Posted by Unknown on Sabtu, April 11, 2015 in Islami | No comments
Tahukah
anti siapa suami anti di surga kelak?(1) Artikel di bawah ini akan
menjawab pertanyaan anti. Ini bukan ramalan dan bukan pula tebakan, tapi
kepastian (atau minimal suatu prediksi yang insya Allah sangat akurat),
yang bersumber dari wahyu dan komentar para ulama terhadapnya. Berikut
uraiannya:
Perlu diketahui bahwa keadaan wanita di dunia, tidak lepas dari enam keadaan:
1. Dia meninggal sebelum menikah.
2. Dia meninggal setelah ditalak suaminya dan dia belum sempat menikah lagi sampai meninggal.
3. Dia sudah menikah, hanya saja suaminya tidak masuk bersamanya ke dalam surga, wal’iyadzu billah.
1. Dia meninggal sebelum menikah.
2. Dia meninggal setelah ditalak suaminya dan dia belum sempat menikah lagi sampai meninggal.
3. Dia sudah menikah, hanya saja suaminya tidak masuk bersamanya ke dalam surga, wal’iyadzu billah.
4.
Dia meninggal setelah menikah baik suaminya menikah lagi sepeninggalnya
maupun tidak (yakni jika dia meninggal terlebih dahulu sebelum
suaminya).
5. Suaminya meninggal terlebih dahulu, kemudian dia tidak menikah lagi sampai meninggal.
6. Suaminya meninggal terlebih dahulu, lalu dia menikah lagi setelahnya.
5. Suaminya meninggal terlebih dahulu, kemudian dia tidak menikah lagi sampai meninggal.
6. Suaminya meninggal terlebih dahulu, lalu dia menikah lagi setelahnya.
Berikut penjelasan keadaan mereka masing-masing di dalam surga:
Perlu
diketahui bahwa keadaan laki-laki di dunia, juga sama dengan keadaan
wanita di dunia: Di antara mereka ada yang meninggal sebelum menikah, di
antara mereka ada yang mentalak istrinya kemudian meninggal dan belum
sempat menikah lagi, dan di antara mereka ada yang istrinya tidak
mengikutinya masuk ke dalam surga. Maka, wanita pada keadaan pertama,
kedua, dan ketiga, Allah -’Azza wa Jalla- akan menikahkannya dengan
laki-laki dari anak Adam yang juga masuk ke dalam surga tanpa mempunyai
istri karena tiga keadaan tadi. Yakni laki-laki yang meninggal sebelum
menikah, laki-laki yang berpisah dengan istrinya lalu meninggal sebelum
menikah lagi, dan laki-laki yang masuk surga tapi istrinya tidak masuk
surga.
Ini
berdasarkan keumuman sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam
hadits riwayat Muslim no. 2834 dari sahabat Abu Hurairah -radhiyallahu
‘anhu-:
مَا فِي الْجَنَّةِ أَعْزَبٌ
“Tidak ada seorangpun bujangan dalam surga”.
“Tidak ada seorangpun bujangan dalam surga”.
Syaikh
Ibnu ‘Utsaimin -rahimahullah- berkata dalam Al-Fatawa jilid 2 no. 177,
“Jawabannya terambil dari keumuman firman Allah -Ta’ala-:
وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ. نُزُلاً مِنْ غَفُوْرٍ رَحِيْمٍ
“Di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta. Turun dari Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fushshilat: 31)
“Di dalamnya kalian memperoleh apa yang kalian inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kalian minta. Turun dari Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Fushshilat: 31)
Dan juga dari firman Allah -Ta’ala-:
وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْأَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْأَعْيُنُ وَأَنْتُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kalian kekal di dalamnya.” (Az-Zukhruf: 71)
“Dan di dalam surga itu terdapat segala apa yang diingini oleh hati dan sedap (dipandang) mata dan kalian kekal di dalamnya.” (Az-Zukhruf: 71)
Seorang
wanita, jika dia termasuk ke dalam penghuni surga akan tetapi dia belum
menikah (di dunia) atau suaminya tidak termasuk ke dalam penghuhi
surga, ketika dia masuk ke dalam surga maka di sana ada laki-laki
penghuni surga yang belum menikah (di dunia). Mereka -maksud saya adalah
laki-laki yang belum menikah (di dunia)-, mereka mempunyai istri-istri
dari kalangan bidadari dan mereka juga mempunyai istri-istri dari
kalangan wanita dunia jika mereka mau. Demikian pula yang kita katakan
perihal wanita jika mereka (masuk ke surga) dalam keadaan tidak bersuami
atau dia sudah bersuami di dunia akan tetapi suaminya tidak masuk ke
dalam surga. Dia (wanita tersebut), jika dia ingin menikah, maka pasti
dia akan mendapatkan apa yang dia inginkan, berdasarkan keumuman
ayat-ayat di atas”.
Dan beliau juga berkata pada no. 178, “Jika dia (wanita tersebut) belum menikah ketika di dunia, maka Allah -Ta’ala- akan menikahkannya dengan (laki-laki) yang dia senangi di surga. Maka, kenikmatan di surga, tidaklah terbatas kepada kaum lelaki, tapi bersifat umum untuk kaum lelaki dan wanita. Dan di antara kenikmatan-kenikmatan tersebut adalah pernikahan”.
Dan beliau juga berkata pada no. 178, “Jika dia (wanita tersebut) belum menikah ketika di dunia, maka Allah -Ta’ala- akan menikahkannya dengan (laki-laki) yang dia senangi di surga. Maka, kenikmatan di surga, tidaklah terbatas kepada kaum lelaki, tapi bersifat umum untuk kaum lelaki dan wanita. Dan di antara kenikmatan-kenikmatan tersebut adalah pernikahan”.
Adapun wanita pada keadaan keempat dan kelima, maka dia akan menjadi istri dari suaminya di surga.
Adapun
wanita yang menikah lagi setelah suaminya pertamanya meninggal, maka
ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama -seperti Syaikh
Ibnu ‘Ustaimin- berpendapat bahwa wanita tersebut akan dibiarkan
memilih suami mana yang dia inginkan.
Ini
merupakan pendapat yang cukup kuat, seandainya tidak ada nash tegas
dari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- yang menyatakan bahwa
seorang wanita itu milik suaminya yang paling terakhir. Beliau
-Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
اَلْمَرْأَةُ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا
“Wanita itu milik suaminya yang paling terakhir”. (HR. Abu Asy-Syaikh dalam At-Tarikh hal. 270 dari sahabat Abu Darda` dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah: 3/275/1281)
“Wanita itu milik suaminya yang paling terakhir”. (HR. Abu Asy-Syaikh dalam At-Tarikh hal. 270 dari sahabat Abu Darda` dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shohihah: 3/275/1281)
Dan juga berdasarkan ucapan Hudzaifah -radhiyallahu ‘anhu- kepada istri beliau:
إِنْ
شِئْتِ أَنْ تَكُوْنِي زَوْجَتِي فِي الْجَنَّةِ فَلاَ تُزَوِّجِي
بَعْدِي. فَإِنَّ الْمَرْأَةَ فِي الْجَنَّةِ لِآخِرِ أَزْوَاجِهَا فِي
الدُّنْيَا. فَلِذَلِكَ حَرَّمَ اللهُ عَلَى أَزْوَاجِ النَّبِيِّ أَنْ
يَنْكِحْنَ بَعْدَهُ لِأَنَّهُنَّ أَزْوَاجُهُ فِي الْجَنَّةِ
“Jika kamu mau menjadi istriku di surga, maka janganlah kamu menikah lagi sepeninggalku, karena wanita di surga milik suaminya yang paling terakhir di dunia. Karenanya, Allah mengharamkan para istri Nabi untuk menikah lagi sepeninggal beliau karena mereka adalah istri-istri beliau di surga”. (HR. Al-Baihaqi: 7/69/13199 )
“Jika kamu mau menjadi istriku di surga, maka janganlah kamu menikah lagi sepeninggalku, karena wanita di surga milik suaminya yang paling terakhir di dunia. Karenanya, Allah mengharamkan para istri Nabi untuk menikah lagi sepeninggal beliau karena mereka adalah istri-istri beliau di surga”. (HR. Al-Baihaqi: 7/69/13199 )
Faidah:
Dalam sholat jenazah, kita mendo’akan kepada mayit wanita:
Dalam sholat jenazah, kita mendo’akan kepada mayit wanita:
وَأَبْدِلْهَا زَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهَا
“Dan gantilah untuknya suami yang lebih baik dari suaminya (di dunia)”.
“Dan gantilah untuknya suami yang lebih baik dari suaminya (di dunia)”.
Masalahnya,
bagaimana jika wanita tersebut meninggal dalam keadaan belum menikah.
Atau kalau dia telah menikah, maka bagaimana mungkin kita mendo’akannya
untuk digantikan suami sementara suaminya di dunia, itu juga yang akan
menjadi suaminya di surga?
Jawabannya
adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
-rahimahullah-. Beliau menyatakan, “Kalau wanita itu belum menikah, maka
yang diinginkan adalah (suami) yang lebih baik daripada suami yang
ditakdirkan untuknya seandainya dia hidup (dan menikah). Adapun kalau
wanita tersebut sudah menikah, maka yang diinginkan dengan “suami yang
lebih baik dari suaminya” adalah lebih baik dalam hal sifat-sifatnya di
dunia (2). Hal ini karena penggantian sesuatu kadang berupa pergantian
dzat, sebagaimana misalnya saya menukar kambing dengan keledai. Dan
terkadang berupa pergantian sifat-sifat, sebagaimana kalau misalnya saya
mengatakan, “Semoga Allah mengganti kekafiran orang ini dengan
keimanan”, dan sebagaimana dalam firman Allah -Ta’ala-:
يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَوَاتُ
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit.” (Ibrahim: 48)
Bumi (yang kedua) itu juga bumi (yang pertama) akan tetapi yang sudah diratakan, demikian pula langit (yang kedua) itu juga langit (yang pertama) akan tetapi langit yang sudah pecah”. Jawaban beliau dinukil dari risalah Ahwalun Nisa` fil Jannah karya Sulaiman bin Sholih Al-Khurosy.
___________
(1) Karenanya sebelum berpikir masalah ini, pikirkan dulu bagaimana caranya masuk surga.
Bumi (yang kedua) itu juga bumi (yang pertama) akan tetapi yang sudah diratakan, demikian pula langit (yang kedua) itu juga langit (yang pertama) akan tetapi langit yang sudah pecah”. Jawaban beliau dinukil dari risalah Ahwalun Nisa` fil Jannah karya Sulaiman bin Sholih Al-Khurosy.
___________
(1) Karenanya sebelum berpikir masalah ini, pikirkan dulu bagaimana caranya masuk surga.
(2) Maksudnya, suaminya sama tapi sifatnya menjadi lebih baik dibandingkan ketika di dunia.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini