Posted by Unknown on Selasa, April 14, 2015 in Islami | No comments
Belia, muda, maupun tua tidak ada yang tahu, mereka pun bisa merasakan
kematian. Setahun yang silam, kita barangkali melihat saudara kita dalam
keadaan sehat bugar, ia pun masih muda dan kuat. Namun hari ini
ternyata ia telah pergi meninggalkan kita. Kita pun tahu, kita tidak
tahu kapan maut menjemput kita. Entah besok, entah lusa, entah kapan.
Namun kematian sobat kita, itu sudah cukup sebagai pengingat, penyadar
dari kelalaian kita. Bahwa kita pun akan sama dengannya, akan kembali
pada Allah. Dunia akan kita tinggalkan di belakang. Dunia hanya sebagai
lahan mencari bekal. Alam akhiratlah tempat akhir kita.
Sungguh kematian dari orang sekeliling kita banyak menyadarkan kita.
Oleh karenanya, kita diperingatkan untuk banyak-banyak mengingat mati.
Dan faedahnya amat banyak. Kami mengutarakan beberapa di antaranya kali
ini.
Dianjurkan untuk mengingat mati dan mempersiapkan diri menghadap kematian …
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan” (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no. 2307 dan Ibnu Majah no. 4258 dan Ahmad 2: 292. Hadits ini hasan shahih menurut Syaikh Al Albani).
Yang dimaksud adalah kematian. Kematian disebut haadzim (pemutus) karena ia menjadi pemutus kelezatan dunia.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ
-صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ
الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ
الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا
وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya,
“Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang
paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam
mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling
cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al Albani).
Wahai diri ini yang lalai akan kematian, ingatlah faedah mengingat kematian …
[1] Mengingat
kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan mengingatnya saja
seseorang telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang diperintahkan
oleh suri tauladan kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[2] Mengingat kematian membantu kita dalam khusyu’ dalam shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ
أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه يصلى صلاةً غيرَها وإياك
وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه
“Ingatlah
kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam
shalatnya, maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat
orang yang tidak menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang lainnya. Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur (meralatnya) (karena tidak bisa memenuhinya).” (HR. Ad Dailami dalam musnad Al Firdaus. Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)
[3] Mengingat
kematian menjadikan seseorang semakin mempersiapkan diri untuk berjumpa
dengan Allah. Karena barangsiapa mengetahui bahwa ia akan menjadi mayit
kelak, ia pasti akan berjumpa dengan Allah. Jika tahu bahwa ia akan
berjumpa Allah kelak padahal ia akan ditanya tentang amalnya didunia,
maka ia pasti akan mempersiapkan jawaban.
[4] Mengingat kematian akan membuat seseorang memperbaiki hidupnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه
“Perbanyaklah
banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika
seseorang mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa
lapang dan jika seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia
tidak akan tertipu dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan Al Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).
[5] Mengingat kematian membuat kita tidak berlaku zholim. Allah Ta’ala berfirman,
أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ
“Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.”
(QS. Al Muthoffifin: 4). Ayat ini dimaksudkan untuk orang-orang yang
berlaku zholim dengan berbuat curang ketika menakar. Seandainya mereka
tahu bahwa besok ada hari berbangkit dan akan dihisab satu per satu,
tentu mereka tidak akan berbuat zholim seperti itu.
Abu Darda’ berkata, “Jika mengingat mati, maka anggaplah dirimu akan seperti orang-orang yang telah meninggalkanmu”
Yang menakjubkan pula dari Ar Rabi’ bin Khutsaim …
Ia pernah menggali kubur di rumahnya. Jika dirinya dalam kotor (penuh
dosa), ia bergegas memasuki lubang tersebut, berbaring dan berdiam di
sana. Lalu ia membaca firman Allah Ta’ala,
رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ
“(Ketika
datang kematian pada seseorang, lalu ia berkata): Ya Tuhanku
kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku berbuat amal yang saleh terhadap
yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al Mu’minuun: 99-100). Ia pun terus mengulanginya dan ia berkata pada dirinya, “Wahai Rabi’, mungkinkah engkau kembali (jika telah mati)! Beramallah …”
Sumber bacaan: Ahkamul Janaiz Fiqhu Tajhizul Mayyit, Kholid Hannuw, terbitan Dar Al ‘Alamiyah, cetakan pertama, 1432 H, hal. 9-13
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini