Posted by Unknown on Minggu, September 25, 2016 in Materi Kuliah | No comments
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Adanya kecenderungan sekolah-sekolah
membentuk kelas-kelas unggulan atas dasar prestasi akademik dewasa ini patut
dikaji ulang. Apakah kecenderungan itu didasari atas pertimbangan yang sejalan
dengan tujuan pendidikan kita ataukah karena pertimbangan lain sesuai dengan
permintaan pasar yang bersifat sesaat?
Terlepas dari mana yang benar,
fenomena yang muncul dalam sistem persekolahan yang ada sekarang ini cenderung
memperlakukan siswa secara kurang adil dan kurang humanistis. Siswa pandai
diberi label unggul dengan segala fasilitas yang diberikannya, sementara siswa
yang di kelas tak unggul memperoleh label kurang dan predikat negatif yang
lain. Siswa pada kelompok unggul berkompetisi secara keras dan cenderung
individualistik. Sementara siswa di kelas tidak unggul merasa tidak mampu,
frustasi dan selanjutnya menerima keadaan itu.
Persoalan lain yang menunjukan aspek
kompetitif dan individualistik dalam pendidikan kita adalah model pembelajaran
langsung (model pembelajaran konvensional). Pada pembelajaran konvensional,
guru menjadi pusat pembelajaran, berperan mentransfer dan meneruskan (transmit)
informasi sehingga siswa tidak perlu mengkonstruksi ide-idenya. Tingkat
partisipasi siswa sangat terbatas karena arus interaksi didominasi oleh guru.
Bentuk penugasan dalam pembelajaran ini bersifat individual. Sebagai
konsekuensinya, evaluasi yang diterapkan dikelaspun juga individual.
Dalam hal ini, guru perlu menyusun
dan melaksanakan kegiatan belajar mengajar dimana siswa dapat aktif membangun
pengetahuannya sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan kontruktivisme yaitu
keberhasilan belajar tidak hanya bergantung pada lingkungan atau kondisi
belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Keberhasilan dalam proses
pembelajaran dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berkaitan dengan diri siswa,
diantaranya adalah kemampuan, minat, motivasi, keaktifan belajar dan lain-lain.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa, diantaranya adalah
model pembelajaran.
Model pembelajaran memiliki andil
yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan menangkap pelajaran
oleh siswa dapat dipengaruhi dari pemilihan model pembelajaran yang tepat,
sehingga tujuan pembelajaran yang ditetapkan akan tercapai. Terdapat berbagai
macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk
menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal.
Salah satunya yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Wagitan (2006)
menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi salah satu
alternatif karena banyak pendapat yang menyatakan bahwa pembelajaran
aktif termasuk kooperatif mampu meningkatkan
efektivitas pembelajaran. Pembelajaran kooperatif mengutamakan kerjasama
antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menggunakan pembelajaran
kooperatif dapat mengubah peran guru, dari yang berpusat pada gurunya ke
pengelolaan siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Model pembelajaran kooperatif
dapat digunakan untuk mengajarkan materi yang kompleks, dan yang lebih penting
lagi, dapat membantu guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang berdimensi
sosial dan hubungan antar manusia.
Pembelajaran kooperatif memiliki
manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada
siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya. Hal ini dikarenakan dalam
kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk aktif dalam belajar
melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:
1.2.1
Apa
pengertian dari pembelajaran kooperatif?
1.2.2
Apa saja
unsur-unsur dan karakteristik pembelajaran kooperatif?
1.2.3
Apa saja
tipe-tipe dari pembelajaran kooperatif?
1.2.4
Apa
kelebihan dan kekurangan pembelajaran kooperatif?
1.3 Tujuan
Tujuan dari
penyusunan makalah ini yaitu:
1.3.1 Mengetahui
tentang pengertian dari pembelajaran kooperatif.
1.3.2
Mengerti apa
saja unsur-unsur dan karakteristik dari pembelajaran kooperatif.
1.3.3
Mengetahui
tipe-tipe dari pembelajaran kooperatif.
1.3.4 Mengerti
kelebihan dan kekurangan dari pembelajaran kooperatif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pembelajaran Kooperatif
Slavin (1994) menyatakan bahwa
“model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana para
siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama
lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”.
Johnson & Johnson (1987) dalam
Isjoni (2009:17) menyatakan bahwa “pengertian model pembelajaran kooperatif
yaitu mengelompokkan siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar
siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan
mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut”.
Menurut Rustaman (2003:206) dalam www.muhfida.com (2009) “pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang dikembangkan dari teori
kontruktivisme karena mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan
sendiri melalui berpikir rasional”.
Lie (2008:12) menyatakan bahwa
“model pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam
tugas-tugas yang terstruktur”.
Isjoni (2009:15) menyimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif merupakan terjemahan dari istilah cooperative
learning. Cooperative learning berasal dari kata cooperative
yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu
satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim”.
Hasan (1996) menyimpulkan bahwa
kooperatif mengandung pengertian
bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa
secara individual mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya.
Sugandi (2002:14) menyatakan bahwa
“pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja
kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang
bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka
dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok”.
Menurut Sugiyanto (2008:35)
“pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja
sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”.
Malik (2011) menyatakan bahwa
“pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengintegrasikan
keterampilan sosial yang bermuatan akademis untuk sampai kepada pengalaman
individual dan kelompok, saling membantu, berdiskusi, ber- argumentasi dan
saling mengisi untuk memperoleh pemahaman bersama”.
Menurut Wikipedia (2011)
“pembelajaran kooperatif atau cooperative learning merupakan istilah
umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang untuk mendidik kerja
sama kelompok dan interaksi antar siswa”.
Dari beberapa definisi diatas dapat
diperoleh bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran
efektif dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja
sama, berinteraksi, dan bertukar pikiran dalam proses belajar. Dalam
pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman
dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Falsafah yang mendasari pembelajaran
cooperative learning (pembelajaran
gotong royong) dalam pendidikan adalah homo
homini socius yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Model pembelajaran kooperatif sangat
berbeda dengan pengajaran langsung. Di samping model
pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar
akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan
sosial siswa.
2.2 Unsur-Unsur
dan Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
2.2.1
Unsur-Unsur
Pembelajaran Kooperatif
2.2.1.1 Saling
Ketergantungan Positif
Saling
ketergantungan positif menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama
siswa saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal. Tiap
siswa tergantung pada anggota lainnya karena tiap siswa mendapat materi yang
berbeda atau tugas yang berbeda, oleh karena itu siswa satu dengan lainnya
saling membutuhkan karena jika ada siswa yang tidak dapat mengerjakan tugas
tersebut maka tugas kelompoknya tidak dapat diselesaikan.
2.2.1.2 Tanggung
Jawab Perseorangan
Pembelajaran kooperatif juga
ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara
individual. Hasil penilaian individual tersebut selanjutnya disampaikan guru
kepada kelompok agar semua kelompok dapat mengetahui siapa anggota kelompok
yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat memberikan
bantuan. Karena tiap siswa mendapat tugas yang berbeda secara otomatis siswa
tersebut harus mempunyai tanggung jawab untuk mengerjakan tugas tersebut karena
tugas setiap anggota kelompok mempunyai tugas yang berbeda sesuai dengan
kemampuannya yang dimiliki setiap individu.
2.2.1.3 Interaksi
Tatap Muka
Interaksi
tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling bertatap muka
sehingga mereka dapat melalukan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga
dengan sesama siswa. Interaksi semacam ini memungkinkan siswa dapat sa- ling
menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih bervariasi dan ini juga
akan lebih memudahkan siswa dalam belajar. Adanya tatap muka, maka siswa yang
kurang memiliki kemampuan harus dibantu oleh siswa yang lebih mampu me-
ngerjakan tugas individu dalam kelompok tersebut, agar tugas kelompoknya dapat
terselesaikan.
2.2.1.4 Komunikasi
antar Anggota Kelompok
Dalam pembelajaran kooperatif
keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,
mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahan pikiran logis,
tidak mendominasi orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat
dalam menjalin hubungan antar pribadi se- ngaja diajarkan dalam pembelajaran
kooperatif ini.
Unsur ini juga menghendaki agar para
siswa dibekali de- ngan berbagai keterampilan berkomunikasi.Sebelum menugaskan
siswa dalam kelompok, guru perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi, karena
tidak semua siswa mempuanyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan
suatu kelompok tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk sa- ling
mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
Adakalanya siswa perlu diberitahu secara jelas mengenai cara menyanggah
pendapat orang lain tanpa harus menyinggung perasaan orang lain.
2.2.1.5 Evaluasi
Proses Kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu
khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja
sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif. Waktu
evaluasi ini tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa
diadakan selang beberapa waktu setelah beberapa pembelajar terlibat dalam
kegiatan pembelajaran cooperative
learning.
2.2.2
Karakteristik
Pembelajaran Kooperatif
2.2.2.1 Dalam
kelompoknya, siswa haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan”.
2.2.2.2 Siswa
memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompok, di samping
tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang
dihadapi.
2.2.2.3 Siswa
haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan
yang sama.
2.2.2.4 Siswa
haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota
kelompoknya.
2.2.2.5 Siswa akan
diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh
anggota kelompok.
2.2.2.6 Siswa
berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama
selama proses belajarnya.
2.2.2.7 Siswa akan
diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani di dalam
kelompoknya.
2.3 Tipe-Tipe
dari Pembelajaran Kooperatif
Berikut ini adalah beberapa tipe dari model pembelajaran kooperatif.
2.3.1 Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran kooperatif tipe Student
Team Achievement Division (STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkin merupakan pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok
digunakan oleh guru yang baru menggunakan pembelajaran kooperatif. Pembelajaran
kooperatif tipe STAD terdiri dari lima tahapan utama sebagai berikut:
2.3.1.1 Presentasi kelas. Materi pelajaran dipresentasikan
oleh guru dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti presentasi
guru dengan seksama sebagai persiapan untuk mengikuti tes berikutnya.
2.3.1.2 Kerja kelompok. Kelompok terdiri dari 4-5 orang. Dalam
kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama mendiskusikan masalah yang
dihadapi, membandingkan jawaban, atau memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan
bekerja sama dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi
pelajaran.
2.3.1.3 Tes. Setelah kegiatan presentasi guru dan kegiatan
kelompok, siswa diberikan tes secara individual. Dalam menjawab tes, siswa
tidak diperkenankan saling membantu.
2.3.1.4 Peningkatan skor individu. Setiap anggota kelompok
diharapkan mencapai skor tes yang tinggi karena skor ini akan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan skor rata-rata kelompok.
2.3.1.5 Penghargaan kolompok. Kelompok yang mencapai rata-rata
skor tertinggi, diberikan penghargaan.
2.3.2
Tipe Think-Pair-Share
Think-Pair-Share
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh
Frank Lyman dari Universitas Maryland pada tahun 1985. Think-Pair-Share memberikan
kepada para siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling bantu satu
sama lain. Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan suatu sajian
pendek atau para siswa telah selesai membaca suatu tugas. Selanjutnya guru
meminta kepada para siswa untuk menyadari secara serius mengenai apa yang telah
dijelaskan oleh guru atau apa yang telah dibaca. Tahapan pembelajaran
kooperatif tipe Think-Pair-Share adalah sebagai berikut.
2.3.2.1 Berpikir (Think): Guru mengajukan pertanyaan atau
isu yang terkait dengan pelajaran dan siswa diberi waktu untuk memikirkan
pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri.
2.3.2.2 Berpasangan
(Pair): Guru meminta para siswa untuk
berpasangan dan mendiskusikan mengenai apa yang telah dipikirkan. Interaksi
selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama jika suatu pertanyaan
telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika suatu isu khusus telah
diidentifikasi. Biasanya guru mengizinkan tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.
2.3.2.3 Berbagi (Share): Pada langkah akhir ini guru
meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerjasama dengan kelas
secara keseluruhan mengenai apa yang telah mereka bicarakan. Pada langkah ini
akan menjadi efektif jika guru berkeliling kelas dari pasangan satu ke pasangan
yang lain, sehingga seperempat atau setengah dari pasangan-pasangan tersebut
memperoleh kesempatan untuk melapor.
2.3.3
Tipe Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan
diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas, dan
kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins.
Arends (1997) dalam bukunya menyimpulkan dengan kutipan sebagai berikut.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan
materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. ... Model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa
belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang secara heterogen dan
bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas
ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan
materi tersebut kepada anggota kelompok.
2.3.4
Tipe NHT (Numbered Heads Together)
Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered
heads together (Kepala bernomor) dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini
memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa
untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Maksud dari kepala bernomor
yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mendapatkaan
kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam menguasai materi.
Dengan menggunakan model ini, siswa
tidak hanya sekedar paham konsep yang diberikan, tetapi juga memiliki kemampuan
untuk bersosialisasi dengan teman-temannya, belajar mengemukakan pendapat dan
menghargai pendapat teman, rasa kepedulian pada teman satu kelompok agar dapat
menguasai konsep tersebut, siswa dapat saling berbagi ilmu dan informasi,
suasana kelas yang rileks dan menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa yang
mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang
yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan. Adapun langkah-langkah model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered heads together antara lain:
2.3.4.1 Siswa dibagi
dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.
2.3.4.2 Guru
memberikan tugas dan masing-masing kelompok me- ngerjakannya.
2.3.4.3 Kelompok
mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya/menge-tahui jawabannya.
2.3.4.4 Guru
memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil
kerjasama mereka.
2.3.4.5 Tanggapan
dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.
2.3.5
Tipe GI
(Group Investigation)
Pembelajaran kooperatif tipe GI
didasari oleh gagasan John Dewey tentang pendidikan yang menyimpulkan bahwa
kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk
belajar tentang kehidupan di dunia nyata yang bertujuan mengkaji masalah-masalah
sosial dan antar pribadi. Pada dasarnya model ini dirancang untuk membimbing
para siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai hal mengenai masalah
itu, mengumpulkan data yang relevan, mengembangkan dan menguji hipotesis.
Tahapan-tahapan dalam menerapkan pembelajaran kooperatif GI adalah sebagai
berikut:
2.3.5.1 Tahap Pengelompokan (Grouping)
Yaitu tahap mengidentifikasi topik
yang akan diinvestigasi serta mebentuk kelompok investigasi, dengan anggota
tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada tahap ini, yang pertama siswa mengamati
sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori topik permasalahan
kemudian siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang
mereka pilih atau menarik untuk diselidiki, lalu guru membatasi jumlah anggota
masing-masing kelompok antara 4 sampai 5 orang berdasarkan keterampilan dan
keheterogenan.
2.3.5.2 Tahap Perencanaan (Planning)
Tahap Planning atau tahap
perencanaan tugas-tugas pembelajaran. Pada tahap ini siswa bersama-sama
merencanakan tentang: Apa yang mereka pelajari? Bagaimana mereka belajar? Untuk
tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?
2.3.5.3 Tahap Penyelidikan (Investigation)
Tahap Investigation, yaitu
tahap pelaksanaan proyek investigasi siswa. Pada tahap ini, siswa melakukan
kegiatan sebagai berikut: pertama siswa mengumpulkan informasi, menganalisis
data dan membuat simpulkan terkait dengan permasalahan-permasalahan yang
diselidiki, kemudian masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada
setiap kegiatan kelompok, lalu siswa saling bertukar, berdiskusi,
mengklarifikasi dan mempersatukan ide dan pendapat.
2.3.5.4 Tahap Pengorganisasian (Organizing)
Yaitu tahap persiapan laporan akhir.
Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut: pertama anggota kelompok menentukan
pesan-pesan penting dalam proteknya masing-masing, kemudian anggota kelompok merencanakan apa yang akan
mereka laporkan dan bagaimana mempresentasikannya, lalu wakil dari
masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas dalam presentasi
investigasi.
2.3.5.5 Tahap Presentasi (Presenting)
Tahap presenting yaitu tahap penyajian laporan akhir. Kegiatan
pembelajaran di kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut: pertama, penyajian
kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk penyajian,
kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar,
kemudian pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau
tanggapan terhadap topik yang disajikan.
2.3.5.6 Tahap Evaluasi (Evaluating)
Pada tahap evaluating atau
penilaian proses kerja dan hasil proyek siswa. Pada tahap ini, kegiatan guru
atau siswa dalam pembelajaran sebagai berikut: pertama siswa menggabungkan
masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang telah mereka lakukan, dan
tentang pengalaman-pengalaman efektifnya, kemudian guru dan siswa mengkolaborasi,
mengevaluasi tentang pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan penilaian hasil
belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.
2.3.6
Tipe CIRC (Cooperatif Integrated Reading And
Composition)
Pembelajaran
CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish. Pembelajaran
kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model
pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh
kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting.
Dalam model pembelajaran ini, siswa
ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4
atau 5 siswa. Dalam kelompok ini terdapat siswa yang pandai, sedang atau lemah,
dan masing-masing siswa sebaiknya merasa cocok satu sama lain. Dalam kelompok
ini tidak dibedakan jenis kelamin, suku/bangsa, atau tingkat kecerdasan siswa.
Dengan pembelajaran kelompok, diharapkan siswa dapat meningkatkan pikiran
kritisnya, kreatif, dan menumbuhkan rasa sosial yang tinggi. Sebelum dibentuk
kelompok, siswa diajarkan bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok. Siswa
diajari menjadi pendengar yang baik, siswa juga dapat memberikan penjelasan
kepada teman sekelompok, berdiskusi, mendorong teman lain untuk bekerjasama, menghargai pendapat teman lain, dan
sebagainya. Model pembelajaran ini, dibagi menjadi beberapa fase:
2.3.6.1 Fase
Orientasi
Pada fase ini, guru memberikan
pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan diberikan. Selain itu guru juga
memaparkan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kepada siswa.
2.3.6.2 Fase
Organisasi
Guru membagi siswa ke dalam beberapa
kelompok, dengan memperhatikan keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan
tentang materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu menjelaskan mekanisme
diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan selama proses pembelajaran
berlangsung.
2.3.6.3 Fase
Pengenalan Konsep
Dengan cara mengenalkan tentang
suatu konsep baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi.
Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kli- ping,
poster atau media lainnya.
2.3.6.4 Fase
Publikasi
Siswa mengkomunikasikan hasil
temuan-temuannya, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas baik
dalam kelompok maupun di depan kelas.
2.3.6.5 Fase
Penguatan dan Refleksi
Pada fase ini guru memberikan
penguatan berhubungan dengan materi yang dipelajari melalui
penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata dalam kehidupan
sehari-hari. Selanjutnya siswa pun diberi kesempatan untuk mere- fleksikan dan
mengevaluasi hasil pembelajarannya.
2.3.7
Tipe Make A
Match (Membuat Pasangan)
Metode
pembelajaran make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna
Curran tahun 1994. Salah satu keunggulan tehnik ini adalah siswa mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang
menyenangkan. Langkah-langkah penerapan metode make a match sebagai
berikut:
2.3.7.1
Guru menyiapkan beberapa kartu yang
berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi pemilihan, satu bagian
kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2.3.7.2
Setiap siswa mendapatkan sebuah
kartu yang bertuliskan soal/jawaban.
2.3.7.3
Tiap siswa memikirkan jawaban/soal
dari kartu yang dipegang.
2.3.7.4
Setiap siswa mencari pasangan kartu
yang cocok dengan kartunya.
2.3.7.5
Setiap siswa yang dapat mencocokkan
kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
2.3.7.6
Jika siswa tidak dapat mencocokkan
kartunya dengan kartu temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban)
akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama.
2.3.7.7
Setelah satu babak, kartu dikocok
lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian
seterusnya.
2.3.7.8
Siswa juga bisa bergabung dengan 2
atau 3 siswa lainnya yang memegang kartu yang cocok.
2.3.7.9 Guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan
terhadap materi pelajaran.
2.3.8
Tipe Two
Stay Two Stray (TS-TS)
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
(TS-TS) dikembangkan oleh Spencer Kagan. Metode ini bisa digunakan dalam semua
mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia. Metode pembelajaran kooperatif
tipe Two Stay Two
Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan
agar siswa dapat saling bekerjasama, bertanggung jawab, saling membantu
memecahkan masalah dan saling mendorong untuk berprestasi. Metode ini juga
melatih siswa untuk bersosialisasi dengan baik. Langkah-langkah pelaksanaan
model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray seperti yang diungkapkan, antara
lain:
2.3.8.1 Guru membagi
siswa dalam beberapa kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari empat siswa.
Kelompok yang dibentuk pun merupakan kelompok heterogen seperti pada
pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray yang bertujuan untuk memberikan
kesempatan pada siswa untuk saling membelajarkan dan saling mendukung.
2.3.8.2 Guru
memberikan subpokok bahasan pada tiap-tiap kelompok untuk dibahas bersama-sama
dengan anggota kelompoknya masing-masing.
2.3.8.3 Siswa bekerjasama
dalam kelompok beranggotakan empat orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses
berpikir.
2.3.8.4 Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok
meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain.
2.3.8.5 Dua orang
yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi
mereka ke tamu mereka.
2.3.8.6 Tamu mohon
diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari
kelompok lain.
2.3.8.7 Kelompok
mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
2.3.8.8 Masing-masing
kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka.
2.4 Kelebihan
dan Kekurangan dari Pembelajaran Kooperatif
2.4.1 Keunggulan Pembelajaran
Kooperatif.
2.4.1.1
Melalui
model pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru,
tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berfikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
2.4.1.2
Model pembelajaran
kooperatif dapat mengembangkan kemampuan, mengungkapkan ide atau gagasan dengan
kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
2.4.1.3
Model
pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa untuk menhargai orang lain dan menyadari
akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
2.4.1.4
Model
pembelajaran kooperatif dapat memberdayakan setiap siswa untuk lebih
bertanggung jawab dalam belajar.
2.4.1.5
Model
pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan
prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga
diri, hubungan interpersonal yang positif dengan orang lain, mengembangkan
keterampilan, dan sikap positif terhadap sekolah.
2.4.1.6
Model pembelajaran
kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahaman
sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat memecahkan masalah tanpa takut
membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab
kelompoknya.
2.4.1.7
Model
pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa mengelola informasi
dan kemampuan belajar abs- trak menjadi nyata.
2.4.1.8 Interaksi selama kooperatif
berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan berfikir. Hal
ini berguna untuk pendidikan jangka
panjang.
2.4.2 Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif.
2.4.2.1
Guru harus
mempersiapkan pembelajaran secara matang, di- samping itu memerlukan lebih
banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.
2.4.2.2
Agar proses
pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat
dan biaya yang cukup memadai.
2.4.2.3
Selama
kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan
yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
2.4.2.4
Saat diskusi
terkadang didominasi seseorang, hal ini meng-akibatkan siswa yang lain menjadi
pasif.
2.4.2.5
Bisa menjadi tempat
mengobrol atau gosip. Hal ini terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai kedisiplinan dalam
belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu
berlalu begitu saja sehingga tujuan untuk belajar menjadi sia-sia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1
Pembelajaran
kooperatif merupakan salah satu pembelajaran efektif dengan cara membentuk
kelompok-kelompok kecil untuk saling bekerja sama, berinteraksi, dan bertukar
pikiran dalam proses belajar. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
3.1.2
Unsur-unsur
pembelajaran kooperatif yaitu saling ketergantungan positif, interaksi tatap
muka, tanggung jawab perseorangan, komunikasi antar anggota kelompok, evaluasi
proses kelompok. Karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu siswa harus
memiliki tujuan yang sama, rasa saling menolong, saling bertukar pikiran,
saling menghargai, saling membagi tugas, dan dapat dipertanggungjawabkan secara
kolompok.
3.1.3
Tipe-tipe
pembelajaran kooperatif yaitu tipe STAD (Student Team Achievement Division)
yang dikembangkan oleh Slavin tahun 1978, tipe Jigsaw yang
dikembangkan oleh Elliot Arronson
dan temannya tahun 1978, tipe
GI (Group Investigation) oleh Sholomo
Sharan dan temannya tahun 1984, tipe
TSP (Think Pair Share), tipe NHT (Numbered
Heads Together), tipe Two Stay Two Stray (TS-TS) yang dikembangkan
oleh Spencer Kagan, tipe CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition) yang dikembangkan oleh Slavin, Stevans, Madden, dan Farnish, tipe Make A
Match (Membuat Pasangan) dikembangkan
oleh Lorna Curran tahun 1994.
3.1.4
Keunggulan
model pembelajaran kooperatif yaitu: siswa tidak ber- gantung kepada guru,
mampu mengekplorasikan ide dan gagasannya, saling menerima perbedaan, saling
bertukar pendapat, meningkatkan semangat belajar, siswa menjadi aktif.
Kelemahan model pembela- jaran kooperatif yaitu: dibutuhkan tenaga yang lebih
dari guru untuk mengatur siswadan menyiapkan materi, dapat terjadi perdebatan
kecil, siswa lebih cenderung bergurau dengan temannya, membutuhkan fasili- tas
yang memadai, terjadi perluasan masalah sehingga waktu terbuang sia-sia,
terkadang diskusi didominasi seseorang saja sehingga siswa lain menjadi pasif.
3.2 Saran
3.2.1
Untuk para
pengajar dalam proses pembelajaran lebih baik meng- gunakan strategi kooperatif
dengan berbagai tipe seperti penjelasan di atas karena dapat membuat siswa
lebih cepat menerima daripada meng- gunakan strategi yang konvensional.
3.2.2
Apabila
menggunakan pembelajaran kooperatif guru harus selalu mem- bimbing siswa dalam
berdiskusi agar tujuan pembelajaran dapat ter- capai.
3.2.3
Untuk
mendapatkan hasil yang optimal setiap siswa harus aktif dalam berdiskusi dan
harus saling menghargai setiap pendapat, ide, atau ga- gasan dari anggota yang
lain.
DAFTAR
RUJUKAN
Aprilio, M, F. Tanpa tahun. Pembelajaran
Kooperatif, (Online), (www.muhfida.
com/pembelajaran-cooperative-learning.html), diakses 2 November 2011.
Dzaki, M, F. 2009. Pembelajaran
Kooperatif, (Online), (www.penelitian tindakan kelas.blogspot.com/2009/03/pembelajaran-kooperatif-cooperative.
html), diakses 2 November 2011.
Herdian. 2009. Model Pembelajaran
NHT, (Online), (www.herdy07.wordpress.
com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-together.html), diakses 2
November 2011.
Ibrahim. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Surabaya
University Press.
Isjoni. 2009. Cooperative Learning.
Bandung: Alfabeta.
Lie, Anita. 2002. Mempraktikan
Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.
.
Malik, H. 2011. Cooperative Learning,
(Online), (www.edukasi.kompasiana.com/ 2011/11/01/%E2%80%9Ccooperative-learning%E2%80%9D.html), diak- ses
2 November 2011.
Pandoyo. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Rudi. 2011. Pembelajaran Kooperatif
Tipe TPS, (Online), (www.rudyunesa.blog-
spot.com/2011/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-think-pair-share.html), di- akses 2 November 2011.
Slavin, R, E. 2008. Cooperative
Learning. Bandung: Nusa Media
Sofa. 2011. Pembelajaran
Kooperatif Tipe CIRC, (Online), (www.massofa.word-
press.com/2011/07/24/menerapkan-pembelajaran-kooperatif-tipe-circ. html),
diakses 2 November 2011.
Tarmizi. 2008. Pembelajaran
Kooperatif Tipe Make a Match, (Online),
(www.
tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-tipe-make-a-match.html),
diakses 2 November 2011.
Tanpa nama. 2011. Pembelajaran
Kooperatif Tipe TS-TS, (Online), (www.furaha-
sekai.wordpress.com/2011/09/07/pembelajaran-kooperatif-tipe-two-stay-two-stray.html),
diakses 2 November 2011.
Wikipedia. 2011. Pembelajaran Kooperatif, (Online), (www.id.wikipedia.org/
wiki/Pembelajaran_kooperatif.html), diakses
2 November 2011.
Yasa, D. 2008. Pembelajaran Kooperatif Tipe GI, (Online),
(www.ipotes.word-press.com/2008/04/28/pembelajaran-kooperatif-tipe-group-investigation-gi.html),
diakses 2 November 2011.
Yuliatmoko. 2011. Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD, (Online), (www.
yuliatmoko.blogspot.com/2011/10/pembelajaran-kooperatif-tipe-stad.html),
diakses 2 November 2011.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini