Posted by Unknown on Senin, April 13, 2015 in Islami | No comments
Dari Ibnu Abbas r.a, katanya: Mula-mula perempuan yang mengambil
(memakai) ikat pinggang, ialah ibu Nabi Ismail, diambilnya ikat pinggang
supaya hilang jejaknya oleh Sarah. Kemudian Nabi Ibrahim a.s membawa
Ibu Ismail dan anaknya yang masih menyusu, lalu di tempatkannya dekat
perumahan Bait (Kaabah), di bawah pohon Dauhah di tepi bakal sumur
Zamzam, di perumahan masjid. Waktu itu tidak ada seorang pun yang
tinggal di Mekah dan di situ air pun tidak ada. Nabi Ibrahim lalu
menempatkan keduanya di sana dan diletakkannya di sisi keduanya sebuah
tempat makanan yang berisi kurma dan sebuah tempat minum yang berisi
air.
Kemudian Nabi Ibrahim berangkat. Ibu Ismail lalu mengikutinya sambil
berkata: “Hai Ibrahim! Tuan hendak kemana? Sampai hatikah tuan
meninggalkan kami di lembah yang tidak ada manusia dan tidak pula ada
sesuatunya di sini”. Diucapkannya perkataan itu berulang-ulang. Nabi
Ibrahim tiada menoleh. Kata ibu Ismail kepadanya: “Tuhankah yang
menyuruh tuan berbuat begini?” Jawab Ibrahim: “Ya!” Katanya: “Jika
begitu, Tuhan tiada akan mensia-siakan kami’. Kemudian ibu Ismail
kembali dan Ibrahim pun terus berjalan.
Ketika ia berada di Saniah, di tempat yang kira-kira tidak kelihatan
oleh ibu Ismail, Ibrahim menghadap ke arah Bait, kemudian ia berdoa
dengan beberapa kalimat, sambil mengangkat kedua tangannya. Doanya:
“Wahai Tuhan kami! Sesungguhnya aku menempatkan sebahagian dari
keturunanku di lembah yang tiada mempunyai tanam-tanaman, di dekat Rumah
Suci Engkau. Wahai Tuhan kami! Supaya mereka tetap mengerjakan solat.
Sebab itu, jadikanlah hati manusia tertarik kepada mereka, dan berilah
buah-buahan, menjadi rezeki mereka, mudah-mudahan mereka berterima
kasih!”
Kemudian ibu Ismail menyusukan anaknya dan meminum air yang disediakan
itu. Ketika air yang dalam tempat air itu habis, ia dan anaknya merasa
haus. Ketika ia memandang anaknya membalik-balik, ia pun pergi kerana
tak sampai hati melihat anaknya. Maka dilihatnya bukit Safa paling dekat
kepadanya. Lalu ia berdiri ke sana dan menghadap ke lembah, kalau-kalau
ada orang. Tetapi ia tidak melihat seorang juapun. Ia turun dari Safa.
Ketika ia di lembah, diangkatnya tepi bajunya, kemudian ia berjalan
cepat-cepat seperti perjalanan orang kecemasan, sampai ia melalui
lembah. Kemudian ia tiba di Marwah, lalu ia berdiri di situ dan melihat
kalau-kalau ada orang. Tetapi ia tiada melihat seorang jua pun.
Dilakukannya yang demikian sampai tujuh kali. Ibnu Abbas berkata: Nabi
s.a.w bersabda: “Kerana itulah , orang haji mengerjakan Saie di antara
Safa dan Marwah”.
Ketika Ibu Ismail berada di Marwah, ia mendengar suara, lalu ia berkata
kepada dirinya sendiri: “Dengarlah!” Kemudian ia berhati-hati
mendengarkannya, maka didengarnya pula suara itu. Ia berkata:
“Sesungguhnya engkau telah memperdengarkan suara, adalah kiranya
pertolongan dari sisi engkau”. Tiba-tiba di situ ada malaikat dekat
tempat Zamzam lalu ia menggali dengan tumitnya atau dengan sayapnya
sehingga keluarlah air. Ibu Ismail lalu membendungnya dengan tangannya
begini: Ia menyauk air itu untuk mengisi tempat airnya, dan air itu pun
terus menyembur sesudah disauk.
Ibnu Abbas berkata: Nabi s.a.w bersabda: “Mudah-mudahan Tuhan mengasihi
ibu Ismail! Jika dibiarkannya Zamzam, atau tidak disauknya air itu,
sesungguhnya akan menjadi mata air yang mengalir.” Sabda beliau: “Ibu
Ismail lalu minum dan menyusukan anaknya. Malaikat berkata kepadanya:
“Janganlah engkau takut akan binasa! Sesungguhnya di sini Baitullah yang
bakal dibangun oleh anak ini dan ayahnya, dan sesungguhnya Tuhan tiada
akan menyia-nyiakan penduduk tempat ini.” Dan tinggi Baitullah itu dari
tanah sebagai longgokan tanah, yang dilanda oleh banjir di sebelah kanan
dan kirinya.
Demikianlah keadaan perempuan itu, sehingga lalulah serombongan dari
suku Jurhum yang datang dari jalan Kada’, lalu mereka itu berhenti di
hilir Mekah. Mereka melihat burung berputar-putar di udara, lalu mereka
berkata: “Burung ini berputar di atas air”. Sebenarnya kita di lembah
ini menemui tempat yang di situ ada air. Mereka lalu mengirim seorang
atau dua orang utusan. Tiba-tiba utusan itu menemui air, segera mereka
kembali dan terus dikhabarkannya pada mereka (kawannya) bahawa di situ
ada air. Lalu mereka berkata: “Adakah engkau mengizinkan kami tinggal di
tempatmu?” Jawab perempuan itu: “Ya, tetapi kamu tiada berhak atas air
itu!” Kata mereka: “Ya, baiklah!” Ibu Ismail menerimanya dengan baik,
kerana dia ingin ada orang lain bersama dia. Mereka lalu tinggal di situ
bersama-sama dengan keluarga mereka, sehingga terjadilah beberapa rumah
tangga mereka, sedang Ismail telah agak besar (hampir dewasa). Ia
mempelajari bahasa Arab dari mereka. Ia amat dikasihi mereka.
Ismail amat menarik dan mengagumkan mereka, ketika itu umurnya hampir
dewasa. Mereka mengahwinkan Ismail dengan seorang perempuan di antara
mereka, dan ibu Ismail pun meninggal. Sesudah Ismail kahwin, datanglah
Nabi Ibrahim melihat anak isteri yang ditinggalkannya, tetapi beliau
tiada menemui Ismail. Ibrahim lalu bertanya pada isteri Ismail dari hal
keadaannya. Kata isteri Ismail: “Ia pergi mencari keperluan kami”.
Kemudian Ibrahim menanyakan dari hal penghidupan dan keadaan mereka.
Kata perempuan itu: “Kami dalam keadaan sengsara, kami dalam kesempitan
dan kesusahan”. Ia mengadukan halnya kepada Ibrahim. Ibrahim berkata:
“Apabila datang suami engkau, sampaikanlah salam kepadanya dan
katakanlah baginya supaya diubahnya bingkai pintunya”. Setelah Ismail
datang, seolah-olah ia merasakan sesuatu, lalu ia bertanya: “Adakah
orang yang datang kepadamu?” Jawabnya: “Ya, ada orang tua datang kepada
kami, lalu saya bercerita kepadanya. Ditanyakannya bagaimana penghidupan
kita lantas saya ceritakan bahawa sesungguhnya kita dalam kepayahan dan
kesusahan”. Kata Ismail: “Adakah ia memesankan sesuatu kepada engkau?”
Jawabnya: “Ya, disuruhnya saya menyampaikan salam kepada engkau dan
dikatakannya: “Ubahlah bingkai pintumu!” Kata Ismail: “Itulah ayahku!
Sebenarnya ia menyuruh saya supaya menceraikan engkau. Kembalilah engkau
kepada keluarga engkau!” Ismail pun mentalaknya.
Kemudian ia kahwin dengan perempuan lain. Setelah beberapa lama Ibrahim
datang kembali, tetapi tidak juga menemui Ismail. Ia lalu masuk ke rumah
isteri Ismail, dan ditanyakannya dari hal Ismail. Kata perempuan itu:
“Ia pergi mencari keperluan kami!” Kata Ibrahim: “Bagaimana keadaanmu?”
Ditanyakannya hal penghidupan dan keadaan mereka. Jawabnya: “Kami dalam
keadaan baik dan lapang”. Dan perempuan itu pun memuji Tuhan. Tanya
Ibrahim: “Apakah makananmu?” Jawabnya: “Daging”. Tanya beliau: “Apakah
minumanmu?” Jawabnya: “Air”. Doa Ibrahim:”Wahai Tuhan, berilah kiranya
keberkatan untuk mereka mengenai daging dan air!” Nabi s.a.w bersabda:
“Ketika itu belum ada di situ tanaman yang berbiji. Sekiranya mereka
mempunyai, nescaya Nabi Ibrahim mendoakan keberkatannya. Maka yang dua
itu (daging dan air) di negeri lain dari Mekah biar pun ada, tetapi
tidak sesuai untuk jadi makanan pokok. Kata Nabi Ibrahim: “Apabila
datang suami engkau, sampaikanlah salam kepadanya, dan suruhlah ia
supaya menetapkan bingkai pintunya!” Ketika Ismail datang, ia bertanya:
“Adakah seorang yang datang kepadamu?” Jawab isterinya: “Ada! Datang
kepada kami seorang tua yang baik keadaannya”. Dan perempuan itu pun
memujinya. “Ia menanyakan tuan pada saya dan menanyakan bagaimana
kehidupan kita, lalu saya ceritakan, bahawa sesungguhnya kita dalam
keadaan baik”. Kata Ismail: “Adakah ia memesankan sesuatu kepada
engkau’?” Jawabnya: “Ada! Disuruhnya sampaikan salam kepada tuan dan
disuruhnya supaya menetapkan bingkai pintu tuan”. Kata Ismail: “Itulah
ayahku dan engkaulah yang dikatakan bingkai pintu. Beliau menyuruh saya
supaya tetap beristerikan engkau”.
Beberapa masa kemudian sesudah itu Ibrahim datang kembali dan
didapatinya Ismail sedang meruncing anak panahnya di bawah pohon Dauhah,
tidak jauh dari Zamzam. Setelah ia melihat ayahnya, ia berdiri
menemuinya. Keduanya lalu berpelukan sebagaimana diperbuat seorang ayah
dengan anaknya dan anak dengan ayahnya. Kemudian Nabi Ibrahim berkata:
“Hai Ismail! Sesungguhnya Tuhan memerintahkan satu perintah kepada saya”
Jawab Ismail: “Laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhan itu!” Kata
Ibrahim: “Mahukah engkau menolong saya?” Jawab Ismail: “Saya bersedia
menolong ayah”. Kata Ibrahim: “Sesungguhnya Tuhan memerintahkan kepada
saya supaya saya mendirikan Baitullah di sini”, Ia menunjuk kepada
tumpukan tanah yang tinggi di sekelilingnya. Sesudah itu keduanya
meninggikan (memasang) asas Bait (Kaabah). Nabi Ismail membawa batu dan
Nabi Ibrahim memasangnya. Setelah pasangan itu tinggi Ismail membawa
batu (untuk berpijak Ibrahim). Ibrahim lalu berdiri di atasnya untuk
memasang dan Ismail menunjukkan batu. Kata Nabi: Keduanya meneruskan
pembangunan sampai selesai, lalu berputar sekeliling Kaabah,
mengucapkan: “Wahai Tuhan kami! Terimalah kerja kami. Sesunguhnya Engkau
mendengar lagi mengetahui!”
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini