Posted by Unknown on Sabtu, April 18, 2015 in Islami | No comments
سم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وكفى والصلاة والسلام على نبيه المصطفى، أما بعد
Khalifah kaum muslimin yang keempat ketiga Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu jika melihat perkuburan beliau menangis mengucurkan air mata hingga membasahi jenggotnya.
Suatu hari ada seorang yang bertanya:
تذكر الجنة والنار ولا تبكي وتبكي من هذا؟
“Tatkala mengingat surga dan neraka engkau tidak menangis, mengapa engkau menangis ketika melihat perkuburan?” Utsman pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن القبر أول منازل الآخرة فإن نجا منه فما بعده أيسر منه وإن لم ينج منه فما بعده أشد منه
“Sesungguhnya
liang kubur adalah awal perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat dari
(siksaan)nya maka perjalanan selanjutnya akan lebih mudah. Namun jika
ia tidak selamat dari (siksaan)nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih
kejam.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “hasan gharib”. Syaikh al-Albani menghasankannya dalam Misykah al-Mashabih)
Bagaimanakah
perjalanan seseorang jika ia telah masuk di alam kubur? Hadits panjang
al-Bara’ bin ‘Azib yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan
oleh Imam al-Hakim dan Syaikh al-Albani menceritakan perjalanan para
manusia di alam kuburnya:
Suatu
hari kami mengantarkan jenazah salah seorang sahabat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dari golongan Anshar. Sesampainya di perkuburan, liang
lahad masih digali. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
duduk (menanti) dan kami juga duduk terdiam di sekitarnya seakan-akan di
atas kepala kami ada burung gagak yang hinggap. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam memainkan sepotong dahan di tangannya ke tanah, lalu
beliau mengangkat kepalanya seraya bersabda, “Mohonlah perlindungan
kepada Allah dari adzab kubur!” Beliau ulangi perintah ini dua atau tiga
kali.
Kemudian
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya seorang yang
beriman sudah tidak lagi menginginkan dunia dan telah mengharapkan
akhirat (sakaratul maut), turunlah dari langit para malaikat yang
bermuka cerah secerah sinar matahari. Mereka membawa kain kafan dan
wewangian dari surga lalu duduk di sekeliling mukmin tersebut sejauh
mata memandang. Setelah itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan
mengambil posisi di arah kepala mukmin tersebut. Malaikat pencabut nyawa
itu berkata, ‘Wahai nyawa yang mulia keluarlah engkau untuk menjemput
ampunan Allah dan keridhaan-Nya’. Maka nyawa itu (dengan mudahnya)
keluar dari tubuh mukmin tersebut seperti lancarnya air yang mengalir
dari mulut sebuah kendil. Lalu nyawa tersebut diambil oleh malaikat
pencabut nyawa dan dalam sekejap mata diserahkan kepada para malaikat
yang berwajah cerah tadi lalu dibungkus dengan kafan surga dan diberi
wewangian darinya pula. Hingga terciumlah bau harum seharum wewangian
yang paling harum di muka bumi.
Kemudian
nyawa yang telah dikafani itu diangkat ke langit. Setiap melewati
sekelompok malaikat di langit mereka bertanya, ‘Nyawa siapakah yang amat
mulia itu?’ ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’, jawab para malaikat
yang mengawalnya dengan menyebutkan namanya yang terbaik ketika di
dunia. Sesampainya di langit dunia mereka meminta izin untuk
memasukinya, lalu diizinkan. Maka seluruh malaikat yang ada di langit
itu ikut mengantarkannya menuju langit berikutnya. Hingga mereka sampai
di langit ketujuh. Di sanalah Allah berfirman, ‘Tulislah nama hambaku
ini di dalam kitab ‘Iliyyin. Lalu kembalikanlah ia ke (jasadnya di)
bumi, karena darinyalah Aku ciptakan mereka (para manusia), dan
kepadanyalah Aku akan kembalikan, serta darinyalah mereka akan Ku
bangkitkan.’
Lalu
nyawa tersebut dikembalikan ke jasadnya di dunia. Lantas datanglah dua
orang malaikat yang memerintahkannya untuk duduk. Mereka berdua
bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Rabbku adalah Allah’ jawabnya. Mereka
berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’, ‘Agamaku Islam’ sahutnya.
Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk
kalian?’ “Beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam”
jawabnya. ‘Dari mana engkau tahu?’ tanya mereka berdua. ‘Aku membaca
Al-Qur’an lalu aku mengimaninya dan mempercayainya’. Tiba-tiba
terdengarlah suara dari langit yang menyeru, ‘(Jawaban) hamba-Ku benar!
Maka hamparkanlah surga baginya, berilah dia pakaian darinya lalu
bukakanlah pintu ke arahnya’. Maka menghembuslah angin segar dan
harumnya surga (memasuki kuburannya) lalu kuburannya diluaskan sepanjang
mata memandang.
Saat
itu datanglah seorang (pemuda asing) yang amat tampan memakai pakaian
yang sangat indah dan berbau harum sekali, seraya berkata,
‘Bergembiralah, inilah hari yang telah dijanjikan dulu bagimu’. Mukmin
tadi bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kebaikan’. ‘Aku
adalah amal salehmu’ jawabnya. Si mukmin tadi pun berkata, ‘Wahai Rabbku
(segerakanlah datangnya) hari kiamat, karena aku ingin bertemu dengan keluarga dan hartaku.
Adapun
orang kafir, di saat dia dalam keadaan tidak mengharapkan akhirat dan
masih menginginkan (keindahan) duniawi, turunlah dari langit malaikat
yang bermuka hitam sambil membawa kain mori kasar. Lalu mereka duduk di
sekelilingnya. Saat itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan duduk di
arah kepalanya seraya berkata, ‘Wahai nyawa yang hina keluarlah dan
jemputlah kemurkaan dan kemarahan Allah!’. Maka nyawa orang kafir tadi
‘berlarian’ di sekujur tubuhnya. Maka malaikat pencabut nyawa tadi
mencabut nyawa tersebut (dengan paksa), sebagaimana seseorang yang
menarik besi beruji yang menempel di kapas basah. Begitu nyawa tersebut
sudah berada di tangan malaikat pencabut nyawa, sekejap mata diambil
oleh para malaikat bermuka hitam yang ada di sekelilingnya, lalu nyawa
tadi segera dibungkus dengan kain mori kasar. Tiba-tiba terciumlah bau
busuk sebusuk bangkai yang paling busuk di muka bumi.
Lalu
nyawa tadi dibawa ke langit. Setiap mereka melewati segerombolan
malaikat mereka selalu ditanya, ‘Nyawa siapakah yang amat hina ini?’,
‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’ jawab mereka dengan namanya yang
terburuk ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia, mereka minta izin
untuk memasukinya, namun tidak diizinkan. Rasulullah membaca firman
Allah:
لا تفتح لهم أبواب السماء ولا يدخلون الجنة حتى يلج الجمل في سم الخياط
“Tidak
akan dibukakan bagi mereka (orang-orang kafir) pintu-pintu langit dan
mereka tidak akan masuk surga, sampai seandainya unta bisa memasuki
lobang jarum sekalipun.” (QS. Al-A’raf: 40)
Saat
itu Allah berfirman, ‘Tulislah namanya di dalam Sijjin di bawah bumi’,
Kemudian nyawa itu dicampakkan (dengan hina dina). Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ta’ala:
وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيْحُ فِي مَكَانٍ سَحِيْقٍ
“Barang
siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah
jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke
tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 31)
Kemudian
nyawa tadi dikembalikan ke jasadnya, hingga datanglah dua orang
malaikat yang mendudukannya seraya bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Hah
hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah
agamamu?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ sahutnya. Mereka berdua bertanya
lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Hah hah… aku
tidak tahu’ jawabnya. Saat itu terdengar seruan dari langit, ‘Hamba-Ku
telah berdusta! Hamparkan neraka baginya dan bukakan pintu ke arahnya’.
Maka hawa panas dan bau busuk neraka pun bertiup ke dalam kuburannya.
Lalu kuburannya di ‘press’ (oleh Allah) hingga tulang belulangnya (pecah
dan) menancap satu sama lainnya.
Tiba-tiba
datanglah seorang yang bermuka amat buruk memakai pakaian kotor dan
berbau sangat busuk, seraya berkata, ‘Aku datang membawa kabar buruk
untukmu, hari ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu’. Orang kafir
itu seraya bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kesialan!’,
‘Aku adalah dosa-dosamu’ jawabnya. ‘Wahai Rabbku, janganlah engkau
datangkan hari kiamat’ seru orang kafir tadi. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (XXX/499-503) dan dishahihkan oleh al-Hakim dalam Al-Mustadrak (I/39) dan al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hal. 156)
Itulah dua model kehidupan orang yang telah masuk liang kubur. Jika kita
menginginkan untuk menjadi orang yang dibukakan baginya pintu ke surga
dan diluaskan liang kuburnya seluas mata memandang maka mari kita
berusaha untuk memperbanyak untuk beramal saleh di dunia ini.
Suatu amalan tidak akan dianggap saleh hingga memenuhi dua syarat:
- Ikhlas
- Sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an maupun hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan landasan dua syarat di atas.
Di antara dalil syarat pertama adalah firman Allah ta’ala:
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ
“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan
ketaatan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Di antara dalil syarat kedua adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan petunjukku, maka amalan itu akan ditolak.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya (III/1344 no 1718))
Allah menghimpun dua syarat ini dalam firman-Nya di akhir surat Al-Kahfi:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ
إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا
صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barang
siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun
dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Maka mari kita manfaatkan kehidupan dunia yang hanya sementara ini untuk
benar-benar beramal saleh. Semoga kelak kita mendapatkan kenikmatan di
alam kubur serta dihindarkan dari siksaan di dalamnya, amin.
Wallahu ta’ala a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyyina muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
Tulisan
ini terinspirasi dari kitab Majalis Al-Mu’minin Fi Mashalih Ad-Dun-Ya
Wa Ad-Din Bi Ightinam Mawasim Rabb Al-’Alamin, karya Fu’ad bin Abdul
Aziz asy-Syahlub (II/83-86)
***
Penulis: Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah Zaen, Lc.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini