Kamis, 21 Mei 2015

Resensi BUKU

Posted by Unknown on Kamis, Mei 21, 2015 in | No comments


RESENSI BUKU :



MEMBERDAYAKAN OTAK KANAN ANAK

Judul Buku : RIGHT BRAIN FOR KIDS
Mengembangkan Kemampuan Otak Kanan Anak-Anak
Penulis : AM Rukky Santoso
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, Oktober 2001
Tebal : (xx + 173 ) Halaman
Ukuran : 13,5 x 20 cm

Right Brain for Kids Mengembangkan Kemampuan Otak Kanan Anak-Anak,

merupakan buku ketiga yang ditulis oleh AM Rukky Santoso. Buku ini berisikan ajakan

kepada orang tua dan pendidik untuk mengadakan revolusi kecil dalam mendidik anak

dengan tidak selalu memasung pikiran anak-anak hanya dengan hal-hal yang rasional,

logis, matematis - yang merupakan ciri berpikir secara kognitif. Anak-anak perlu

dikenalkan dengan paradigma yang lain selain berpikir kognitif, yaitu berpikir afektif

agar tercipta keseimbangan dalam berpikir. Tidak hanya memberdayakan otak kiri yang

rasional-kognitif akan tetapi juga memberdayakan otak kanan yang non verbal-afektif

agar tercipta keseimbangan untuk mencapai kehidupan yang lebih berkualitas.

Penelitian tentang otak dan fungsinya telah lama dilakukan oleh para peneliti.

Secara fisiologis otak manusia terbagi menjadi 2 belahan yang disebut hemisphere

kanan dan hemisphere kiri yang dipisahkan oleh fisura dan dihubungkan oleh corpus

callosum.

Kedua bagian otak tersebut, bagian kiri dan kanan ternyata mempunyai fungsi

yang berbeda. Hasil penelitian Roger Spery dan Gazzaniga pada tahun enam puluhan

menunjukkan bahwa otak kanan mengendalikan bagian tubuh sebelah kiri dan

sebaliknya otak kiri mengendalikan bagian tubuh sebelah kanan.




1









Hasil penelitian lain yang dilakukan pada pasien dengan gangguan corpus

callosum menunjukkan bahwa otak bagian kiri erat kaitannya dengan fungsi-fungsi

khusus seperti bahasa, konseptualisasi, analisis, klasifikasi. Otak bagian kanan

diasosiasikan dengan integrasi informasi termasuk di dalamnya musik dan seni, proses

keruangan, mengenal bentuk dan rupa, mengenal jalan. Hasil penelitian ini mendukung

adanya pembagian fungsi otak berdasarkan lokasinya, yaitu belahan otak kiri

mengontrol bagian tubuh sebelah kanan demikian juga sebaliknya belahan otak kanan

mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan diasosiasikan dengan fungsi-fungsi tertentu.

Namun begitu ada juga penelitian yang menunjukan adanya elastisitas dalam

perkembangan otak manusia. Fungsi dari masing-masing belahan otak tidaklah

terpisahkan secara jelas akan tetapi lebih hanya pada pembagian menurut lokal dan

hemispherenya (Solso, 1998. hal.63)



*


*


*



Terlepas dari apakah tulisan AM Rukky Santosa ini terinspirasi oleh berbagai

tulisan mengenai emotional intelligent yang mencuat belakangan ini ataupun tidak,

yang jelas pemberdayaan belahan otak kanan perlu mendapat perhatian. Santoso

mensinyalir bahwa sementara ini hanya bagian otak kiri kita saja yang aktif, sebagai

indikatornya paradigma berpikir kita cenderung didominasi karakter-karakter yang

rasional, logis, dan matematis, kurang mengembangkan paradigma yang lebih afektif -

yang diasosiasikan sebagai karakter belahan otak kanan. Hal ini telah berlangsung lama

dalam kehidupan kita. Sistem pendidikan formal maupun informal yang diterapkan

sekarang ini juga cenderung berkiblat pada teori-teori kognisi tanpa dibarengi afektif

yang seimbang. Sebagai buahnya banyak dijumpai manusia-manusia yang berkarakter





2









menunggu dawuh. Menunggu dawuh merupakan gambaran khas manusia yang

berkarakter kognitif : mekanis, sistematis, dan tidak kreatif ( hal. 2).

Hal ini tidak berarti bahwa karakter kognitif merupakan sesuatu yang pasti

jelek, tetapi juga merupakan karakter yang penting. Karakter kognitif seperti rasional,

logis, matematis dan analitis juga dibutuhkan untuk menuju kehidupan yang

berkualitas. Karakter kognitif akan sangat berguna bila didampingi kemampuan

karakter afektif yang ada di bagian otak kanan. Dengan aktifnya kedua kelompok

karakter tersebut dalam kapasitas yang penuh dan seimbang maka akan tercapai

kehidupan yang baik dan berkualitas.

Buku ini mengajak para pembaca untuk berani berontak dari nilai-nilai yang

selama ini hanya kita amini dan ditularkan dari generasi ke generasi tanpa dipikir lagi.

Hal ini berarti kita diajak mengubah banyak hal yang telah menjadi kebiasaan turun

temurun, bahkan untuk tidak takut bila terpaksa bertentangan dengan norma-norma

yang telah dipercayai kebenarannya. Menerima dengan tangan kiri misalnya, mengapa

tidak boleh ? (hal. 9).

Menurut Santoso otak diibaratkan dengan aki (accu) yang memiliki banyak

sekat. Supaya otak berfungsi dengan optimal, kita perlu mengisikan “air aki”, yakni

berupa kesempatan untuk menggunakan karakter-karakter secara seimbang. Kalau kita

tidak pernah memberi kesempatan pada kelompok karakter tertentu maka akan terjadi

suatu kepincangan dan ketidakseimbangan dalam “tangki” tersebut. Ada sekat yang

terisi sedikit, atau bahkan ada yang kosong sama sekali. Hal ini mengakibatkan otak

tidak mampu bereaksi secara optimal dalam menghadapi pergulatan hidup ( hal 12 ).

Santoso mengajak untuk melatih anak-anak agar memiliki pola berpikir yang

seimbang dengan mendayagunakan otak kanan anak sejak dini disesuaikan dengan


3









evolusi berpikir anak agar tercipta harmonisasi antara perkembangan fisik dan

perkembangan otak. Dengan mengacu pada teori Piaget yang membagi tahapan

perkembangan manusia setelah lahir menjadi 4 yaitu : (1) The sensori- motor stage saat

bayi berumur 0-2 tahun. (2) The pre-opertional stage pada saat anak berumur 2-7

tahun, (3) The concrete-operational stage saat anak berusia 7-11 tahun, (4) The formal

operational stage saat anak berusia 11 tahun sampai beranjak dewasa ( hal 16 ). Ketika

melewati tahapan-tahapan tersebut seorang anak belajar menyesuaikan diri dengan

berbagai hambatan. Pada saat inilah dimulai pengaktifan karakter otak, baik yang

bersifat kognitif maupun afektif. Jadi empat tahapan yang dilalui seorang bayi menuju

masa dewasanya merupakan tahapan untuk mengisi kecerdasan pada seluruh karakter

yang ada. Di sini peran lingkungan sangat penting dalam mengaktifkan kedua belahan

otak. Oleh karenanya Santoso berpendapat mengajarkan ketrampilan berpikir secara

seimbang sedini mungkin merupakan langkah bijak para orang tua. Jangan tanya kapan

memulainya, jawabannya sekarang atau tidak sama sekali.

Bagaimana cara mengaktifkan karakter otak bagian kanan?. Konsep yang

ditawarkan Santoso untuk mengembangkan kemampuan berpikir seimbang untuk anak-

anak dalam buku ini adalah konsep yang dia sebut right brain. Konsep ini

menggunakan latihan fisik secara khusus untuk anak-anak yang bertujuan melatih dan

mengembangkan anak secara holistik. Anak-anak diajak berkelana ke dunia yang penuh

dengan imajinasi dan mengenal perjalanan pertama ke dalam tubuhnya sendiri (hal.98).

Kegiatan utama dalam konsep ini adalah latihan relaksasi. Relaksasi ini

menyertai hampir seluruh kegiatan yang dijabarkan dalam buku yang terdiri dari 17 bab

ini mulai dari bab III sampai dengan bab XV. Dijelaskan disini bahwa relaksasi

bukanlah sesuatu yang berkonotasi hura-hura, bersenang-senang, tapi sesuatu yang


4









serius. Relaksasi merupakan latihan fisik dengan cara mengatur nafas dan gerak fisik

tertentu yang mampu meniadakan sesuatu apapun yang ditahan, dipusatkan atau

dikonsentrasi. Seluruhnya jeda, lepas dan rileks (hal. 26). Tujuannya adalah memberi

kesempatan pada tubuh untuk beristirahat dengan cara terbaik dan memberinya

kesempatan untuk memperbaiki dirinya sendiri. Relaksasi yang sempurna akan dapat

mencapai gelombang otak yang rendah dan tenang yang mampu menidurkan kesadaran

rasional dan akan digantikan perannya untuk berjaga oleh kesadaran emosional bahkan

kesadaran supra.

Selanjutnya latihan untuk mengembangkan otak kanan anak ini dilengkapi

dengan beberapa latihan yang lain seperti latihan jatuh ke belakang, posture energizing,

vibra voice therapy, self talk coaching, comic strip therapy, medichild, membangun

kesadaran dan kreativitas. Masing-masing latihan disertai penjelasan, beberapa contoh

dan gambar.

Pada bab XVI buku ini membahas tentang latihan meditasi bagi anak-anak.

Dan penutup buku ini pada bab XVII yang berisi ajakan penulis buku ini pada orang tua

dan pendidik untuk menuntun anak-anaknya ke arah kehidupan yang berkualitas.

Mulailah memandang kehidupan anak-anak kita dengan paradigma otak kanan, dengan

kecerdasan spiritual dan tidak berdasarkan logika atau rasionalitas belaka ( hal. 173 ).



*


*


*



Penulis buku ini cukup bijaksana dan bermurah hati dengan menyediakan diri

sebagai konsultan dan pembimbing Right Brain Training bagi yang berminat. Upaya

yang dilakukan oleh penulis buku ini untuk mengembangkan pengetahuan dan

pengalaman dalam mengembangkan kemampuan anak sejak dini patut kita dukung.

Apalagi dengan menuangkan dalam bentuk tulisan sehingga bisa dijangkau khalayak


5









banyak dan disertai contoh-contoh akan sangat membantu pada para pembaca. Melihat

banyak manfaat yang ditawarkan, buku ini tidak hanya perlu kita baca tapi juga kita

praktekkan. Hanya saja pembaca mungkin akan lebih yakin akan keefektifan metode

yang ditawarkan bila dilengkapi dengan bukti-bukti kongkrit. Tanpa mengurangi

makna dari buku ini ada beberapa penggunaan istilah IQ yang kurang tepat. Penulis

buku ini menyamakan pengertian ketrampilan logika dengan IQ ( hal. 20 ). Padahal

yang dimaksud adalah intelegensi. IQ bukanlah kecerdasan atau intelegensi, tetapi hasil

bagi antara umur mental (mental age) dengan umur kronologis (chronological age).

dan tidak semua kecerdasan atau intelegensi yang diukur akan berupa IQ. Ibaratnya

intelegensi adalah suhunya dan IQ adalah derajat Celsiusnya.

Bagi pihak yang berminat dan peduli terhadap pemberdayaan potensi anak

dalam rangka menyiapkan generasi masa datang yang lebih berkualitas buku ini dapat

dijadikan salah satu pilihan.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentar Disini