Posted by Unknown on Sabtu, April 18, 2015 in Islami | No comments
Oleh M Zaenal Muhyidin[*]
“Barangsiapa
berpuasa Ramadan kemudian ia iringi dengan berpuasa enam hari di bulan
Syawal, maka ia seolah-olah berpuasa setahun penuh.” (HR. Muslim)
Alhamdulillah
wasyukrulillaah, kita baru saja selesai melaksanakan puasa Ramadan
selama sebulan penuh dan diakhiri dengan Idul Fitri. Puasa Ramadan
adalah fardu ain dan termasuk salahsatu rukun Islam, makanya puasa
Ramadan wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang balig, berakal,
sehat, dan bermukim (tidak sedang dalam perjalanan/musafir), serta tidak
mempunyai halangan yang secara syar’i tidak boleh berpuasa, seperti
haid dan nifas bagi perempuan. Begitu juga Idul fitri sebagai hari
perayaan akan “kemenangan” menahan hawa nafsu dari hal-hal yang dapat
membatalkan puasa seperti makan, minum, dan nafsu syahwat, telah kita
lewati juga dan kita rayakan bersam-sama dengan penuh khidmah, gembira,
bahkan sukacita yang tiada terhingga. Kini saatnya, di bulan Syawal ini
kita kembali untuk melaksanakan sesuatu yang dipandang perbuatan baik,
bahkan Sunnah Rasulullah Saw. yaitu puasa Syawal.
Puasa Syawal merupakan salahsatu amalan ibadah (perbuatan ibadah) tathawu’ (sukarela)
yang pelaksanaannya tidak mengikat dan memaksa harus dilaksanakan bagi
setiap mukallaf. Akan tetapi, puasa syawal hanya bersifat anjuran yang
apabila dilaksanakan akan mendapat pahala dan jika tidak dilaksanakakan
tidak akan mendapatkan apa-apa (tidak berdosa). Namun, sayang, jika kita
sebagai umat muslim yang beriman tidak melaksanakan amalan sunnah ini.
Selain karena pahalanya yang besar juga karena puasa syawal merupakan
amalan yang sangat dicintai oleh Allah dan Rasululullah Saw.
Ulama
kontemporer, Dr. Yusuf Qardhawi dalam salahsatu kitabnya, “Fiqh
Ash-Shiyaam” menjelaskan, bahwa penunaian kewajiban seperti Shalat
fardu, menunaikan Zakat, Puasa Ramadan, dan Haji, merupakan sarana yang
dapat mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah Swt. Sedangkan penunaian sunnah akan dapat mengantarkannya kepada cinta kepada Allah Swt dan Rasulullaah Saw.
Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah Saw. dalam hadits qudsinya yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah,“Tidaklah
seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku lebih utama daripada yang
Ku-wajibkan kepadanya. Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri
kepada-ku dengan amalan sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku telah
mencintainya, maka Aku menjadi pendengarannya yang melaluinya ia bisa
mendengar, menjadi penglihatannya yang dengannya ia bisa melihat,
menjadi tangannya yang dengannya ia bisa memukul, dan menjadi kakinya
yang melaluinya ia dapat melangkah. Jika ia meminta kepada-Ku, niscaya
Ku-beri dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Kulindungi.”
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari pula, Rasulullah Saw bersabda, “Dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)
Cara melaksanakan Puasa Syawal
Pelaksanaan
puasa Syawal, apakah diawal bulan yaitu mulai tanggal 2 sampai dengan
tanggal 7 Syawal (berturut-turut), berselang-selang sehari puasa sehari
tidak dan seterusnya sampai 6 hari, atau diakhir bulan Syawal? Hal
inilah yang menjadi perdebatan para ulama, khususnya para ulama ahli
fikih. Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, 8/56 mengatakan, “Para ulama madzhab Syafi’i mengatakan bahwa paling afdhol (utama) melakukan puasa syawal secara
berturut-turut (sehari) setelah shalat ‘Idul Fithri. Namun jika tidak
berurutan atau diakhirkan hingga akhir Syawal maka seseorang tetap
mendapatkan keutamaan puasa syawal setelah sebelumnya melakukan puasa
Ramadhan.”
Namun
Imam Malik berpendapat bahwa puasa dihari-hari yang enam ini adalah
makruh, karena dikhawatirkn dianggap bagian dari Ramadan. Sehingga
orang-orang akan mewajibkannya dan mengingkari orang yang
meninggalkannya. Hukum makruh di sini menurut Imam Syatibi sebagaimana
dijelaskan Yusuf Qardhawi adalah dalam konteks sad adz-dzara’i (menutup
pintu kemunkaran). Menurut Syatibi, memang beberapa orang awam
mengalami hal semacam ini, mereka mempertahankan tradisi Ramadan,
seperti memberi penerangan tempat azan dan tempat lalu lalangnya
orang-orang yang sahur, hingga hari ke tujuh bulan Syawal. Namun menurut
Syatibi pula, penyimpangan ini tidak harus dibenturkan dengan sunah.
Orang yang belum tahu harus diberi tahu. Yusuf Qardhawi sendiri memilih
puasa Syawal cukup pada hari-hari bulan Syawal. Artinya ia tidak
melakukannya secara berturut-turut mulai dari tanggal 2 sampai dengan
tangal 7 Syawal (hari setalah shalat Idul Fitri) melainkan pada
hari-hari bulan Syawal.
Melihat
berbagai pendapat seperti diatas tentang bagaimana cara melaksanakan
puasa Syawal, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Puasa Syawal
dilaksanakan selama enam hari; 2) Lebih utama dilaksanakan sehari
setelah Idul Fithri, namun tidak apa-apa jika diakhirkan asalkan masih
di bulan Syawal; 3) Lebih utama dilaksanakan secara berurutan namun
tidak apa-apa jika dilaksanakan tidak berurutan (berselang-selang); 4)
Usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan
ganjaran puasa setahun penuh. Dan ingat bahwa puasa Syawal adalah puasa
sunnah sedangkan qodho’ Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah
wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.
Keutamaan Puasa Syawal
Puasa
syawal merupakan puasa sunnah yang sangat dianjurkan untuk
dilaksanakan. Selain karena pahalanya yang besar yaitu sama dengan puasa
setahun penuh juga kerena banyak keutamaannya. Barangsiapa yang
berpuasa syawal tiap tahun sepanjang umur, maka pahalanya sama dengan
puasa terus-menerus sepanjang umurnya. Hal ini dijelaskan dalam sabda
Rasulullah Saw., “Puasa sebulan dikalikan sepuluh bulan, puasa enam
hari (di bulan Syawal) disamakan dengan dua bulan, maka yang demikian
itu (sama dengan) puasa setahun.”
Begitu juga dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tsauban, Rasulullah Saw., bersabda: “Barang
siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti
berpuasa setahun penuh. [Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka
baginya sepuluh kebaikan semisal].” (HR. Ibnu Majah dan dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Irwa’ul Gholil)
Penjelasan
dari kedua hadits tersebut adalah bahwa orang yang melakukan satu
kebaikan akan mendapatkan sepuluh kebaikan yang sama. Puasa Ramadhan
selama sebulan berarti akan sama pahalanya dengan puasa 10 bulan. Puasa
Syawal enam hari berarti akan sama pahalanya dengan puasa 60 hari atau 2
bulan. Oleh karena itu, seseorang yang berpuasa Ramadan kemudian
berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka ia akan mendapatkan puasa
seperti setahun penuh. (Lihat Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/56 dan Syarh Riyadhus Sholihin, 3/465).
Sedangkan
keutamaan puasa Syawal banyak sekali. Sedikitnya ada 6 (enam) keutamaan
puasa Syawal yang dapat kita peroleh jika kita melaksanakannya, yaitu,
1) Puasa Syawal akan menggenapkan pahala berpuasa setahun penuh seperti
bunyi hadits di atas; 2) Puasa Syawal seperti halnya shalat sunnah
Rawatib dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib.
Artinya, apabila dalam melaksanakan puasa Ramadan (puasa wajib) ada
bahkan banyak kekurangan, maka puasa Syawal-lah (puasa sunnah) yang
dapat menutupi dan menyempurnakan daripada kekurangan tersebut (lihat Latha’if Al-Ma’arif, Ibnu Rajab Al-Hambali, hal. 394).
3) Melaksanakan
puasa Syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadan. Allah
Swt akan membalas perbuatan yang baik dengan yang baik pula. Puasa
Ramadan adalah perbuatan baik, maka jika kita melaksanakan puasa Ramadan
dengan penuh ikhlas dan mengharap ridlo Allah Swt maka Allah akan
memberi petunjuk kita untuk melakukan kebaikan-kebaikan setelahnya.
Begitu pula jika Allah Swt. menerima amalan baik seseorang maka
seseorang itu akan diberi petunjuk oleh Allah Swt untuk melakukan amalan
yang baik pula pada waktu dan tempat yang berbeda. Hal inilah yang
dijelaskan dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417, Daar Thoyyibah, cetakan kedua, 1420 H (Tafsir Surat Al Lail) yang berbunyi, “Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.”
4)Melaksanakan puasa syawal merupakan bentuk syukur pada Allah; 5)
Melaksanakan puasa Syawal berarti menyehatkan diri kita. Sebagaimana
sabda Rasulullaah Saw., “Shuumuu Tashihuu”,berpuasalah, maka akan sehat..
6) Melaksanakan puasa Syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu
(terus-menerus) dan bukan musiman saja yaitu pada bulan Ramadan.
Terakhir, mari kita renungkan apa yang dikatakan Ibnu Rajab dalam kitab Latho-if Al Ma’arif,
hal. 399, beliau berkata: ”Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan
suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah
dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda
tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan
amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya
melakukan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan
tersebut. Yang sangat baik adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan
ketaatan sebelumnya. Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan
kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa
satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang
dilakukan sebelum bertaubat. ... Mintalah pada Allah agar
diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah
perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini