Posted by Unknown on Selasa, April 14, 2015 in Islami | No comments
Masa muda merupakan masa sempurnanya pertumbuhan fisik dan kekuatan seorang manusia. Maka ini merupakan nikmat besar dari Allah Ta’ala yang seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-sebaiknya untuk amal kebaikan guna meraih ridha Allah Ta’ala.
Dan sebagimana nikmat-nikmat besar lainnya dalam diri manusia, nikmat
inipun nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,
{أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ. لِيَوْمٍ عَظِيمٍ. يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ}
“Tidakkah
mereka itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada
suatu hari yang besar (dasyat), (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri
menghadap Rabb semesta alam (Allah Ta’ala)” (QS al-Muthaffifiin: 4-6).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak akan bergesar kaki seorang manusia dari sisi Allah, pada hari
kiamat (nanti), sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang
lima (perkara): tentang umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya digunakan untuk apa, hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dibelanjakan, serta bagaimana di mengamalkan ilmunya”[1].
Akan tetapi bersamaan dengan itu, masa muda adalah masa yang penuh
dengan godaan untuk memperturutkan hawa nafsu. Seorang pemuda yang
sedang dalam masa pertumbuhan fisik maupun mental, banyak mengalami
gejolak dalam pikiran maupun jiwanya, yang ini sering menyebabkan dia
mengalami keguncangan dalam hidup dan berusaha sekuat tenaga untuk
melepaskan diri dari berbagai masalah tersebut[2].
Dalam kondisi seperti ini, tentu peluang untuk terjerumus ke dalam
keburukan dan kesesatan yang dibisikkan oleh setan sangat besar sekali,
apalagi Iblis yang telah bersumpah di hadapan Allah U bahwa dia akan
menyesatkan manusia dari jalan-Nya dengan semua cara yang mampu
dilakukannya, tentu dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini.
Allah Ta’ala berfirman,
{قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ
الْمُسْتَقِيمَ. ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ
خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ
أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ}
“Iblis
berkata: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar
akan (menghalangi-halangi) manusia dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian
saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari
kanan dan dari kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan
mereka bersyukur (taat)” (QS al-A’raaf: 16-17).
Di sinilah terlihat peran besar agama Islam sebagai petunjuk yang diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada umat manusia untuk kebaikan dan kemaslahatan hidup mereka di dunia dan akhirat.
Agama Islam sangat memberikan perhatian besar kepada upaya perbaikan
mental para pemuda. Karena generasi muda hari ini adalah para pemeran
utama di masa mendatang, dan mereka adalah pondasi yang menopang masa
depan umat ini.
Oleh karena itulah, banyak ayat al-Qur’an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menghasung kita untuk membina dan mengarahkan para pemuda kepada
kebaikan. Karena jika mereka baik maka umat ini akan memiliki masa depan
yang cerah, dan generasi tua akan digantikan dengan generasi muda yang
shaleh, insya Allah[3].
Pemuda yang dijanjikan akan mendapatkan naungan Allah Ta’ala
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ … وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ»
“Ada
tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan
(Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali
naungan-Nya: …Dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan)
kepada Allah …”[4].
Hadits yang agung ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Islam
terhadap hal-hal yang mendatangkan kebaikan bagi seorang pemuda muslim
sekaligus menjelaskan keutamaan besar bagi seorang pemuda yang memiliki
sifat yang disebutkan dalam hadits ini.
Syaikh Salim al-Hilali berkata: “(Hadits ini menunjukkan) keutamaan
pemuda yang tumbuh dalam dalam ketaatan kepada Allah, sehingga dia
selalu menjauhi perbuatan maksiat dan keburukan”[5].
Imam Abul ‘Ula al-Mubarakfuri berkata: “(Dalam hadits ini) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhusukan
(penyebutan) “seorang pemuda” karena (usia) muda adalah (masa yang)
berpotensi besar untuk didominasi oleh nafsu syahwat, disebabkan kuatnya
pendorong untuk mengikuti hawa nafsu pada diri seorang pemuda, maka
dalam kondisi seperti ini untuk berkomitmen dalam ibadah (ketaatan)
kepada Allah (tentu) lebih sulit dan ini menunjukkan kuatnya (nilai)
ketakwaan (dalam diri orang tersebut)”[6].
Dalam hadits lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَعْجَبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ»
“Sesungguhnya Allah Ta’ala benar-benar kagum terhadap seorang pemuda yang tidak memliki shabwah”[7].
Artinya: pemuda yang tidak memperturutkan hawa nafsunya, dengan dia
membiasakan dirinya melakukan kebaikan dan berusaha keras menjauhi
keburukan[8].
Inilah sosok pemuda muslim yang dicintai oleh Allah Ta’ala dan pandai mensyukuri nikmat besar yang Allah Ta’ala anugrahkan
kepadanya, serta mampu berjuang menundukkan hawa nafsunya pada
saat-saat tarikan nafsu sedang kuat-kuatnya menjerat seorang manusia.
Ini tentu merupakan hal yang sangat sulit dan berat, maka wajar jika
kemudian Allah Ta’ala memberikan balasan pahala dan keutamaan besar baginya.
Bimbingan Islam untuk meluruskan akhlak para pemuda
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-‘Utsaimin berkata, “Sesungguhnya
sebab-sebab (yang mendukung terjadinya) penyimpangan dan (banyak)
masalah (di kalangan) para pemuda sangat banyak dan bermacam-macam,
karena manusia di masa remaja akan mengalami pertumbuhan besar pada
fisik, pikiran dan akalnya. Karena masa remaja adalah masa pertumbuhan,
sehingga timbullah perubahan yang sangat cepat (pada dirinya). Oleh
karena itulah, dalam masa ini sangat dibutuhkan tersedianya
sarana-sarana untuk membatasi diri, mengekang nafsu dan pengarahan yang
bijaksana untuk menuntun ke jalan yang lurus”[9].
Kemudian syaikh al-‘Utsaimin menjelaskan sebab-sebab yang harus ditempuh
untuk memperbaiki ahklak para pemuda berdasarkan petunjuk agama Islam[10], di antaranya adalah:
1. Memanfaatkan waktu luang secara maksimal
Waktu luang bisa menjadi penyakit yang membinasakan pikiran, akal dan
potensi fisik manusia, karena diri manusia harus beraktifitas dan
berbuat. Jika diri manusia tidak beraktifitas maka pikirannya akan beku,
akalnya akan buntu dan aktifitas dirinya akan lemah, sehingga hatinya
akan dikuasai bisikan-bisikan pemikiran buruk, yang terkadang akan
melahirkan keinginan-keinginan buruk…
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
«نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ»
“Ada dua nikmat (dari Allah Ta’ala) yang kurang diperhatikan oleh banyak manusia (yaitu) kesehatan dan waktu luang”[11].
Untuk mengatasi hal ini, hendaknya seorang pemuda berupaya (untuk
mengisi waktu luangnya) dengan kegiatan yang cocok (dan bermanfaat)
untuknya, seperti membaca, menulis, berwiraswasta atau kegiatan lainnya,
untuk menghindari kekosongan aktifitas dirinya, dan menjadikannya
sebagai anggota masyarakat yang berbuat (kebaikan) untuk dirinya dan
orang lain.
2. Memilih teman bergaul yang baik
Hal ini sangat mempengaruhi akal, pikiran dan tingkah laku para pemuda. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
المرء على دين خليله، فلينظر أحدكم من يخالل
“Seorang manusia akan mengikuti agama teman dekatnya, maka hendaknya
salah seorang darimu melihat siapa yang dijadikan teman dekatnya”[12].
Dalam hadits lain, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul)
yang buruk (adalah) seperti pembawa (penjual) minyak wangi dan peniup al-kiir (tempat
menempa besi), maka penjual minyak wangi bisa jadi dia memberimu minyak
wangi, atau kamu membeli (minyak wangi) darinya, atau (minimal) kamu
akan mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kiir (tempat
menempa besi) bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal)
kamu akan mencium aroma yang tidak sedap darinya”[13].
Hadits yang mulia ini menunjukkan keutamaan duduk dan bergaul dengan
orang-orang yang baik akhlak dan tingkah lakunya, karena pengaruh baik
yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka, sekaligus menunjukkan
larangan bergaul dengan orang-orang yang buruk akhlaknya dan pelaku maksiat karena pengaruh buruk yang ditimbulkan dengan selalu menyertai mereka[14].
Oleh karena itu, hendaknya seorang pemuda berusaha mencari teman bergaul
orang-orang yang baik dan shaleh serta berakal, agar dia bisa mengambil
manfaat dari kebaikan, keshalehan dan akalnya. Maka hendaknya seorang
pemuda menimbang keadaan orang-orang yang akan dijadikan teman
bergaulnya, dengan meneliti keadaan dan akhlak mereka.
3. Memilih sumber bacaan yang baik dan bermanfaat
Mengkonsumsi sumber-sumber bacaan yang merusak, baik berupa artikel,
surat kabar, majalah dan lain-lain, akan menyebabkan pendangkalan akidah
dan agama seseorang, serta menjerumuskannya ke dalam jurang kebinasaan,
kekafiran dan keburukan akhlak.
Khususnya jika pemuda tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan
agama yang kuat dan pola pikir yang benar untuk dapat membedakan antara
yang benar dan yang salah, serta yang bermanfaat dan membinasakan.
Untuk mengatasi masalah ini, hendaknya seorang pemuda menjauhi
sumber-sumber bacaan tersebut, dan beralih kepada sumber-sumber bacaan
lain yang akan menumbuhkan dalam hatinya kecintaan kepada Allah dan
Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
serta menyuburkan keimanan dan amal shaleh dalam dirinya. Dan hendaknya
dia bersabar dalam melakukan semua itu, karena hawa nafsunya akan
menuntut dia dengan keras untuk kembali membaca bacaan-bacaan yang telah
biasa dikonsumsinya, dan menjadikannya bosan serta jenuh untuk membaca
bacaan-bacaan lain yang bermanfaat. Ibaratnya seperti orang yang
berusaha melawan hawa nafsunya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah,
tapi nafsunya enggan dan selalu ingin melakukan perbuatan yang sia-sia
dan salah.
Sumber bacaan bermanfaat yang paling penting adalah al-Qur’an dan kitab-kitab tafsir yang berisi riwayat-riwayat tafsir yang shahih dan penafsiran akal yang benar. Demikian juga hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama ahlus sunnah berdasarkan dua sumber hukum Islam ini.
Penutup
Demikianlah, semoga tulisan ringkas ini bermanfaat dan menjadi motivasi
bagi kaum muslimin, terutama para pemuda, untuk mengusahakan kebaikan
bagi dirinya dan membiasakan dirinya untuk selalu menetapi amal shaleh
dan ibadah kepada Allah Ta’ala, agar mereka termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mendapatkan keutamaan dan kemuliaan besar dari Allah Ta’ala, sebagimana dalam hadits-hadits yang tersebut di atas.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
[1] HR at-Tirmidzi (no. 2416) dan lain-lain, dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani.
[2] Lihat keterangan syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin dalam kitab “Min musykilaatisy syabaab” (hal. 5).
[3] Ibid (hal. 6).
[4] HSR al-Bukhari (no. 1357) dan Muslim (no. 1031).
[5] Kitab “Bahjatun naazhiriin” (1/445).
[6] Kitab “Tuhfatul ahwadzi” (7/57).
[7] HR
Ahmad (2/263), ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabir” (17/309) dan
lain-lain, dinyatakan shahih dengan berbagai jalurnya oleh syaikh
al-Albani dalam “ash-Shahiihah” (no. 2843).
[8] Lihat kitab “Faidhul Qadiir” (2/263).
[9] Kitab “Min musykilaatisy syabaab” (hal. 12).
[10] Ibid (hal. 12-16) dengan ringkas dan tambahan dari penulis.
[11] HSR al-Bukhari (no. 6049).
[12] HR
Abu Dawud (no. 4833), at-Tirmidzi (no. 2378) dan al-Hakim (4/189),
dinyatakan shahih oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi, serta
dihasankan oleh syaikh al-Albani.
[13] HSR al-Bukhari (no. 5214) dan Muslim (no. 2628).
[14] Lihat kitab “Syarhu shahiihi Muslim” (16/178) dan “Faidhul Qadiir” (3/4).
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini