Posted by Unknown on Sabtu, April 11, 2015 in Islami | No comments
Pengertian jimat
Jimat atau azimat dalam bahasa Arab
disebut dengan tamimah (penyempurna). Makna tamimah adalah setiap benda
yang digantungkan di leher atau selainnya untuk melindungi diri, menolak
bala, menangkal penyakit ‘ain dan dari bahan apa pun. (Lisanul Arab
12/69). Dalam perkembangannya, yang dimaksud azimat adalah segala benda
yang diyakini memiliki berkah untuk tujuan-tujuan tertentu. Namun jimat
tidak terbatas pada bentuk dan kasus tertentu akan tetapi mencakup semua
benda dari bahan apapun dan bagaimanapun cara pakainya. Ada yang
terbuat dari bahan kain, benang, kerang maupun tulang baik dipakai
dengan cara dikalungkan, digantungkan, dan sebagainya. Tempatnya pun
bervariasi, baik di mobil, rumah, leher, kaki, dan sebagainya.
Contohnya seperti kalung, batu akik,
cincin, sabuk (ikat pinggang), rajah (tulisan arab yang ditulis
perhuruf dan kadang ditulis terbalik), selendang, keris, atau
benda-benda yang digantungkan pada tempat-tempat tertentu, seperti di
atas pintu kendaraan, di pintu depan rumah, diletakkan pada ikat
pinggang atau sebagi ikat pinggang, sebagai susuk, atau ditulis di
kertas, dibakar lalu diminum, dan lain-lain dengan maksud untuk menolak
bahaya.
Hukum Jimat
Secara umum, jimat terbagi menjadi dua macam:
- jimat yang tidak bersumber dari Al-Qur’an. Jimat jenis inilah yang dilarang oleh syariat Islam. Jika seseorang percaya bahwa jimat itu dapat berpengaruh tanpa kehendak Allah maka ia terjerumus dalam perbuatan syirik besar karena hatinya telah bersandar kepada selain Allah. Adapun jika seseorang meyakini bahwa jimat itu hanya sebagai sebab dan tidak memiliki kekuatan sendiri maka ia terjatuh dalam perbuatan syirik kecil.
- jimat yang bersumber dari Al-Qur’an. Dalam hal ini ulama berbeda pendapat, ada sebagian yang membolehkan dan ada yang melarangnya. Adapun pendapat yang paling kuat dalam hal ini adalah terlarang, meskipun hukumnya tidak syirik karena menggunakan Al-Qur’an disini berarti bersandar pada kalamullah bukan bersandar kepada makhluk. Mengapa dilarang? Karena keumuman dalil tentang keharaman jimat, tidak peduli jimat tersebut berupa Al-Qur’an ataupun bukan. pemakaian jimat dari Al-Qur’an juga mengandung unsur penghinaan terhadap Al-Qur’an, yaitu ketika dibawa tidur, buang hajat, atau sedang berkeringat dan semacamnya. Hal seperti ini tentu bertentangan dengan kesucian Al-Qur’an. Selain itu juga, jimat ini dapat pula dimanfaatkan oleh para pembuatnya untuk menyebarkan kemusyrikan dengan alasan jimat yang dibuatnya dari Al-Qur’an.
Dalil Yang Mengharamkan Jimat
Dalil secara umum melalui firman Allah dalam Al-Qur’an:
قَالَ أَفَتَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لا يَنفَعُكُمْ شَيْئًا وَلا يَضُرُّكُمْ
“Ibrahim
berkata: “Maka mengapakah kamu menyembah selain Allah sesuatu yang
tidak dapat memberi manfaat sedikit pun dan tidak (pula) memberi mudarat
kepada kamu? (Al-Anbiya’: 66)
Juga firman-Nya,
قُلِ ادْعُواْ الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلاَ يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلاَ تَحْوِيلاً
“Katakanlah:
“Panggillah mereka yang kamu anggap sesembahan selain Allah, maka
mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari
padamu dan tidak pula memindahkannya.” (Al-Isra’: 56)
Juga firman-Nya,
أَفَرَأَيْتُمْ
مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ
هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ
مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ
الْمُتَوَكِّلُونَ
“Katakanlah:
“Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah,
jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah
berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu, atau jika
Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka
dapat menahan rahmat-Nya?. Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”.
Kepada-Nya lah bertawakal orang-orang yang berserah diri.” (Az-Zumar:
38)
Ayat-ayat
di atas semuanya menunjukan bahwa hanya Allah ta’ala yang mampu
memberikan manfaat dan menimpakan bahaya, maka hal itu merupakan sifat
rububiyah Allah ta’ala yang harus diyakini oleh setiap hamba, sehingga
apabila seseorang meyakini hal itu ada pada selain-Nya seperti pada
malaikat, nabi, wali, jin dan jimat-jimat maka berarti dia telah
menyekutukan Allah tabaraka wa ta’ala.
Al-Imam Ibnu Katsir Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
“Semua
makhluk yang disembah tersebut tidak sedikitpun memiliki kemampuan
dalam menentukan perkara (manfaat maupun mudarat). Dan di sini, Ibnu Abi
Hatim menyebutkan hadits Qois bin Al-Hajjaj, dari Hanasy As-Shon’ani,
dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda:
“Jagalah
(ketentuan-ketentuan) Allah niscaya Dia akan menjagamu, jagalah
(batasan-batasan) Allah niscaya engkau akan mendapati-Nya selalu berada
di depanmu (menolongmu). Kenali Allah dalam kelapangan niscaya Dia akan
mengenalmu (menolongmu) dalam kesusahan. Jika kamu meminta maka mintalah
kepada Allah, dan jika kamu memohon pertolongan maka mohonlah kepada
Allah.
Dan
ketahuilah, andaikata seluruh umat bersatu untuk menimpakan suatu
bahaya kepadamu yang tidak Allah tentukan menimpamu maka mereka tidak
akan mampu melakukannya. Dan andaikan mereka bersatu untuk memberikan
suatu manfaat kepadamu yang tidak Allah ta’ala tentukan untukmu maka
mereka tidak akan mampu melakukannya. Telah kering catatan-catatan
(takdir) dan pena-pena telah diangkat.
Dan
lakukanlah amalan hanya bagi Allah dengan kesyukuran dalam keyakinan.
Dan ketahuilah, kesabaran atas sesuatu yang engkau benci adalah kebaikan
yang banyak, dan pertolongan itu selalu bersama kesabaran, kelapangan
bersama kesusahan, dan bersama kesulitan itu ada kemudahan”. (Tafsir
Ibnu Katsir, 7/100)
Dalil dari hadist dari Rasulullah saw:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat-jimat, dan guna-guna adalah syirik”. (HR. Abu Dawud)
Hadits
ini dishohihkan oleh syaikh Al-Albany dalam Shohih Al-Jami’ (1632), dan
dihasankan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy dalam Al-Jami’
Ash-Shohih (3/499)]
Syaikh Muhammad Al-Wushobiy Al-Yamaniy berkata dalam mengomentari hadits
ini, “Bisa dipetik hukum dari hadits ini tentang haramnya
menggantungkan jimat, baik pada manusia, hewan, kendaraan, rumah, toko,
pohon, atau selainnya. Apakah sesuatu yang digantungkan itu berupa
tulang, tanduk, sandal, rambut, benang-benang, batu-batu, besi,
kuningan, atau yang lainnya, karena perkara tersebut, di dalamnya ada
bentuk penyandaran sesuatu kepada selain Allah, yang ia itu adalah
kesyirikan (Lihat Al-Qaulul Mufid Fi Adillati At-Tauhid (145 jilid 7))
Nabi Shollallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda:
مَنْ عَلَّقَ تمَيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Siapa yang menggantungkan jimat maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan”.
(HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/56), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (4/291).
Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohih (629),
dan di-hasan-kan oleh Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ Ash-Shohih (6/294))
Abdur Ra’uf Al-Munawiy
-rahimahullah- berkata, “Siapa yang menggantungkan jimat, di antara
jimat-jimat jahiliah, sedang ia menyangka hal tersebut bisa mendatangkan
suatu mudharat atau manfaat, maka sesungguhnya itu adalah perbuatan
yang haram. Sedangkan sesuatu yang haram, di dalamnya tidaklah terdapat
obat”. (lihat Faidh Al-Qadir (6/107), cet. Al-Maktabah At-Tijariyyah
Al-Kubra)
ketika melihat seseorang yang memakai gelang kuningan di tangannya, maka beliau bertanya, “Apa ini?” Orang itu menjawab, “Penangkal sakit.” Nabipun bersabda: “Lepaskanlah,
karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu. Jika kamu mati
sedang gelang itu masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung
selama-lamanya.” (HR. Ahmad)
Dalil Yang Membolehkan Jimat
Di antara mereka ada yang membolehkannya ialah berdalil berdasarkan keumuman firman Allah Ta’aala :
“Dan Kami telah turunkan dari Al Qur’an tersebut sebagai penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S. Al Isra’ : 82)
Dan firman-Nya :
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu yang penuh dengan berkah …” (Q.S. Shaad : 29).
Dan juga mereka berdalil dengan pendapat empat imam mazhab yaitu Maliki,
Hanafi, Syafi'i dan Hanbali. Baik jimat itu digantung di leher atau
tidak dipakai.
1. Madzhab Hanafi membolehkan jimat
yang digantung di leher yang berisi ayat Quran, doa atau dzikir.
Al-Matrazi Al-Hanafi dalam kitab Al-Maghrib mengatakan:
قال القتبي: وبعضهم يتوهم أن المعاذات هي التمائم, وليس كذلك إنما التميمة هي الخرزة, ولا بأس بالمعاذات إذا كتب فيها القرآن أو أسماء الله عز وجل
Artinya:
Al-Qutbi mengatakan bahwa ma'adzat (pengobatan) adalah tamimah (jimat
jahiliyah). Padahal bukan. Karena tamimah itu dibuat dari manik.
Ma'adzah tidak apa-apa asalkan yang ditulis di dalamnya adalah Al-Quran
atau nama-nama Allah.
2. Madzhab Maliki berpendapat boleh. Abdul Bar dalam At-Tamhid XVI/171 menyatakan:
وقد قال مالك رحمه الله : لا بأس بتعليق الكتب التي فيها أسماء الله عز وجل على أعناق المرضى على وجه التبرك بها إذا لم يرد معلقها بتعليقها مدافعة العين, وهذا معناه قبل أن ينزل به شيء من العين ولو نزل به شيء من العين جاز الرقي عند مالك وتعليق الكتب)
Artinya:
Malik berkata: Boleh menggantungkan kitab yang mengandung nama-nama
Allah pada leher orang yang sakit untuk tabarruk (mendapat berkah) asal
menggantungkannya tidak dimaksudkan untuk mencegah bala/penyakit. Ini
sebelum turunnya bala/penyakit. Apabila terjadi bala, maka boleh
melakukan ruqyah dan menggantungkan tulisan di leher.
3. Madzhab Syafi'i berpendapat boleh. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk Syarhul MuhadzabIX/77 menyatakan:
روى البيهقي بإسناد صحيح عن سعيد بن المسيب أنه كان يأمر بتعليق القرآن , وقال : لا بأس به , قال البيهقي: هذا كله راجع إلى ما قلنا: إنه إن رقى بما لا يعرف, أو على ما كانت عليه الجاهلية من إضافة العافية إلى الرقى لم يجز وإن رقى بكتاب الله آو بما يعرف من ذكر الله تعالى متبركا به وهو يرى نزول الشفاء من الله تعالى لا بأس به والله تعالى أعلم
Artinya:
Baihaqi meriwayatkan hadits dengan sanad yang sahih dari Said bin
Musayyab bahwa Said memerintahkan untuk menggantungkan Quran dan
mengatakan "Tidak apa-apa". Baihaqi berkata: Ini semua kembali pada apa
yang kita katakan: Bahwasanya apabila ruqyah (pengobatan) dilakukan
dengan sesuatu yang tidak diketahui atau dengan cara jahiliyah maka
tidak boleh. Apabila ruqyah dilakukan dengan memakai Al-Quran atau
dengan sesuatu yang dikenal seperti dzikir pada Allah dengan mengharap
berkahnya dzikir dan berkeyakinan bahwa penyembuhan berasal dari Allah
maka tidak apa-apa.
4. Madzhab Hanbali (madzhab fiqh-nya kalangan Wahabi) berpendapat boleh. Al-Mardawi dalam kitab Tash-hihul Furu' II/173 menyatakan:
( قال في آداب الرعاية : ويكره تعليق التمائم ونحوها, ويباح تعليق قلادة فيها قرآن أو ذكر غيره , نص عليه , وكذا التعاويذ , ويجوز أن يكتب القرآن أو ذكر غيره بالعربية , ويعلق على مريض , ( وحامل ) , وفي إناء ثم يسقيان منه ويرقى من ذلك وغيره بما ورد من قرآن وذكر ودعاء
Artinya: Dalam kitab Adabur Ri'ayah dikatakan: Hukumnya makruh
menggantungkan tamimah dan semacamnya. Dan boleh menggantungkan/memakai
kalung yang berisi ayat Quran, dzikir, dll. Begitu juga pengobatan. Juga
boleh menulis ayat Quran dan dzikir dengan bahasa Arab dan digantungkan
di leher yang sakit atau wanita hamil. Dan (boleh dengan) diletakkan di
wadah berisi air kemudian airnya diminum dan dibuat pengobatan (ruqyah)
dengan sesuatu yang berasal dari Quran, dzikir atau
do'a.Wallahua'lam.........semoga bermanfaat dan barokah serta menambah
ilmu untuk kita semua.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini