Posted by Unknown on Jumat, April 10, 2015 in Islami | No comments
Dalam Al-Quran, tepatnya Surat Thaha ayat ke-131, Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَىٰ مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا
مِّنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ ۚ وَرِزْقُ
رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang
telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga
kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu
adalah lebih baik dan lebih kekal.”
Sementara itu Imam Al-Bukhari no. 1465 dan Imam Muslim no. 1052 meriwayatkan dari shahabat Abu Sa’id Al-Khudri –radhiyallahu ‘anhu-, ujarnya, “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam duduk di mimbar sedangkan kami duduk di sekelilin beliau. Beliau bersabda,
إِنَّ مِمَّا أَخَافُ عَلَيْكُمْ من بعدي ما يفتح عليكم من زهرة الدنيا و زينتها
“Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan pada diri kalian
setelah peninggalanku ialah dibukakannya bunga dunia dan
pernak-perniknya untuk kalian.”
Pada ayat dan hadits tersebut di atas, kehidupan dunia diibaratkan
sebagai bunga. Pertanyaaannya, apakah hubungan antara dunia dan bunga
sehingga bunga dijadikan sebagai sample kehidupan dunia? Jawabannya dapat kita telaah sebagai berikut.
Ketika suatu tanaman yang hendak mengeluarkan buahnya, biasanya diawali
dengan kemunculan bunga. Kadang kala bunga itu terlihat indah dan di
saat lain terlihat begitu sangat menawan. Bahkan terkadang tidak sedikit
orang yang memandangnya berhasrat untuk memetiknya dan dibawanya pergi.
Namun tahukah kita sekiranya bunga tadi benar-benar dipetik sebelum
berubah menjadi buah? Ternyata tidak akan berapa lama kemudian akan
segera layu dan pada akhirnya akan dicampakan oleh sang pemetiknya.
Memang jika masih berada di tangkai, terlihat begitu mempesona, namun
jika diambil saat itu juga maka yang terjadi adalah malah justru menjadi
layu, tak tahan lama. Berbeda ceritanya jika kita biarkan bunga itu
terus berada di tangkainya sedikit agak lebih lama, tentu bunga tersebut
akan berubah menjadi buah yang tidak saja indah dan menyejukkan
pandangan jika dilihat, akan tetapi juga dapat dikonsumsi.
Dan gambaran dunia pun dapat dipastikan sebagaimana kisah bunga di atas.
Kehidupan dunia itu terlihat begitu indah menawan di mata siapa saja
yang melihat dan memandangnya. Tahta, jabatan, wanita, keturunan, harta,
benda, dan seterusnya. Keseluruhannya itu nampak begitu menggoda dan
membuai normalnya jiwa manusia tergoda dan berhasrat untuk menggapai dan
menikmatinya. Akan tetapi sungguh, segala yang terlihat indah di mata
itu sejatinya akan jauh lebih indah jika ditunggu sebentar saja nanti
ketika datang kampung kekelan di akhirat. Adapun orang-orang yang
terlena dan tergoda sehingga tak dapat menahan kecuali memetik dan
menikmatinya, sungguh cepat ataupun lambat segala sesuatu yang
dinikmatinya itu akan layu dan nampak suram dan bencana yang sangat
mencekam. Demikianlah Allah menguji hamba-hamba-Nya agar dapat terlihat
mana di antara mereka yang benar-benar jujur dan taat mematuhi segala
titah-Nya, dan mana di antara mereka yang terburu-buru menikmati
keindahan sebelum datang waktunya.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah mengatakan, bahwa
dunia itu laksana surga bagi orang kafir, dan penjara bagi orang mukmin
(HR Muslim). Kenapa? Karena di dunia itu dipenuhi aturan-aturan yang
sama sekali tak boleh diterjang. Ada halal-haram, ada perintah-larangan,
ada ini dan itu. Kerap kali untuk menjalankan suatu perintah, harus
meninggalkan beberapa perkara yang nampak indah dan di saat tertentu
harus menelan rasa pahit. Seluruh perintah ini hanya akan dilaksanakn
oleh orang-orang mukmin karena meraka bersabar dan yakin bahwa kehidupan
sebenarnya yang terdapat berbagai kenikmatan hanya akan ada di akhirat,
di dunia bukanlah tempat berfoya-foya dan leyeh-leyeh. Dalam sebuah kaedah agung disebutkan,
من تركَ شيئًا للهِ ، عوَّضهُ اللهُ خيرًا منه
“Orang yang meninggalkan sesuatu karena Allah, pasti Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik untuknya”
Sedangkan orang kafir terburu-buru dan tidak sabar menikmati kemewahan
dunia yang tak ubahnya fatamorgana. Di dunia mereka berfoya-foya dengan
disertai ejekan dan cemoohan pada orang-orang yang mau bersabar, kelak
orang-orang kafir itu akan merasakan akibatnya. Ketika mereka sudah
merasakan indahnya dunia, kelak di negeri kekal tak akan lagi merasakan
indahnya surga. Nerakalah tempat teduh mereka.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ *
وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ * وَإِذَا انقَلَبُوا إِلَىٰ
أَهْلِهِمُ انقَلَبُوا فَكِهِينَ * وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ
هَٰؤُلَاءِ لَضَالُّونَ * وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ *
فَالْيَوْمَ الَّذِينَ آمَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ * عَلَى
الْأَرَائِكِ يَنظُرُونَ * هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوا
يَفْعَلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang yang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mukmin, mereka mengatakan: “Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat”, padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mukmin. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS Al-Muthaffifin: 29-36).
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
مَّن كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَن
نُّرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا
مَّدْحُورًا* وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَىٰ لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ
مُؤْمِنٌ فَأُولَٰئِكَ كَانَ سَعْيُهُم مَّشْكُورًا
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka
Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang
yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan
memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang
menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah
orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.” (QS Al-Isra’: 18-19).
Dalam sebuah kaidah fikih disebutkan sebagai berikut,
مَنِ اسْتَعْجَلَ الشَّيْءَ قَبْلَ أَوَانِهِ عُوْقِبَ بِحِرْمَانِهِ
“Orang yang terburu-buru melakukan sesuatu sebelum saatnya, akan diharamkan melakukannya (setelah datang waktunya).”
Contoh kongkrit selain orang kafir yang tak sabar menikmati dunia ialah seperti apa yang dikatakan oleh baginda Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi Wasallam, “Janganlah kalian memakai sutera, karena barang siapa yang memakainya di dunia, maka tidak akan memakainya di akhirat.” (HR Al-Bukhari-Muslim).
Walaupun ada dua kemingkinan maksud di atas, yaitu orang yang memakai
sutera di dunia kelak di akhirat tidak akan masuk surge dan kemungkinan
lain orang yang terlanjur memakai sutera di dunia kelak jika masuk surga
tidak lagi mengenakannya.
Begitu pula dengan khamar dan banyak lagi contohnya.
Kaedah tersebut di atas bermakna luas dan umum. Seperti yang kita
contohkan di atas, bahwa orang kafir telah mengambil keputusan menikmati
keindahan hidup di dunia, padahal dunia bukanlah tempat berfoya-foya.
Oleh sebab itu kelak di akhirat yang merupakan tempat kekal abadi yang
sebenarnya tempat yang dijanjikan adanya nikmat agung, kelak mereka tak
lagi dapat menikmatinya. Padahal jika mereka mau sedikit bersabar dengan
meninggalkan hal-hal yang Allah murkai, mereka akan merasakan
kenikmatan yang amat lebih indah dan nikmat.
Oleh sebab itu jangan kita merasa heran dengan keadaan orang-orang kafir di dunia. Allah Ta’ala pernah mengatakan,
لَا يَغُرَّنَّكَ تَقَلُّبُ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي الْبِلَادِ * مَتَاعٌ قَلِيلٌ ثُمَّ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ ۚ وَبِئْسَ الْمِهَادُ
“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu
hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah
Jahannam; dan Jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya.” (QS Alu ‘Imran: 196-197).
Dunia memang laksana fatamorgana. Sepertinya megah, namun pada
hakekatnya lemah. Menurut bahasa Arab, dunia berarti hina dan dekat.
Hina karena harganya yang tak ada apa-apa dibanding akhirat. Dekat
karena kedekatannya dengan kampung akhirat.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ
الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan
main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan,
kalau mereka mengetahui.” (QS Al-‘Ankabut: 64).
Dia juga berfirman dalam surat Al-Hadid ayat ke-20,
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ
وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ
كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ
مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ
وَمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا
إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan
bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya
harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para
petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya
kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang
keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia
ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Maka manakah yang akan Anda pilih di antara keduanya? Akhirat yang telah
disiapkan azab dan siksa yang pedih bagi orang-orang yang lebih
mementingkan dunia daripada akhirat, ataukah ampunan dan keridhaan dari
Allah ‘Azza wa Jalla bagi orang-orang yang lebih mementingkan akhirat daripada dunia?
Imam Ahmad meriwayatkan dari hadits Al-Mustaurid bin Syaddad –radhiyallahu ‘anhu-, bahwasannya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Sungguh, tempat cambuk kalian di surga lebih baik daripada dunia seisinya.”
Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Al-Mustaurid bin Syaddad pula, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Dunia
dibandingkan akhirat hanya seperti salah seorang di antara kalian yang
memasukkan jari tangannya ke dalam lautan. Perhatikanlah apa yang dibawa
oleh jari itu?!”
Pada suatu kesempatan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah berjalan di kerumunan pasar melewati bangkai anak kambing yang telinganya kecil. Lantas beliau Shallallahu’alaihi Wasallam mengangkatnya dengan memegang telinganya seraya bersabda, “Siapa di antara kalian yang mau membeli ini seharga satu dirham?”
Para shahabat menjawab, “Kami tidak ingin membelinya seharga apapun. Apa yang bisa kamu perbuat dengannya?”
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan, “Apakah kalian ingin memilikinya?”
Para hadirin menjawab, “Demi Allah, sekiranya masih hidup pun cacat,
bangkai itu bertelinga kecil, lalu bagaimana lagi ketika ia sudah
menjadi bangkai?”
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Demi Allah, dunia itu lebih hina di sisi Allah daripada bangkai itu di pandangan kalian.” (HR Muslim, dari Jabir –radhiyallahu ‘anhu-)
Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, ujarnya, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
يُؤْتَى بِأَنْعَم أَهْلِ الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ النَّارِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ ، فَيُصْبَغُ فِي النَّارِ صِبْغَةً ، ثُمَّ يُقَالُ : يَا
ابْنَ آدَمَ؛ هَلْ رَأَيْتَ خَيْرًا قَطٌّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ نَعِيْمٌ
قَطٌّ؟ فَيَقُوْلُ: لَا وَ اللهِ يَا رَبِّ.
وَ يُؤْتَى بِأَشَدِّ النَاسِ بُؤْسًا فِي الدُّنْيَا مِنْ أَهْلِ
الْجَنَّةِ، فَيُصْبَغُ صِبْغَةً فِي الْجَنَّةِ، فَيُقَالُ لَهُ: يَا
ابْنَ آدَمَ، هَلْ رَأَيْتَ بُؤْسًا قَطٌّ؟ هَلْ مَرَّ بِكَ شِدَّةٌ قَطٌّ؟
فَيَقُوْلُ: لَا وَ اللهِ، مَا مَرَّ بِي بُؤْسٌ قَطٌّ، وَ لَا رَأَيْتُ
شِدَّةٌ قَطٌّ.
“Pada hari kiamat akan dihadirkan orang yang paling merasakan nikmat di
dunia dari kalangan penduduk neraka. Kemudian ia dicelupkan sekali ke
dalam neraka lantas ditanyakan padanya, ‘Hai manusia, apakah kamu pernah
melihat kebaikan, apakah kamu pernah merasakan kenikmatan?’
Ia menjawab, ‘Tidak, demi Allah wahai Rabb-ku.’
Dan dihadirkan orang yang paling sengsara di dunia dari kalangan
penduduk surga lalu dicelupkan ke dalam surga dengan sekali celupan.
Ditanyakan padanya, ‘Wahai manusia, pernahkah kamu melihat satu
penderitaan? Pernahkah kamu merasakan kesulitan?’
Ia menjawab, ‘Tidak, demi Allah, aku tidak pernah merasakan penderitaan
sama sekali dan aku tak pernah melihat adanya kesulitan sedikitpun.’”
Demikianlah. Seorang muslim seharusnya benar-benar menyadari betapa
dunia hanya negeri yang penuh dengan fatamorgana. Dunia bukanlah tempat
bersenang-senang dan beristirahat. Dunia merupakan kampung mencari
bekal. Sebaliknya, akhiratlah tempat memetik buah amal. Jika perbuatan
yang diusahakan di dunia baik, tentu balasan di akhirat pun akan baik,
dan demikian sebaliknya.
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim melaporkan dari Anas bin Malik –radhiyallahu ‘anhu-, bahwasannya Rasululullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah mengatakan,
اَللهُمَّ لَا عَيْشَ إِلَّا عَيْشَ الْآخِرَةِ
“Ya Allah, tidak ada kehidupan kecuali kehidupan akhirat.”
Kemudian mari kita melihat kehidupan para suri tauladan kita yang
benar-benar menyadari betapa dunia tak ada harganya sama sekali jika
tidak dimanfaatkan sebagai kampung mencari bekal akhirat. Mereka
menanggap bahwa harta bukanlah segalanya sehingga mereka tidak begitu
berhasrat mengumpulkannya dan bahkan jika sudah di tangan, mereka begitu
antusias untuk segera mengalihkantangan.
Ini dia Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah menyatakan, “Seandainya
saya memiliki emas sebesar gunung Uhud tentu aku bergembira manakala
tidak sampai tiga hari pada emas itu aku tidak memilikinya sedikit pun
kecuali beberapa dinar yang aku simpan untuk keperluan hutang.” (HR Al-Bukhari-Muslim).
Sehingga ‘Amr bin Al-Harits menceritakan, “Ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam wafat,
beliau sama sekali tidak meninggalkan dinar, dirham, budak laki-laki,
budak wanita, atau apapun kecuali keledai yang beliau kendarai dahulu,
senjatanya, serta tanah yang sudah beliau wakafkah untuk ibnu
sabil.” (HR Al-Bukhari)
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sendiri ketika hidupnya
tidak pernah menolak orang yang menengadahkan tangan padanya. Sehingga
saat tidak ada lagi tersisa harta di tangannya, beliau menyampaikan
uzur.
Adalah dua puteri Abu Bakar Ash-Shiddiq –radhiyallahu ‘anhu-
yang masing-masing bernama Asma’ dan ‘Aisyah memiliki kebiasaan
bersedekah yang luar biasa. Bedanya jika Asma’ tidak pernah sabar
melihat harta yang ada di tangannya, sementara ‘Aisyah biasa
mengumpulkan hartanya terlebih dahulu hingga banyak baru kemudian beliau
sedekahkan.
Maka celakalahh bagi mereka yang masih mengagungkan dunia. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah menegaskan, “Celakalah hamba dinar dan hamba dinar, (celakalah) hamba qathifah (pakaian yang dihiasai renda-renda yang bergelantung-pent) dan khamishah (selimut persegi empat-pent).” (HR Al-Bukhari).
Dan perlu diketahui bahwa harta kesenangan di dunia hanya ada 3, yaitu
apa yang dimakan kemudian lenyap, apa yang dipakai hingga rusak, atau
apa yang disedekahkan sehingga kekal lestari. Demikian yang Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam terangkan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Shahabat ‘Abdullah bin Asy-Syikhkhir –radhiyallahu ‘anhu- dan direkam oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya.
Sungguh indah sya’ir yang dibawakan Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi dalam muqaddimah Riyadh Ash-Shalihin min Kalam Sayyid Al-Mursalin,
إِنَّ لِلهِ عِبَادًا فُطَنَا *** طَلَّقُوْا الدُّنْيَا وَ خَافُوْا الْفِتَنَا
نَظَرُوْا فِيْهَا فَلَمَّا عَلِمُوْا *** أَنَّهَا لَيْسَتْ لِحَيٍّ وَطَنَا
جَعَلُوْهَا لُجَّةً وَ اتَّخَذُوْا *** صَالِحَ الْأَعْمَالِ فِيْهَا سُفَنَا
Sesungguhnya Allah memiliki beberapa hamba yang cerdik,
mereka menceraikan dunia karena khawatir bencana
Mereka merenungkan isi dunia, ketika mereka mengetahui bahwa dunia bukanlah tanah air orang yang hidup
Mereka pun menjadikannya laksana samudera dan menjadikan amal shalih sebagai bahteranya
Al-Hafizh An-Nawawi –rahmatullah ‘alaih- mengatakan, “Jika
keberadaan dunia adalah seperti yang telah saya kemukakan tadi, dan
status kita serta tujuan kita diciptakan adalah seperti yang telah saya
sampaikan (untuk mengabdi pada Rabbul ‘alamin), maka sudah semestinya bagi setiap mukallafmembawa dirinya ke jalan orang-orang pilihan dan menepaki jalan orang-orang yang memiliki akal, nalar, dan pikiran.”
Setelah kita mengetahui penjelasan ringkas di atas, sadarlah kita
bagaimana seorang mukmin hanya akan bersenang-sedang dan menikmati jerih
payahnya di dunia yang penuh dengan duri-duri dan jalan-jalan terjal.
Apatah lagi tidak sedikit orang yang mencemooh dan menghina mereka yang
terkadang berpenghidupan serba kekurangan, menurut mata telanjang.
Padahal sungguhnya kebahagiaan dan kekayaan dalam artian cukup itu hanya
ada dalam hati, bukan harta, tahta, wanita, dan keturunan. Sebab betapa
kita sering mendengar tidak sedikit orang yang memiliki kekayaan hebat;
istana megah, kendaraan mewah, penampilan wah, namun kehidupannya
berakhir dengan bunuh diri. Jika memang itu kebahagiaan, lantas mengapa
mereka bunuh diri?!
الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَ جَنَّةُ الْكَافِرِ
“Dunia itu penjara bagi orang mukmin dan surga bagi orang kafir.”
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita kekuatan untuk
terus istiqamah menjalankan segala bentuk titah-Nya dan menjauhi
sejauh-jauhnya apa yang menjadi larangannya. Wallahua’lam.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini