Posted by Unknown on Sabtu, April 11, 2015 in Islami | No comments
Kawin lari yang dimaksud di sini bisa jadi berbagai macam pengertian.
Bisa jadi, tanpa wali nikah, atau ada wali (tidak jelas) dan tidak ada
izin dari wali sebenarnya. Ada juga kawin lari dengan kumpul kebo,
tinggal satu atap tanpa status nikah. Boleh jadi ketika hamil mereka
menjalin hubungan RT secara resmi. Yang kami bahas di sini adalah kawin
lari, lalu menikah dengan wali yang tidak jelas (asal copot), jadi sama
saja tidak memakai wali. Dan yang wajib ada wali adalah si wanita, bukan
laki-laki.
Padahal wali memiliki urutan yang ditetapkan oleh para ulama. Seperti ulama Syafi’iyah membuat urutan:
- Ayah
- Kakek
- Saudara laki-laki
- Anak saudara laki-laki (keponakan)
- Paman
- Anak saudara paman (sepupu)
Dan pengertian wali wanita adalah kerabat laki-laki si wanita dari jalur
ayahnya, bukan ibunya. Jika masih ada kerabat yang lebih dekat seperti
ayahnya, maka tidak boleh kerabat yang jauh seperti paman menikahkan si
wanita. Boleh saja jika si wali mewakilkan kepada orang lain (seperti si
ayah kepada paman) sebagai wali si wanita. Dan ketika itu si wakil
mendapat hak sebagaimana wali. Dan ingat, syarat wali adalah: (1) Islam,
(2) laki-laki, (3) berakal, (4) baligh dan (5) merdeka (Lihat Shahih
Fiqh Sunnah, 3: 142-145).
Dalil-dalil yang mendukung mesti adanya wali wanita dalam nikah.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : أَيُّمَا امْرَأَةٍ
نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ بَاطِلٌ بَاطِلٌ
فَإِنِ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهُ
Dari ‘Aisyah, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang
wanita yang menikah tanpa izin walinya maka pernikahannya adalah
batiil, batil, batil. Dan apabila mereka bersengketa maka pemerintah
adalah wali bagi wanita yang tidak memiliki wali”. (HR. Abu Daud
no. 2083, Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879 dan Ahmad 6: 66. Abu
Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan)
عَنْ أَبِيْ مُوْسَى الأَشْعَرِيِّ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
Dari Abu Musa Al Asy’ari berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”.
(HR. Abu Daud no. 2085, Tirmidzi no. 1101, Ibnu Majah no. 1880 dan
Ahmad 4: 418. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ لاَ تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ وَلاَ
تُزَوِّجُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا وَالزَّانِيَةُ الَّتِى تُنْكِحُ
نَفْسَهَا بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Wanita tidak bisa menjadi wali wanita.
Dan tidak bisa pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Wanita pezina-lah
yang menikahkan dirinya sendiri.” (HR. Ad Daruquthni, 3: 227. Hadits
ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dan Syaikh Ahmad Syakir)
Imam Al Baghawi berkata, “Mayoritas ulama dari kalangan sahabat Nabi dan sesudah mereka mengamalkan kandungan hadits “Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali”.
Hal ini merupakan pendapat Umar, ‘Ali, ‘Abdullah bin Mas’ud, ‘Abdullah
bin ‘Abbas, Abu Hurairah, ‘Aisyah dan sebagainya. Ini pula pendapat
Sa’id bin Musayyib, Hasan al-Bashri, Syuraih, Ibrahim An Nakha’I,
Qotadah, Umar bin Abdul Aziz, dan sebagainya. Ini pula pendapat Ibnu Abi
Laila, Ibnu Syubrumah, Sufyan Ats Tsauri, Al Auza’i, Abdullah bin
Mubarak, Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq” (Syarh Sunnah, 9: 40-41).
Demikianlah sebagian pemuda, demi cinta sampai ingin mendapat murka
Allah. Kawin lari sama saja dengan zina karena status nikahnya tidak
sah.
Wallahu waliyyut taufiq.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini