Senin, 20 Februari 2017

Perbankan, Moneter, dan Keuangan Nasional dalam Era Global

1.      Latar Belakang

Globalisasi ekonomi merupakan berlangsungnya gerak arus barang, jasa dan uang di dunia secara dinamis, sesuai dengan prinsip ekonomi, dimana berbagai hambatan terhadap arus tersebut menjadi semakin berkurang. Hambatan berupa proteksionisme perdagangan, larangan investasi, dan regulasi devisa serta moneter yang mengekang arus jasa dan kapital internasional semakin lama menjadi semakin berkurang bila globalisasi berlangsung.
Perkembangan ekonomi dunia yang begitu pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan yang menambah semakin rumitnya strategi pembangunan yang mengandalkan ekspor. Di satu pihak hal itu merupakan tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain hal tersebut merupakan peluang baru yang dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional.
Tingginya arus peredaran uang dalam arus globalisasi dan perdagangan bebas menjadikan sektor perbankan sebagai sektor yang paling strategis dalam perdagangan karena fungsi bank sebagai perantara menunjukkan peranan yang penting dalam perdagangan dan pembangunan. Bank sangat terkait dengan penyediaan modal bagi usaha atau perdagangan, sehingga perekonomian dapat berputar serta agenda liberalisasi menuju target sasaran empuk yakni sektor perbankan.
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak hanya menjaga stabilitas moneter, namun juga sebagai stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.

2.      Review

Ø  Fungsi BI terhadap perbankan
Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
1.      Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi.  Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
2.      Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
3.      Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. BankIndonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang  bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
4.      Melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
5.      Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan  melalui fungsi bank sentral sebagailender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR,  Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.

Ø  Jenis – Jenis Bank di Indonesia dan Contohnya
A.    Jenis Bank Berdasarkan Fungsinya
1.      Bank Sentral
Menurut UU No.3 Tahun 2004, Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai hak untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara serta menjalan fungsi sebagai leader of the last resort. Bank sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia.
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
2.      Bank Umum
Pengertian bank umum menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/7/PBI/2007 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Jasa yang diberikan oleh bank umum bersifat umum, artinya dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Bank umum sering disebut bank komersial (commercial bank).


3.      Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
BPR adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum. Ada kegiatan-kegiatan yang tidak boleh dilakukan oleh BPR, yaitu: Menerima simpanan berupa giro, Mengikuti kliring, Melakukan kegiatan valuta asing, dan Melakukan kegiatan perasuransian.
Adapun bentuk kegiatan yang boleh dilakukan oleh BPR meliputi hal-hal berikut ini: Menghimpun dana dalam bentuk simpanan tabungan dan simpanan deposito, Memberikan pinjaman kepada masyarakat, dan Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah.

B.     Jenis Bank Berdasarkan Kepemilikannya
1.      Bank Milik Pemerintah
Bank pemerintah adalah bank di mana baik akta pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga seluruh keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri. Selain itu ada juga bank milik pemerintah daerah yang terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Contoh Bank DKI, Bank Jateng, dan sebagainya.
2.      Bank Milik Swasta Nasional
Bank swasta nasional adalah bank yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh swasta nasional serta akta pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya juga dipertunjukkan untuk swasta pula. Contohnya Bank Muamalat, Bank Danamon, Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Niaga, dan lain-lain.



3.      Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Kepemilikannya dimiliki oleh pihak luar negeri. Contohnya ABN AMRO bank, City Bank, dan lain-lain.
Persiapan bangsa Indonesia dalam menghadapi globalisasi bukan hanya siap dan tidak siap, atau mau atau tidak mau, tetapi harus membenahi diri dalam berbagai sector kehidupan sepeti :
a.       Keadaan Ekonomi: Laporan Bank Dunia 1999/2000 menunjukan bahwa keadaan perekonomian bangsa Indonesia masih sangat rendah. Pendapat perkapita juga masih dari memadai.
b.      Keadaan Stabilitas Politik dan Keamanan: Untuk menarik minat para investor asing menanamkan modalnya di Indonesia, diperlukan kondisi perekonomian yang aman dan stabil.
c.       Otonomi Daerah: Melanjutkan agenda reformasi terutama mengenai Otonomi Daerah.

3.      Daftar Pustaka


Pengangguran, Kemiskinan, dan Kesenjangan Pendapatan di Indonesia

I.            Latar Belakang

Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat kondisi ketenagakerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7-8 persen. Padahal, masalah pengangguran erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang terserap bisa mencapai 400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang tidak memperoleh pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran di Indonesia bertambah.
Masalah kependudukan yang berhubugan erat dengan pengangguran adalah kemiskinan, kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial ekonomi yang tidak hanya dialami oleh Negara-negara berkembang melainkan negara maju sepeti inggris dan Amerika Serikat. Negara inggris mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri di Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami depresi dan resesi ekonomi pada tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh tahun kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai Negara Adidaya dan terkaya di dunia.
Masyarakat miskin sering menderita kekurangan gizi, tingkat kesehatan yang buruk, tingkat buta huruf yang tinggi, lingkungan yang buruk dan ketiadaan akses infrastruktur maupun pelayanan publik yang memadai. Daerah kantong-kantong kemiskinan tersebut menyebar diseluruh wilayah Indonesia dari dusun-dusun di dataran tinggi, masyarakat tepian hutan, desa-desa kecil yang miskin, masyarakat nelayan ataupuin daerah-daerah kumuh di perkotaan.
Salah satu akar permasalahan kemiskinan di Indonesia yakni tingginya disparitas antar daerah akibat tidak meratanya dsistribusi pendapatan, sehingga kesenjangan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin di Indonesia semakin melebar. Misalnya saja tingkat kemiskinan anatara Nusa Tenggara Timur dan DKI Jakarta atau Bali, disparitas pendapatan daerah sangat besar dan tidak berubah urutan tingkat kemiskinannya dari tahun 1999-2002. Namun tidak hanya itu, berikut adalah beberapa penyebab lain terjadinya kemiskinan di Indonesia.

II.            Review
1)      Penyebab terjadinya kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan pendapatan
A.    Sebab terjadinya kemiskinan
Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
1.      Laju Pertumbuhan Penduduk.
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkat di setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
2.      Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran.
Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atausemua penduduk kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup merata.
Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sedangkan ada sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih.
3.      Tingkat pendidikan yang rendah.
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara. Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis.
4.      Kurangnya perhatian dari pemerintah.
Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.
B.     Sebab terjadinya pengangguran
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran adalah sebagai berikut:
a.       Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
b.      Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
c.       Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang.
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
d.      Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja, sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.
C.     Sebab terjadinya kesenjangan pendapatan
Adapun indikator-indikator kesenjangan Pendapatan, antara lain sebagi berikut:
a)      UMR yang ditentukan pemerintah antara pegawai swasta dan pegawai Pemerintah yang sangat berbeda.
b)      PNS (golongan atas) lebih sejahtera dibandingkan petani
c)      Pertanian kalah jauh dalam meyuplai Produk Domestik Bruto (PDB) yang hanya sekitar 9,3% di tahun 2011, padahal Indonesia merupakan Negara agraris.
2)      Dampak yang terjadi akibat adanya kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan pendapatan
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus. Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan.
Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1.   Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
2.   Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
3.   Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menye-babkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks.
1.   Pengangguran. Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup “fantastis” mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini.
Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat
2.  Kekerasan. Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
3.  Pendidikan. Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.
4. Kesehatan. Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
5. Konflik sosial bernuansa SARA. Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan “keamanan” dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.
Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan. Dan antara penggaruran, kemiskinan dan kesenjangan pendapatan saling berhubungan dan mempunyai dampak yang cukup besar bagi negara.
Secara teoritis perubahan pola distribusi pendapatan di perdesaan di sebabkan oleh faktor-faktor berikut:
a.       Akibat arus penduduk/L dari perdesaan ke perkotaaan yang selama Orde Baru berlansung sangat pesat.
b.      Struktur pasar dan besarnya distoris yang berbeda di perdesaan dengan perkotaan.
c.       Dampak positif dari proses pembanguan ekonomi nasional diantaranya:
o   Semakin banyaknya kegiatan-kegiatan ekonomi di perdesaan di luar sektor pertanian seperti industri manufaktur.
o   Tingkat produktivitas dan pendapatan (dalam nilai riil) L di sektor pertanian meningkat.
o   Potensi SDA ( sumber daya alam) yang ada di perdesaan semakin baik karena di manfaatkan oleh penduduk desa (pemakain semakin optimal)
Tingkat kesenjangan distribusi pendapatan diIndonesia dapat juga di ukur dengan metode Bank Dunia, yakni membagi jumlah populasi ke dalam tiga kelompok yakni:
·         40% berpedapatan rendah
·         40%  berpendapatan menengah
·         20 %  berpendapatan tinggi
Ø  Dampak Pengangguran Terhadap Pembangunan Ekonomi
Pengangguran menjadi masalah klasik dalam ketenagakerjaan. Selain berdampak pada kehidupan masyarakat, pengangguran juga berdampak pada terhambatnya pembangunan ekonomi sebuah Negara. Adapun dampak pengangguran terhadap pembangunan ekonomi antara lain:
a.       Ekonomi : Turunnya pendapatan nasional dan pendapatan per kapita dan berkurangnya penerimaan Negara akibat rendahnya pajak penghasilan.
b.      Sosial : Memberikan beban psikologis bagi pengangguran dan meningkatnya angka kriminalitas. Selain itu, meningkatnya biasa social untuk membantu rakyat, seperti: untuk rakyat miskin dan jaminan kesehatan.
c.       Pendidikan: Meningkatnya angka putus sekolah.

3)      Kebijakan-kebijakan untuk mengatasi kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan pendapatan
Pengangguran merupakan masalah utama dalam ketenagakerjaan di berbagai Negara di dunia. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dari pemerintah untuk menanggulangi masalah ini, diantara sebagai berikut:
a.       Wajib belajar 12 tahun
b.      Program padat karya
c.       Pelatihan tenaga kerja dan kewirausahaan
d.      Program transmigrasi
e.       Program Kredit Usaha Rakyat (KUR)
f.       Perbaikan System Informasi Kerja dari Kemenakertrans dan Pihak Swasta
g.      Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)
Untuk mengatasi adanya ketimpangan pendapatan, diperlukan upaya-upaya seperti halnya dalam mengatasi kemiskinan, yaitu antara lain:
-          Subsidi modal terhadap kelompok miskin,
-          Peningkatan pendidikan (keterampilan) tenaga kerja,
-          Menciptakan strategi pembangunan, yaitu modernisasi pertanian dengan me-libatkan sektor industrisebagai unit pengolahnya,
-          Menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan membuat suatu jaringan pengaman sosialuntuk penduduk miskin yang sama sekali tidak mampu untuk mendapatkan keuntungan-keuntungandari pertumbuhan ekonomi dan perkembangan SDM akibat ketidakmampuan fisik dan mental, bencana alam, konflik sosial, dan terisolasi secara fisik
Berikut ini adalah pilihan kebijakan yang dapat dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mengurangi jumlah kemiskinan:
1.                  Peningkatan Sumber Daya Manusia.
2.                  Membuat dan memperluas lapangan kerja.
3.                  Melakukan Optimalisasi dalam Sumber Daya Manusia.
4.                  Memberikan Bantuan Rumah tinggal.

III.            Daftar Pustaka

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN MELALUI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DAN UTANG LUAR NEGERI (ULN)


PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN MELALUI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DAN UTANG LUAR NEGERI (ULN)
1.      LATAR BELAKANG
Sejak kemerdekaan hingga saat ini, Indonesia telah mengalami beberapa fase. Salah satunya adalah jaman pemerintahan orde baru hingga Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya. Pada pemerintahan ini, dapat dikatakan bahwa ekonomi Indonesia berkembang pesat. Dengan kembali membaiknya hubungan politik dengan negara-negara barat dan adanya kesungguhan pemerintah untuk melakukan rekonstruksi dan pembangunan ekonomi, maka arus modal asing mulai masuk kembali ke Indonesia. PMA (Penanaman Modal Asing) dan bantuan luar negeri setiap tahun terus meningkat. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, terutama ekspor yang sempat mengalami kemunduran pada masa orde lama.Indonesia juga sempat masuk dalam kelompok Asian Tiger, yakni Negara-negara yang tingkat prekonomiannya sangat tinggi.
Pembangunan ekonomi merupakan sebuah keharusan bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk mensejajarkan diri dengan negara-negara maju dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Upaya pembangunan ekonomi di negara-negara  tersebut, yang umumnya digagas oleh pemerintah, tampaknya sedikit terkendala akibat kurang tersedianya sumber-sumber daya ekonomi  produktif, terutama sumberdaya modal.. Untuk memenuhi kecukupan  sumber daya modal ini, maka pemerintah negara yang bersangkutan berupaya  untuk mendatangkan sumber daya modal dari luar negeri melalui berbagai jenis pinjaman ataupun investasi.
Utang Luar Negeri dalam jangka pendek sangat membantu pemerintah Indonesia dalam upaya menutup defisit anggaran pendapatan dan belanja negara, akibat pembiayaan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan yang cukup besar. Sedangkan Penanaman Modal Asing diharapkan mampu meningkatkan produktivitas dalam negeri melalui  pengadaan alat-alat atau fasilitas produksi seperti pembukaan pabrik-pabrik.



2.      REVIEW
A.    Penanaman Modal Asing (PMA)
Penanaman Modal Asing dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1967 ditegaskan bahwa Pengertian penanaman modal asing di dalam Undang-undang ini hanyalah meliputi penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung risiko dari penanaman modal tersebut.
Ø  Sifat-sifat Modal Asing Secara Umum
a.       Portofolio Investment, yaitu arus modal internasional dalam bentuk investasi aset-aset finansial, seperti saham (stock), obligasi (bond), dan commercial papers. Arus portofolio inilah yang saat ini paling banyak dan cepat mengalir ke seluruh penjuru dunia melalui pasar uang dan pasar modal di pusat-pusat keuangan internasional, seperti New York, London, Paris, Frankfurt, Tokyo, Hongkong, Singapura.
b.      Direct Investment, yaitu investasi riil dalam bentuk pendirian perusahaan, pembangunan pabrik, pembelian barang modal, tanah, bahan baku, dan persediaan di mana investor terlibat langsung dalam manajemen perusahaan dan mengontrol penanaman modal tersebut. Direct investment ini biasanya dimulai dengan pendirian subsidiary atau pembelian saham mayoritas dari suatu perusahaan. Dalam konteks internasional, bentuk investasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan multinasional (MNC) dengan operasi di bidang manufaktur, industri pengolahan, ekstraksi sumber alam, industri jasa, dan sebagainya.


Ø  Perusahaan Penanaman Modal Asing mendapatkan fasilitas dalam bentuk :
a.       Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
b.      Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
c.       Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
d.      Pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
e.       Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
f.       Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
Ø  Kriteria Perusahaan Penanaman Modal Asing yang mendapatkan fasilitas antara lain :
a.       Menyerap banyak tenaga kerja
b.      Termasuk skala prioritas tinggi
c.       Termasuk pembangunan infrastruktur
d.      Melakukan alih teknologi
e.       Melakukan industri pionir
f.       Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu
g.      Menjaga kelestarian lingkungan hidup
h.      Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi
i.        Bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi
j.        Industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi didalam negeri.

Ø  Faktor yang dapat mempengaruhi investasi yang dijadikan bahan pertimbangan investor dalam menanamkan modalnya, antara lain :
a.       Faktor Sumber Daya Alam, seperti tersedianya hasil hutan, bahan tambang, gas dan minyak bumi maupun iklim dan letak geografis serta kebudayaan.
b.      Faktor Sumber Daya Manusia, dalam hal ini berkaitan dengan tenaga kerja siap pakai.
c.       Faktor stabilitas politik dan perekonomian, guna menjamin kepastian dalam berusaha.
d.      Faktor kebijakan pemerintah, kebijakan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang diambil oleh Pemerintah dalam rangka menggairahkan iklim investasi.
e.       Faktor kemudahan dalam peizinan, dalam rangka meningkatkan investasi di daerah, maka faktor perizinan perlu diperhatikan.
Ø  Faktor-faktor yang mempengaruhi Aliran Modal Asing
a.       Adanya iklim penanaman modal dinegara-negara penerima modal itu sendiri yang mendukung keamanan berusaha (risk country), yang ditunjukkan oleh stabilitas politik serta tingkat perkembangan ekonomi dinegara penerima modal.
b.      Prospek perkembangan usaha di negara penerima modal.
c.       Tersedianya prasarana dan sarana yang diperlukan.
d.      Tersedianya bahan baku, tenaga kerja yang relatif murah serta potensi pasar dalam negara penerima modal.
e.       Aliran modal pada umumnya cenderung mengalir kepada negara-negara yang tingkat pendapatan nasionalnya per  kapita relatif tinggi
Ø  Dampak Positif dan Negatif Penanaman Modal Asing (PMA)
v  Dampak positif
a.       Sebagai sumber pembiayaan jangka panjang dan pembentukan modal.
b.      Dalam foreign direct investment melekat transfer teknologi dan know-how di bidang manajemen dan pemasaran.
c.       foreign direct investment tidak akan memberatkan balance of payment karena tidak ada kewajiban pembayaran utang dan bunga, sedangkan transfer keuntungan didasarkan kepada keberhasilan foreign direct investment yang dilakukan oleh perusahaan asing tersebut.
d.      Meningkatkan pembangunan regional dan sektoral.
e.       Meningkatkan persaingan dalam negeri yang sehat dan kewirausahaan.
f.       Meningkatkan lapangan kerja.
v  Dampak negatif
a.       Munculnya dominasi industrial.
b.      Ketergantungan teknologi.
c.       Dapat terjadi perubahan budaya.
d.      Dapat menimbulkan gangguan pada perencanaan ekonomi.
e.       Dapat terjadi intervensi oleh home government dari MNC.
Di samping itu, secara sektoral mungkin aliran modal internasional ini akan ditentang oleh kelompok pemilik faktor produksi tertentu karena terjadinya redistribusi income dari pemilik faktor produksi lainnya (tenaga kerja, tanah/bangunan) ke pemilik modal. Sehingga, Pemerintah harus melakukan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi, sosial, budaya maupun politik bangsanya. Kegiatan-kegiatan ini perlu ditunjang oleh pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang pada gilirannya pengeluaran pemerintah ini harus dibiayai oleh penerimaan pemerintah.
B.     Utang Luar Negeri (ULN)
Hutang luar negeri pemerintah Indonesia merupakan pinjaman dari pihak-pihak asing seperti negara sahabat, lembaga internasional (IMF, World Bank, ADB), pihak lain yang bukan penduduk Indonesia. Bentuk hutang yang diterima dapat berupa dana, barang atau jasa. Berbentuk barang bila pemerintah membeli barang modal ataupun peralatan perang yang dibayar secra kredit. Berbentuk jasa sebagian besar berupa kehadiran tenaga ahli dari pihak kreditur untuk memberikan jasa konsultasi pada bidang-bidang tertentu yang lebih dikenal dengan Technical Assistance.
Ø  Bentuk-bentuk Pinjaman Luar Negeri
Bentuk pinjaman luar negeri dapat dilihat dari dua aspek, antara lain :
1)      Sumber Dana
Bila dilihat dari sumber dananya, pinjaman luar negeri dapat dibedakan menjadi:
a.       Pinjaman Multilateral
Yaitu pinjaman yang berasal dari badan-badan internasional, misalnya World Bank, Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB).
b.      Pinjaman Bilateral
Yaitu pinjaman yang berasal dari negara-negara baik yang tergabung dalam CGI maupun antar negara secara langsung (intergovernment).
c.       Pinjaman Sindikasi
Yaitu pinjaman yang diperoleh dari beberapa bank dan lembaga keuangan bukan bank (LKBB) internasional. Pemberian pinjaman tersebut dikoordinir oleh satu bank/LKBB yang bertindak sebagaisindication leader. Pinjaman ini biasanya dalam jumlah besar dan bersifat komersial (commercial loan), misalnya dengan tingkat suku bunga yang mengambang (floating rate). Syarat-syarat pinjaman yang dituangkan dalam loan agreement merupakan konsensus dan kesepakatan diantara para pemberi pinjaman.
2)      Segi Pertimbangan
Beberapa pertimbangan bagi Pemerintah dalam menerima pinjaman komersial adalah:
a)      Mendukung penganekaregaman (diversifikasi) pinjaman atau memperluas sumber pinjaman yaitu memperoleh pinjaman dari perbankan dan lembaga keuangan bukan bank.
b)      Jumlah pinjaman relatif lebih besar dan tatacara penarikannya lebih mudah.
c)      Penggunaan dana tidak terikat pada satu proyek tertentu namun lebih flesibel, baik untuk diinvestasikan kembali, untuk membiayai proyek atau untuk memperkuat cadangan devisa.
Ø  Sumber Pinjaman Luar Negeri
Sumber pinjaman luar negeri dalam pembangunan Indonesia terdiri dari :
a.       World Bank
b.      Asian Development Bank (ADB)
c.       Consultative Group on Indonesia ( CGI )
d.      Pinjaman di Luar IGGI/CGI
e.       Pinjaman/hibah lainnya

Ø  Prinsip Dasar Penerimaan Pinjaman Luar Negeri
Beberapa prinsip dasar dalam penerimaan pinjaman luar negeri adalah :
a)      Pinjaman yang diterima harus berjangka panjang dengan syarat-syarat yang ringan, yaitu syarat yang masih dapat dipenuhi secara normal dan wajar.
b)      Pinjaman yang diterima tidak disertai dengan suatu ikatan politik apapun dan dilandasi azas yang saling menguntungkan secara wajar.
c)      Jumlah dan syarat pinjaman disesuaikan dengan batas kemampuan untuk membayar kembali dan tidak menimbulkan beban yang terlalu memberatkan terhadap neraca pembayaran.
d)     Penggunaan dan penarikan dana pinjaman tidak terlalu ketat dan lebih disukai jenis pinjaman yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan
e)      Sumber dana pinjaman harus jelas dan pihak kreditor dikenal mempunyai reputasi yang baik.
f)       Perlu adanya penganekaragaman (diversifikasi) sumber dan bentuk pinjaman
g)      Penggunaan pinjaman tidak dibatasi untuk impor barang/jasa dari negara pemberi pinjaman saja, tetapi hendaknya bebas digunakan untuk kepentingan impor dari Negara lain.



Ø  Penyebab Besarnya Utang Luar Negeri
a.       Defisit Transaksi Berjalan (TB)
TB merupakan perbandingan antara jumlah pembayaran yang diterima dari luar negeri dan jumlah pembayaran ke luar negeri.
b.      Meningkatnya kebutuhan investasi
Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.
c.       Meningkatnya Inflasi
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor .
d.      Struktur perekonomian tidak efisien dengan alat ukur ICOR
Incremental capital output ratio (ICOR) adalah rasio antara investasi di tahun yang lalu dengan pertumbuhan output (PDRB). ICOR mencapai 4,9 (1984 – 2011) yang seharusnya antara 3 – 3.5. Jadi ada pemborosan sekitar 30%, karena tidak efisien dalam penggunaan modal, maka memerlukan invetasi besar. Hal ini mendorong utang luar negeri.
Ø  Kebaikan dan Keburukan Utang Luar Negeri
1.      Kebaikan Utang Luar Negeri
a.       Pembiayaan pembangunan (pengeluaran pemerintah) melalui utang luar lebih baik daripada melalui penarikan pajak atau pencetakan uang.
b.      Negara-negara kreditur sering  mempergunakan hasil pembayaran bunga dan utang itu untuk membeli (impor) barang-barang dan jasa-jasa dari negara debitur, sehingga ekspor negara debitur meningkat.
c.       Meskipun beban utang langsung itu tetap besarnya, beban riil langsung akan berbeda-beda sesuai dengan proporsi sumbangan angggota masyarakat terhadap pembayaran utang luar negeri tersebut.
d.      Dengan berakhirnya program IMF pemerintah Indonesia telah menyusun program stabilisasi makro ekonomi secara komprehensif yang dituangkan dalam white paper sebagai salah satu bentuk penerapan unsur transparansi atas komitmen dan akuntabilitas dalam melaksanakan program pembangunan pasca IMF.

2.      Keburukan Utang Luar Negeri
a.       Apabila utang luar negeri harus ditempuh dengan menekan konsumsi dan investasi, maka permintaan agregat/masyarakat akan menurun selanjutnya akan menghambat dan mengurangi tingkat pendapatan nasional.
b.      Pemerintah akan terkena beban langsung dari utang luar negeri. Selama jangka waktu tertentu, beban utang langsung dapat diukur dengan jumlah pembayaran bunga dan cicilan utang terhadap kreditur.
c.       Adanya beban riil langsung yang di derita pemerintah berupa kerugian dalam bentuk kesejahteraan ekonomi (guna/utility) yang hilang karena adanya pembiayaan cicilan utang dan bunga.
d.      Dari aspek utang luar negeri, keluarnya pemerintah Indonesia dari program IMF membawa konsekuensi berupa tertutupnya peluang pemerintah terhadap akses penjadwalan kembali utang luar negeri bilateral yang jatuh tempo melaui forum Paris Club.

3.      DAFTAR PUSTAKA