Posted by Unknown on Jumat, April 10, 2015 in Islami | No comments
Sebagian orang menjadikan memancing sebagai hobi. Hobi ini berbeda
dengan para nelayan yang memang profesinya seperti itu untuk menafkahi
keluarga. Pas weekend, ada yang memanfaatkan waktu untuk menyalurkan
hobi ini. Ada pula yang menjadikan hobi ini tanpa mengenal waktu bahkan
melalaikan kewajiban.
Menyalurkan Hobi
Menyalurkan hobi itu diperkenankan, sebagaimana hukum asal segala
aktivitas itu boleh. Namun sudah semestinya, hobi semacam ini tidak
melalaikan waktu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah memperingatkan kita untuk meninggalkan hal yang tidak bermanfaat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ
“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat”
(HR. Tirmidzi no. 2317 dan Ibnu Majah no. 3976. Imam Nawawi menyatakan
hasannya hadits ini dalam kitab Al Arba’in An Nawawiyah. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ibnu Rajab berkata bahwa jika Islam seseorang itu baik, maka sudah
barang tentu ia akan meninggalkan perkara yang haram, syubhat dan
perkata yang makruh, begitu pula ia akan tinggalkan sikap berlebihan
dalam hal mubah yang sebenarnya ia tidak butuh. Meninggalkan hal yang
tidak bermanfaat semisal itu menunjukkan baiknya seorang muslim.
(Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 289).
Yang disebut tidak bermanfaat adalah jika ada yang salurkan hobi tanpa
mengenal waktu. Itu sudah lebih dari kebutuhan refreshing. Seperti
misalnya ada yang sampai memancing hingga 12 jam. Hak keluarga pun
dilalaikan. Padahal waktu dari Senin s/d Sabtu, semua digunakan untuk
kerja. Pas hari Ahad dinanti-nanti untuk anak dan istri untuk bersama,
namun malah digunakan untuk memancing ikan.
Kalau memang ikan yang jadi kebutuhannya, tentu bisa dibeli di pasar
ikan. Namun demikianlah kalau sudah gandrung dengan hobi tersebut.
Berjudi Lewat Mancing
Berjudi pun dijadikan ajang untuk menyalurkan hobi memancing tersebut.
Di antara bentuknya: satu kolam diborong bersama oleh 10 orang peserta
-misalnya- lalu dipancing bersama. Ini untung-untungan dan termasuk
judi, ada yang dapat banyak dan ada yang dapat sedikit.
Yang dimaksud dengan judi disebutkan oleh para ulama berikut ini.
Imam Syafi’i berkata, “Maysir itu di dalamnya ada taruhan yang dipasang
dan nanti (bagi yang beruntung) akan ada hasil yang diambil.” Disebutkan
dalam Tafsir Al Kabir karya Ar Rozi.
Ibnu Qudamah berkata, “Qimar (judi) adalah setiap yang bertaruh atau
yang berlomba memasang taruhan, nanti ada yang beruntung dan nanti ada
yang merasakan rugi.” Disebutkan dalam Al Mughni, 13: 408.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Yang dimaksud judi adalah harta
orang lain diambil dengan jalan memasang taruhan di mana taruhan
tersebut ada kemungkinan didapat atau tidak.” (Al Majmu’ Al Fatawa, 19:
283).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di berkata, “Setiap perlombaan atau
saling bertaruh di mana ada taruhan di antara kedua belah pihak.”
Dinukil dari Taisir Al Karimir Rahman.
Tempat Pemancingan yang Bermasalah
Tempat pemancingan yang bermasalah, misalnya dengan memberikan tarif
Rp.50.000,- untuk 2 jam. Ikan yang diperoleh berapa pun, pokoknya
bayarannya seperti itu, baik hasil pancingan sedikit maupun banyak. Ini
termasuk bentuk ghoror, karena objek yang dijual tidaklah jelas.
Disebutkan dalam hadits,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari jual beli hashoh (hasil
lemparan kerikil, itulah yang dibeli) dan melarang dari ghoror” (HR. Muslim no. 1513).
Juga terdapat larangan dalam hadits dari Ibnu Mas’ud yang tepatnya mauquf -perkataan sahabat-,
لاَ تَشْتَرُوا السَّمَكَ فِى الْمَاءِ فَإِنَّهُ غَرَرٌ
“Janganlah membeli ikan di dalam air. Itu termasuk ghoror.”
(HR. Ahmad 1: 388. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad
hadits ini dho’if. Diriwayatkan secara marfu’ dan mauquf, yang lebih
shahih adalah riwayat yang mauquf. Ibnu Hajar mengatakan dalam Bulughul
Marom bahwa hadits ini mauquf).
Al Jarjaniyy mengatakan bahwa yang dimaksud ghoror adalah,
بأنّه ما يكون مجهول العاقبة لا يدرى أيكون أم لا
“Ghoror itu hasil akhir (akibatnya) majhul (tidak diketahui), tidak diketahui akan ada ataukah tidak.” Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah.
Untuk menghindari ghoror, seharusnya hasil pancingan ditimbang. Hasil timbanganlah yang dibayar.
Solusi Menyalurkan Hobi
Perhatikan waktu, perhatikanlah kewajiban terhadap keluarga, lebih-lebih
kewajiban untuk beribadah, jauhilah perjudian, dan ghoror.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini