Posted by Unknown on Sabtu, April 11, 2015 in Islami | No comments
Para ulama ketika membahas hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dan
lainnya dengan sanad yang jayyid, Nabi bersabda ketika ada salah seorang
shahabat yang mengatakan, “Aku mencintai fulan”, “Apakah Engkau telah
memberitahukan rasa cintamu kepadanya?” “Belum”, jawab orang tersebut.
“Jika demikian pergi dan temui orang
tersebut dan sampaikan rasa cintamu kepadanya”, sabda Nabi.
Akhirnya orang tersebut pergi dan menemui orang yang dimaksudkan lantas
mengungkapkan rasa cinta [baca: simpatinya] kepadanya. Setelah itu dia
kembali menemui Nabi dan menceritakan jawaban orang tersebut manakala
mendengar ungkapan cinta yaitu “Ahabbakallahulladzi ahbabtani fihi” yang
artinya semoga Allah zat yang menjadikanmu mencintaku karena mencinta
dirimu.
Nabi tidak menyalahkan pengungkapan rasa cinta dan jawabannya.
Sejumlah ulama yang men-syarah hadits ini menegaskan bahwa hal ini hanya
berlaku untuk sesama jenis dan tidak berlaku jika beda jenis. Artinya
hanya berlaku untuk laki laki dengan laki laki, perempuan dengan
perempuan.
Sedangkan laki laki dengan perempuan atau perempuan dengan laki laki
mengatakan “aku mencintaimu karena Allah” sebagaimana fonemena yang bisa
kita saksikan dan sering kita dengar diucapkan oleh penanya kepada
ulama yang menyampaikan pengajian live di berbagai channel televisi di
KSA, perbuatan semacam ini sebenarnya tidaklah diperbolehkan berdasarkan
zhahir perkataan para ulama peneliti karena perbuatan semacam ini
mengandung unsur 'mencurigakan' dan menyebabkan adanya sangkaan yang
tidak tidak, sedangkan diantara prinsip syariat adalah menutup pintu
keburukan dan menjauhinya.
Oleh karena itu kupesankan kepada seluruh kaum muslimin baik laki-laki
maupun perempuan untuk bersikap hati hati dalam masalah semisal ini.
Tidaklah terdapat dalam satu pun hadits, Nabi mengatakan kepada seorang
shahabiah “aku mencintamu karena Allah” atau pun seorang shahabiah yang
mengucapkan kata kata semacam ini kepada Nabi. Padahal mencintai Nabi
adalah ibadah dan bernilai sebagai amal ketaatan. Setiap orang yang
beriman memiliki kewajiban untuk mencintai Nabi.
Intinya, yang terbaik adalah meninggalkan hal ini meski sebenarnya
sejumlah ulama membolehkan hal ini jika tidak disertai adanya hal-hal
yang mencurigakan sebagaimana fatwa yang dinukil dari sebagaian ulama
besar zaman ini namun yang lebih tepat ucapan semacam ini hanya berlaku
untuk sesama jenis saja. Inilah pendapat yang paling mendekati
kebenaran.
Uraian di atas adalah penjelasan Syaikh Dr Khalid al Mushlih, murid
senior sekaligus menantu Syaikh Ibnu Utsaimin yang versi arabnya bisa
disimak di sini:
http://www.safeshare.tv/w/tdOAGmrmSC
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini