”.
Selanjutnya hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah di dalam Islam.
3. Dasar-dasar Perubahan (Asasul inqilaab)
Perubahan yang dimaksud adalah perubahan mendasar dalam kehidupan
manusia, yaitu perubahan dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya
(Islam); minazh zhuluumati ilan nuur. Perubahan yang dimaksud mencakup
aspek keyakinan, pemikiran, dan hidupnya secara keseluruhan, baik secara
individu maupun masyarakat. Secara individu, berubah dari ahli maksiat
menjadi ahli ibadah yang taqwa; dari bodoh menjadi pandai; dari kufur
menjadi beriman, dan seterusnya. Secara masyarakat, di bidang ibadah,
merubah penyembahan komunal berbagai berhala menjadi menyembah kepada
Allah saja. Dalam bidang ekonomi, merubah perekonomian riba menjadi
sistem Islam tanpa riba, dan begitu seterusnya di semua bidang.
Syahadatain mampu merubah manusia, sebagaimana ia telah merubah
masyarakat di masa Rasulullah dan para sahabat terdahulu. Diawali dengan
memahami syahadatain dengan benar dan mengajak manusia meninggalkan
kejahiliyahan dalam semua aspeknya kepada nilai-nilai Islam yang utuh.
4. Hakikat Dakwah para Rasul (Haqiqatud Da’watir Rasul)
Para nabi, sejak Adam a.s sampai Muhammad saw, berdakwah dengan misi
yang sama, mengajak manusia pada doktrin dan ajaran yang sama yaitu
untuk beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan Thogut. Itu merupakan
inti yang sama dengan kalimat syahadatain, bahwa tiada Ilaah selain
Allah semata. Seperti difirmankan Allah SWT:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thagut itu” (QS 16:36)
5. Keutamaan yang Besar (Fadhaailul ‘Azhim)
Kalimat syahadatain, jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,
menjanjikan keutamaan yang besar. Keutamaan itu dapat berupa moral
maupun material; kebahagiaan di dunia juga di akhirat; mendapatkan
jaminan surga serta dihindarkan dari panasnya neraka.
Makna “Asyhadu”
Kata “asyahdu” yang terdapat dalam syahadatain memiliki beberapa arti, antara lain:
1. Pernyataan atau Ikrar (al-I’laan atau al-Iqraar)
Seorang yang bersyahadah berarti dia berikrar atau menyatakan – bukan
hanya mengucapkan – kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak
Ada Ilaah Selain Allah.
2. Sumpah (al-Qassam)
Seseorang yang bersyahadah berarti juga bersumpah – suatu kesediaan yang
siap menerima akibat dan resiko apapun – bahwa tiada Ilaah selain Allah
saja dan Muhammad adalah utusan Allah.
3. Janji (al-Wa’du atau al-‘Ahdu)
Yaitu janji setia akan keesaan Allah sebagai Zat yang dipertuhan. Janji
tersebut kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah (QS ?).
Syahadah muslim yang dinyatakan dengan kesungguhan, yang merupakan janji
suci, sekaligus sumpah kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan. Iman
adalah keyakinan tanpa keraguan, penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan
terhadap semua keputusan Allah (QS 49:15).
Hakikat Iman
Keimanan itu bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:
1. Dikatakan dengan lisan (al-Qaul)
Syahadah diucapkan dengan lisan dengan penuh keyakinan. Semua perkataan
yang keluar dari lisan mukmin senantiasa baik dan mengandung hikmah.
2. Dibenarkan dengan hati (at-tashdiiq)
Hati adalah lahan menyemai benih-benih keimanan. Semua yang keluar dari
lisan digerakkan oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan dicerminkan
dalam perkataan dan perbuatan. Dalam hadits Bukhari digambar oleh Nabi
SAW bahwa:
“Ilmu (hidayah) yang Aku bawa ibarat air hujan, ada jenis tanah yang
subur menumbuhkan tanaman, ada tanah yang tidak menumbuhkan hanya
menampung air, ada jenis tanah yang gersang, tidak menumbuhkan juga
tidak menampung”.
Allah, dalam al-Qur’an, membagi hati manusia menjadi tiga, yaitu hati
orang mukmin (QS 26: 89), hati orang kafir (QS 2: 7) dan hati orang
munafik (QS 2: 10). Hati orang kafir yang tertutup dan hati munafik yang
berpenyakit takkan mampu membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil qalb).
Sedangkan hati orang mukmin itulah yang dimaksud Rasulullah SAW sebagai
tanah yang subur yang dapat menumbuhkan pohon keimanan yang baik. Akar
keyakinannya menjulang kuat ke tanah, serta buah nilai-nilai ihsannya
dapat bermanfaat untuk manusia yang lain.
3. Perbuatan (al-‘Amal)
Perbuatan (amal) digerakkan atau termotivasi dari hati yang ikhlas dan
pembenaran iman dalam hati. Seseorang yang hanya bisa mengucapkan dan
mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan diterima amalnya.
Sifat seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu
bicara dengan lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki
tiga tanda: bila berbicara ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila
diberi amanah ia berkhianat.
Perkataan, pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu kesatuan
yang utuh. Ketiganya akan melahirkan sifat istiqamah, tetap, teguh dan
konsisten. Sebagaimana dijelaskan dalam QS 41:30, sikap istiqamah
merupakan proses yang terus berjalan bersama keimanan. Mukmin mustaqim
akan mendapatkan karunia dari Allah berupa:
- Keberanian (asy-Syajaa’ah), yang lahir dari keyakinan kepada Allah. Berani menghadapi resiko tantangan hidup, siap berjuang meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan keberanian adalah sifat pengecut.
- Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan selalu membela hamba-Nya yang mustaqim secara lahir batin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
- Optimis (at-Tafaa’ul), lahir dari keyakinan terhadap perlindungan Allah dan ganjaran Allah yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan tenteram akan kemenangan hakiki, yaitu mendapatkan keridhaan Allah (mardhatillah).
Ketiga karunia Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi Allah dengan
anugerah kebahagiaan hidup (as-Sa’aadah), baik di dunia dan akhirat.
Inilah pemahaman terhadap konsep syahadah. Tidak mudah dalam
pelaksanaannya, karena kita berharap agar Allah memberikan kesabaran
dalam memahaminya.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2006/12/18/pentingnya-syahadatain/#ixzz233enlOcR
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini