Posted by Unknown on Selasa, April 14, 2015 in Islami | No comments
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Permasalahan satu ini sering jadi perdebatan di kalangan para ikhwah.
Apakah dalam tasyahud mesti menggerakkan jari telunjuk, atau jarinya
dalam keadaan diam saja. Untuk masalah yang satu ini, kami cuma menukil
penjelasan dari salah seorang ulama saja tentang status hadits
menggerak-gerakkan jari. Kami tidak sampai berpanjang lebar dalam
membahas hal ini karena ternyata di dunia maya juga sudah dibahas oleh ustadz lainnya. Sehingga kami cukupkan dengan penjelasan singkat dari ulama Mesir, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi hafizhohullah dalam kitab beliau Syarh ‘Ilalil Hadits. Semoga bermanfaat.
Syaikh Musthafa Al ‘Adawi berkata,
Mengenai ziyadah (tambahan) lafazh “yuharrikuhaa” (يحركها)
yaitu pada hadits yang membicarakan isyarat dengan telunjuk ketika
tasyahud, hadits tersebut diriwayatkan dalam beberapa kitab. Sumbernya
adalah dari ‘Ashim bin Kulaib, dari ayahnya. Dari Wail bin Hujr, ia
berkata,
“Aku katakan, “Sungguh, aku memperhatikan shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bagaimana beliau melakukan shalat.” Ia berkata, “Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri
dan menghadap kiblat, lalu bertakbir, lalu ia mengangkat kedua
tangannya hingga sejajar kedua telinga, dan meletakkan tangan kanannya
di atas punggung telapak tangan kirinya.” Kemudian saat akan ruku’
beliau mengangkat kedua tangannya seperti itu juga. Ketika sujud, beliau
meletakkan kepalanya dengan posisi berada di depannya. Kemudian setelah
itu beliau duduk iftirosy (menduduki
kakinya yang kiri). Lantas ketika itu beliau letakkan tangan kirinya di
atas paha kirinya, sedangkan siku kanannya diletakkan di atas paha
kanannya. Beliau menggenggam dua jarinya dan membuat lingkaran. Aku
melihatnya berkata seperti itu. Yaitu beliau membentuk lingkaran dengan
jari jempol dan jari tengah (menurut salah satu riwayat). Lalu beliau
berisyarat dengan jari telunjuk.
Perkataan kita sekarang adalah pada lafazh “asyaro bis-sabaabah”,
artinya beliau berisyarat dengan jari telunjuk. Mayoritas perowi
meriwayatkan hadits seperti itu, yaitu dikatakan “beliau berisyarat
dengan jari telunjuk”. Sebagian perowi berkata lagi, “Beliau berisyarat
dengan jari telunjuk dan berdoa dengannya.”
Adapun Zaidah bin Qudamah, beliau meriwayatkan hadits dengan lafazh, “Kemudian beliau mengangkat jarinya, maka aku melihat beliau menggerak-gerakkan jarinya lantas beliau berdoa dengannya.” Zaidah rahimahullah bersendirian
dalam meriwayatkan hal ini berbeda dengan perowi yang lain. Bedanya
beliau adalah karena adanya tambahan lafazh “yuharrikuhaa”, artinya
beliau menggerak-gerakkan jarinya.
Zaidah bin Qudamah itu tsiqoh (kredibel) dan orang yang mulia, semoga
Allah merahmati beliau. Beliau juga dipandang sebagai orang yang tsiqah (kredibel) dan muthqin (kokoh
hafalannya). Akan tetapi, mayoritas perowi tidak menyebutkan
sebagaimana yang disebutkan oleh Zaidah. Sehingga dari sini kita diamkan
tambahan yang dibuat oleh Zaidah yaitu tambahan “yuharrikuhaa”, artinya
beliau menggerak-gerakkan jarinya. Berikut adalah tabel sebagai
penjelas yang kami maksudkan. Wabillahit taufiq.
Sebagaimana yang Anda lihat, Zaidah hanya bersendirian dalam meriwayatkan lafazh “yuharrikuha” (beliau menggerak-gerakkan jarinya).
Ibnu Khuzaimah rahimahullah berkata, “Tidak ada dalam satu riwayat yang menyebutkan “yuharrikuha” kecuali dari riwayat Zaidah di mana beliau (bersendirian) menyebutkannya.”
Al Baihaqi rahimahullah berkata, “Boleh jadi yang dimaksud dengan yuharrikuha (menggerak-gerakkan jari) adalah hanya berisyarat dengannya, bukan yang
dimaksud adalah menggerak-gerakkan jari. Sehingga jika dimaknai seperti
ini maka jadi sinkronlah dengan riwayat Ibnu Az Zubair. Wallahu a’lam.”
Aku (Syaikh Mushthafa Al ‘Adawi) berkata, “Riwayat Ibnu Az Zubair yang dikeluarkan oleh Muslim hanya menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya berisyarat saja dan tidak disebutkan menggerak-gerakkan jari (Syarh ‘Ilalil Hadits, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, Maktabah Makkah, 168-170)
***
Pembahasan secara lengkap tentang hal ini telah dibahas oleh Al Ustadz Abu Muawiyah hafizhohullah, yang dinukil dari Majalah An Nashihah. Silakan lihat di sini.
Sekali lagi ini adalah masalah khilafiyah, jadi kami pun menghargai pendapat lainnya. Namun demikianlah pendapat yang kami pegang berdasarkan penelitian dari hadits-hadits yang ada sesuai dengan keterbatasan ilmu yang ada pada kami.
Catatan yang perlu diperhatikan, tidaklah usah merasa aneh jika ada yang
tidak menggerak-gerakkan jari ketika tasyahud. Sebagaimana tidak perlu
merasa aneh jika ada yang menggerak-gerakkan jari karena sebagian ulama
berpendapat seperti ini. Namun sebaik-baik pendapat yang diikuti adalah
yang berpegang pada pendapat yang kuat. Jika yakin bahwa hadits menggerak-gerakkan jari itu lemah karena menyelisihi banyak perowi yang lebih tsiqoh,
maka sudah sepatutnya yang diikuti adalah yang yakin yaitu tidak
menggerak-gerakkan jari. Namun ingat, tetaplah tolerir dengan pendapat
lainnya karena masalah ini masih dalam tataran khilafiyah (silang
pendapat antara para ulama). Wallahu a’lam bish showab.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini