Posted by Unknown on Sabtu, April 18, 2015 in Islami | No comments
Apa sunah dan adab yang seharusnya kita lakukan pada hari Id?
Alhamdulillah
Termasuk sunnah yang seharusnya dilakukan seorang muslim pada hari Id adalah sebagai berikut;
1- Mandi sebelum berangkat untuk shalat Id.
Terdapat riwayat shahih dalam Kitab Al-Muwaththa dan lainnya bahwa
Abdullah bin Umar mandi pada hari Id sebelum berangkat ke tempat shalat.
(Al-Muwaththa, no. 428). An-Nawawi rahimahullah menyebutkan adanya
kesepakatan ulama tentang disunnahkannya mandi untuk shalat Id.
Alasan yang menjadi sebab disunnahkannya mandi pada hari Jumat dan
atau kesempatan lainnya saat kaum muslimin berkumpul secara umum, juga
terdapat pada shalat Id, bahkan boleh jadi pada shalat Id alasan itu
lebih kuat.
2- Makan sebelum shalat Id pada Idul Fitri, dan sesudahnya pada hari Idul Adha.
Termasuk adab pada hari Idul Fitri, tidak berangkat shalat sebelum
memakan beberapa butir korma, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dari
Anas bin Malik, dia berkata, \'Adalah Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam tidak berangkat pada hari Idul Fitri sebelum memakan beberapa
butir korma, dan dia memakannya dengan jumlah ganjil." (HR. Bukhari, no.
953)
Disunnahkannya makan sebelum berangkat shalat sebagai penegasan dalam
hal larangan puasa pada hari itu dan sebagai pengumumannya
dibolehkannya berbuka dan selesainya masa puasa.
Ibnu Hajar memberikan latar belakang masalah ini, yaitu untuk menutup
celah adanya tambahan dalam puasa, dan padanya terdapat sikap segera
menunaikan perintah Allah. (Fathul Bari, 2/446)
Siapa yang tidak mendapatkan korma, hendaknya dia makan sesuatu yang dibolehkan.
Adapun pada Idul Adha, maka yang disunnahkan adalah tidak makan
sebelum kembali dari shalat Id. Hendaknya dia makan dari hewan kurbannya
jika dia menyembelih hewan kurban, jika dia tidak memiliki hewan
kurban, maka tidak mengapa dia makan sebelum shalat Id.
3- Bertakbir Pada Hari Id.
Hal ini termasuk sunnah yang agung pada hari Id, berdasarkan firman Allah Ta\'ala,
ولتكملوا العدة ولتكبروا الله على ما هداكم ولعلكم تشكرون (سورة البقرة: 185)
"Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah: 185)
Dari Walid bin Muslim dia berkata, \'Aku bertanya kepada Al-Auzai dan
Malik bin Anas tentang mengeraskan takbir pada dua Hari Raya.\' Mereka
berdua menjawab, \'Ya, dahulu Ibnu Umar mengeraskan takbir pada hari
Idul Fitri hingga imam datang."
Terdapat riwayat shahih dari Abu Abdurrahman As-Silmi, dia berkata,
\'Mereka para hari Idul Fitri lebih keras dibanding Idul Adha) Waki\'
berkata, \'Yang dimaksud (keras) adalah bertakbir.\' (Lihat Irwa\'ul
Ghalil 3/122)
Sedangkan Daruquthni meriwayatkan bahwa Ibnu Umar apabila berangkat
untuk shaat Idul Fitri dan Idul Adha, bersungguh-sungguh untuk bertakbir
hingga tiba ke tempat shalat, kemudian dia terus bertakbir hingga imam
datang.
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Az-Zuhri,
dia berkata, \'Orang-orang bertakbir pada hari Id hingga mereka keluar
dari rumah-rumah mereka hingga ketika mereka mendatangi tempat shalat
dan hingga imam datang. Apabila imam telah datang, mereka semua diam,
jika imam bertakbir, merekapun bertakbir. (Lihat Irwa\'ul Ghalil, 2/121)
Ibnu Syihab Az-Zuhri rahimahullah berkata, \'Dahulu orang-orang
bertakbir sejak mereka keluar dari rumah-rumah mereka hingga datangnya
imam (ke tempat shalat untuk memulai shalat).
Waktu takbir dalam shalat Idul Fitri dimulai sejak malam Id hingga imam masuk (ke tempat shalat) untuk melakukan shaat Id.
Adapun dalam Idul Adha, maka takbir dimulai sejak hari pertama Dzulhijjah hingga matahari terbenam pada akhir hari tasyrik.
Tata Cara Takbir
Terdapat dalam mushannaf Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih
dari Ibnu Mas\'ud radhiallahu anhu, bahwa dia bertakbir pada hari-hari
Tasyrik (dengan redaksi berikut);
الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر الله أكبر ولله الحمد.
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tiada tuhan yang disembah selain Allah, Allah Maha Besar, bagiNya segala puji.
Ibnu Abi Syaibah juga meriwayatkan lagi dengan redaksi yang sama, hanya saja takbirnya menjadi tiga kali.
Al-Mahamili meriwayatkan dengan sanad yang shahih juga dari Ibnu Mas\'ud (redaksi berikut);
الله أكبر كبيراً الله أكبر كبيراً الله أكبر وأجلّ ، الله أكبر ولله الحمد
Allah Maha Besar, Allahu Maha Besar, Allah Maha Besar dan Agung,
Allah Maha Besar, bagiNya segala puji. (Lihat Irwa\'ul Ghalil, 3/126)
4- Ucapan Selamat
Termasuk adab pada hari Id adalah saling memberikan ucapan selamat
yang baik satu sama lain, apapun redaksinya. Seperti ungkapan,
taqabbalallahu minna wa minkum, atau, Idun Mubarak, atau yang semisalnya
dalam berbagai bentuk redaksi yang dibolehkan.
Dari Jubair bin Nafir, dia berkata, \'Para shahabat Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, apabila berjumpa pada hari Id, mereka satu
sama lain saling mengucapkan, taqabbalallahu minna wa minka.\' Ibnu
Hajar berkata, sanadnya hasan (Fathul Bari, 2/446)
Pemberian ucapan selamat sudah dikenal di kalangan para shahabat,
karenanya para ulama memberikan keringanan dalam hal ini, seperti Imam
Ahmad dan lainnya. Terdapat riwayat yang menunjukkan disyariatkannya
ucapan selamat pada moment-moment tertentu, dan juga tindakan para
shahabat yang memberikan ucapan selamat ketika mendapatkan sesuatu yang
membahagiakan, seperti diterimanya taubat seseorang oleh Allah Ta\'ala
terhadap suatu perkara, lalu mereka berdiri untuk memberikan ucapan
selamat karena itu. Adapula riwayat lainnya.
Tidak diragukan lagi bahwa ucapan selamat termasuk kemuliaan akhlak dan fenomena sosial yang baik di kalangan kaum muslimin.
Paling tidak dalam masalah ini adalah anda membalas ucapan seseorang
yang memberikan ucapan selamat kepada anda, atau anda diam apabila dia
diam (tidak memberikan ucapan selamat), sebagaimana dikatakan oleh Imam
Ahmad rahimahullah, \'Jika seseorang memberikan ucapan selamat kepadaku,
maka akan aku jawab, kalau tidak, aku tidak memulainya.\'
5. Berhias Pada Dua Hari Id
Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma berkata, \'Umar radhiallahu anhu
mengambil (membeli) sebuah jubah dari sutera yang dijual di pasar, lalu
dia mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kemudian
berkata, \'Wahai Rasulullah, belilah ini dan berhiaslah dengannya untuk
Hari Raya dan menyambut tamu.\' Maka Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, "Sesungguhnya ini adalah pakaian orang yang tidak
mendapatkan bagian (di hari kiamat)" (HR. Bukhari, no. 948)
Nabi shallallahu alaihi wa sallam menyetujui tindakan Umar untuk
berhias pada hari Id, akan tetapi yang dia ingkari adalah membeli baju
tersebut, karena terbuat dari sutera.
Dari Jabir radhialahu anhu, dia berkata, Adalah Nabi shallallahu
alaihi wa sallam memiliki gamis yang biasa beliau pakai untuk shalat dua
Hari Raya dan hari Jumat. (Shahih Ibnu Khuzaimah, no. 1765)
Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanad yang shahih bahwa Ibnu Umar memakai pakaian yang paling bagus pada Hari Id.
Maka bagi laki-laki, hendaknya memakai pakaian yang paling bagus ketika berangkat untuk shalat Id.
Adapun wanita, hendaknya dia menjauhi perhiasan apabila dia keluar,
karena dilarang baginya menampakkan perhiasan di hadapan laki-laki non
mahram, demikian pula diharamkan bagi wanita yang hendak keluar untuk
mengenakan wewangian atau mengundang fitnah bagi laki-laki, karena dia
keluar semata-mata untuk beribadah dan ketaatan.
6- Pergi ke tempat shalat melalu suatu jalan dan kembali melalui jalan yang berbeda.
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu anhuma, dia berkata, Nabi
shallallahu alaihi wa sallam pada Hari Id menempuh jalan yang berbeda.
(HR. Bukhari, no. 986)
Ada yang mengatakan bahwa hikmah dari perbuatan tersebut adalah agar
kedua jalan itu menjadi saksi di hadapan Allah pada hari kiamat, sebab
bumi akan berbicara pada hari kiamat terhadap kebaikan atau keburukan
yang dilakukan di atasnya.
Ada pula yang berpendapat, untuk menampakan syiar Islam pada kedua
jalan tersebut. atau untuk menampakkan zikir kepada Allah, atau untuk
menimbulkan rasa gentar terhadap kaum munafik atau orang Yahudi dengan
banyaknya orang bersamanya, atau untuk memenuhi kebutuhan masyarakat,
apakah untuk meminta fatwa, mengajarkan atau memenuhi segala kebutuhan,
atau untuk mengunjungi kerabat dan bersilaturahim.
Wallahua\'lam.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini