Posted by Unknown on Senin, April 13, 2015 in Islami | No comments
Soal :
Pada saat menyebutkan nama Rosululloh Saw, kaum muslimin menambahkan dengan kata Sayyidina (سَيِّدِيْنَا ) . Bagaimana hukumnya melafadzkan Sayyidina (سَيِّدِيْنَا ), khususnya ketika membaca Tasyahud dalam Sholat ? Sebab ada yang mengatakan hal tersebut tidak boleh dilakukan / haram.
Jawab :
Kata-kata Sayyidina (سَيِّدِيْنَا ) sering
kali digunakan oleh kaum Muslimin, baik ketika Shalat maupun diluar
Shalat. Hal ini termasuk perbuatan yang sangat utama, karena merupakan
salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad Rosululloh Saw.
Syeikh Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri menyatakan :
اَلْأَوْليٰ ذِكْرُ السِّيَادَةِ لِأَنَّ الْأَفْضَلَ سُلُوْكُ الْأَدَبِ ( حاشية الباجُرِي ، ج ١ ص ١٥٦ (
Yang lebih utama adalah mengucapkan Sayyidina ( سَيِّدِيْنَا ) sebelum nama Nabi SAW, karena yang lebih utama dengan mengucapkan Sayyidina (سَيِّدِيْنَا) adalah cara beradab ( bersopan santun ) pada Nabi Muhammad Rosululloh SAW. ( Hasyiyah al-Bajuri, Juz 1, hal. 156 )
Pendapat ini didasarkan pada Hadits Rasululloh Saw :
عَنْ
اَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص . م . اَنَا سَيِّدُ
وَلَدِ ادَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ واَوَّلُ مَنْ
يَنْشَقُ عَنْهُ الْقَبْرُ وَاَوَّلُ شَافِعٍ واَوَّلُ مُشَفِعٍ ( صحِيْح
مُسْلِم ، رقم ٤٢٢٣ (
Diriwayatkan dari Abu Hurairoh ra ia berkata, Rosululloh Saw bersabda , “ Saya Gusti / Sayyid سَيِّدُ /
penghulu anak Adam pada hari kiyamat diakhirat, orang pertama yang
bangkit dari Quburan,orang yang pertama memberikan syafa’at dan orang
yang pertama kali diberi hak untuk memberikan syafa’at/ pertolongan (
Shahih Muslim 4223 )
Hadits ini
menyatakan bahwa Rosululloh Saw menjadi Sayyid di akhirat. Namun bukan
berarti Rosululloh Saw menjadi Sayyid hanya pada hari qiyamat saja.
Bahkan beliau Saw menjadi Tuan ( Sayyid ) manusia di dunia dan di
akhirat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sayyid Muhammad bin Alwi al –
Maliki al – Hasani dalam kitabnya Manhaj al- Salaf fi Fahmi al-Nushush
bain al-Hadzariyah wa al-Tathbiq )
Ini sebagai
indikasi bahwa Rosululloh saw. membolehkan memanggil beliau dengan
syyi dina. Karena memang kenyataannya begitu. Rosululloh saw adalah
sebagai junjungan kita umat manusia yang harus kita hormati sepanjang
masa.
Lalu bagaimana dengan hadits yang menjelaskan larangan mengucapkan Sayyidina (سَيِّدِيْنَا ) dalam Shalat ?
لَاتُسَيِّدُوْنِي فِيْ الصَّلَاةِ Jangan kalian mengucapkan Sayyidina (سَيِّدِيْنَا )kepadaku didalam Shalat
Ungkapan
ini memang diklaim oleh sebagian golongan termasuk Hadits Nabi SAW.
Sehingga mereka mengatakan bahwa menambah kata Sayyidina (سَيِّدِيْنَا ) didepan
nama Nabi Sawadalah Bid’ah Dlalalah. Akan tetapi ungkapan ini masih
diragukan kebenarannya. Sebab, secara gramatika bahasa Arab, susunan
kata-katanya ada yang tidak singkron. Dalam bahasa Arab tidak
dikatakan سَادَ - يَسِيْدُ tapi سَادَ - يَسُوْدُ ,sehingga tidak bias dikatakan لَاتُسَيِّدُوْنِي . Tapi لَاتُسَوِّدُوْنِي
Oleh sebab itu, jika
ungkapan itu disebut hadits, maka tergolong haDIts maudlu’, Yakni
hadits palsu, bukan sabda Nabi Muhammad Saw. Karena tidak mungkin
Rosululloh Saw keliru dalam menyusun kata-kata Arab, konsekuwensinya,
hadits itu tidak bias dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan
Sayyidina (سَيِّدِيْنَا ) dalam Shalat.
Catatan !
Sayyid Alwi
al-Maliki al-Hasani menambahkan, setidaknya ada empat alas an untuk
menolak pendapat yang melarang unttuk menyebutkan Sayyidina ketika
membaca Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw.
1. Tidak
ada keterangan secara jelas dan tegas, baik dalam al-Qur’an, al-Hadits
maupun pendapat dari imam yang empat, yang mengatakan bahwa mengucapkan
Sayyidina itu membatalkan Shalat.
2. Orang yang mengatakan batal tidak pernah memberikan dasar dan dalil hukumnya.Jadi hanya omong kosong belaka.
3. Tiga
Imam madzhab ( Imam Hanafi, Maliki dan Syafi’I ) sepakat tentang
disyari’atkannya menambah kata Sayyidina ketika membaca Shalawat kepada
Nabi Muhammad Saw. Sebagai penghormatan dan sopan santun, berakhlak
karimah kepada beliau Saw.
4. Banyak
ulama-ulama salaf yang mengatakan bahwa hadits yang dijadikan acuan
oleh mereka ( yang menolak itu ) adalah batal, seperti al-Bakri bin
Muhammad Syatha ( pengarang kitab I’anah at-Thalibin ) dan
ar-Ramli dalam Nihayah al-Muhtaj. Lihat Alwi al-Maliki al-Hasani,
Majmu’ al-Fatawi wa Rasa’il, hal. 90-91. Bandingkan dengan al-Bajuri,
Ibrahim bin Muhammad, Hasyiyah al-Bajuri juz 1, hal. 156 ; Wahbah
al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa-Adillatuh, Juz 1, hal. 721.
Dalam ilmu sharaf , kata Sayyid سَيِّدٌ berasal dari kata سَيْوِدَةٌ kemudian huruf wawu ditukar kepada huruf ya menjadi سَيْيِدَةٌ setelah itu dua Ya tersebut di Idghomkan ( dikumpulkan ) sehingga menjadi سَيِّدٌ . Sehingga yang benar adalah لَاتُسَوِّدُوْنِيْ bukan لَاتُسَيِّدُوْنِي karena kata inilah yang merupakan akar kata dari kalimat Sayyid ( سَيِّدٌ )
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini