Jumat, 10 April 2015

Hukum Seputar Barang Temuan

Posted by Unknown on Jumat, April 10, 2015 in | No comments


Al Luqathah (اللُقَطَةُ  ) – dengan mendhammahkan huruf lam dan memfathahkan huruf qaf – adalah harta (selain hewan) yang hilang dari pemiliknya.
Agama yang lurus ini datang dengan penjagaan dan pemeliharaan terhadap harta. Agama ini juga datang dengan pemuliaan dan perhatian terhadap harta seorang muslim, di antaranya adalah dengan adanya aturan seputar barang temuan.
Jika ada harta yang hilang dari pemiliknya, maka jenis harta tersebut tidak lepas dari tiga keadaan :
Keadaan pertama :
Harta yang tidak terlalu diperhatikan di tengah-tengah manusia, seperti cambuk, roti, buah, dan tongkat. Barang-barang tersebut boleh dimiliki dan dimanfaatkan oleh orang yang menemukannya tanpa perlu mengumumkannya. Hal ini berdasarkan hadits Jabir radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
رخص لنا رسول الله ‏ ‏صلى الله عليه وسلم ‏ ‏في العصا والسوط والحبل وأشباهه ‏ ‏يلتقطه ‏ ‏الرجل ينتفع به ‏
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan kepada kami pada tongkat, cambuk, tali, dan yang semisalnya yang ditemukan oleh seseorang, (yakni) dia boleh mengambil manfaat darinya.” (Hadits riwayat Abu Dawud).
Keadaan kedua :
Sesuatu yang bisa menjaga diri dari binatang buas yang kecil, baik itu karena ukuran tubuhnya yang besar, misalnya unta, kuda, sapi, dan bighal (hewan hasil percampuran antara kuda dan keledai). Atau karena hewan itu bisa terbang, misalnya berbagai jenis burung. Atau karena cepat larinya, misalnya kijang. Atau karena hewan itu bisa membela dirinya dengan taringnya, misalnya berbagai jenis macan; maka barang temuan dengan jenis seperti ini haram untuk diambil, walaupun dengan tujuan untuk diumumkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya tentang unta temuan :
مالك ولها ؟! معها سقاؤها وحذاؤها، ترد الماء، وتأكل الشجر، حتى يجدها ربها
“Apa urusanmu dengan unta itu? Dia memiliki simpanan air dan memiliki sepatu. Dia juga bisa mendatangi air dan memakan tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Zaid bin Khalid Al Juhani).
Umar bin Al Khaththab radhiallahu ‘anhu berkata :
من أخذ الضالة؛ فهو ضال
“Barangsiapa yang mengambil hewan temuan, maka dia adalah ‘dhal’ .”
Makna lafadz ‘dhal’ ( ضال ) di sini adalah مخطئ (orang yang melakukan kesalahan). Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi bahwa unta temuan tidak boleh diambil, bahkan hendaknya dibiarkan untuk mendatangi air dan memakan tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya.
Digolongkan ke dalam hewan-hewan dengan jenis di atas; perkakas- perkakas yang besar seperti periuk besar, kayu, besi, juga sesuatu yang bisa menjaga diri sendiri dan hampir-hampir tidak akan hilang serta berpindah dari tempatnya. Barang-barang seperti itu haram untuk diambil, sama seperti hewan-hewan temuan di atas. Bahkan barang-barang tersebut lebih layak untuk tidak diambil daripada hewan-hewan  tadi.
Keadaan ketiga :
Harta yang hilang itu adalah dari jenis harta yang ma’ruf seperti uang, barang- barang kebutuhan, dan sesuatu yang tidak aman dari binatang buas yang kecil, misalnya kambing, anak unta dan anak sapi. Maka barang temuan jenis ini, jika orang yang menemukannya merasa dirinya bisa amanah terhadap barang tersebut, dia boleh mengambilnya. Barang temuan ini ada tiga jenis :
  1. Hewan-hewan yang bisa dimakan, seperti anak unta, kambing, dan ayam. Maka jenis yang seperti ini mengharuskan bagi orang yang menemukannya untuk melakukan salah satu dari tiga perkara berikut yang dipandang paling baik bagi pemilik hewan itu :
    1. Dia boleh memakannya, tetapi ketika itu dia sudah memiliki simpanan uang untuk menggantinya bila pemiliknya datang.
    2. Dia boleh menjualnya dan menyimpan uang hasil penjualan itu untuk diberikan kepada pemiliknya setelah datang dan menyebutkan ciri-ciri hewan tersebut.
    3. Memelihara hewan tersebut dan mengeluarkan uang untuk biaya pemeliharaannya, tetapi dia tidak boleh memilikinya. Pemiliknya harus mengembalikan biaya pemeliharaan itu jika datang dan mengambil hewan tersebut. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ketika ditanya tentang kambing temuan :
خذها؛فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب
“Ambillah. Sesungguhnya kambing itu bisa jadi untukmu, atau untuk saudaramu, atau untuk serigala.” (Muttafaqun ‘alaih).
Maknanya adalah : kambing itu lemah, bisa terancam mati, dan berputar pada salah satu dari tiga keadaan; yaitu antara diambil olehmu, atau saudaramu, atau dimakan oleh serigala.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata ketika menjelaskan hadits yang mulia tersebut :
فيه جواز التقاط الغنم، وأن الشاة إذا لم يأت صاحبها؛ فهي ملك الملتقط، فيخير بين أكلها في الحال وعليه قيمتها، وبين بيعها وحفظ ثمنها، وبين تركها والإنفاق عليها من ماله وأجمعوا على أنه لو جاء صاحبها قبل أن يأكلها الملتقط؛ له أخذها
“Dalam hadits tersebut ada dalil yang menunjukkan bolehnya mengambil kambing temuan, dan jika pemiliknya tidak juga datang, maka kambing temuan itu menjadi milik orang yang menemukannya. Dia diberi pilihan antara memakan kambing itu dalam keadaan dia sudah memiliki simpanan uang untuk menggantinya (bila sewaktu-waktu pemiliknya datang), atau menjual kambing itu dan menyimpan hasil penjualannya, atau membiarkannya (yakni memeliharanya, tidak dimakan atau dijual) dan mengeluarkan uang untuk biaya pemeliharaannya. Para ulama sepakat bahwa jika pemiliknya datang sebelum kambing itu dimakan oleh orang yang menemukannya, maka pemiliknya berhak mengambil kambing itu.”
Jenis selanjutnya dari barang temuan yang berharga dan tidak bisa membela diri dari binatang buas yang kecil :
  1. Barang yang dikhawatirkan bisa rusak, misalnya semangka dan buah-buahan yang lain. Maka orang yang menemukannya hendaknya memperlakukan barang temuan tersebut dengan perbuatan yang paling baik untuk pemiliknya, yaitu dengan memakannya dan mengganti harganya bila pemiliknya datang, atau menjualnya dan menyimpan hasil penjualan itu sampai pemiliknya datang.
  2. Barang temuan berupa seluruh harta selain dua jenis yang telah disebutkan di atas, misalnya uang dan bejana. Wajib bagi orang yang mengambilnya untuk menjaga barang tersebut sebagai amanah di tangannya, dan juga mengumumkannya di tempat-tempat berkumpulnya banyak orang.
Tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil barang temuan dengan berbagai jenisnya, kecuali jika dia merasa bisa amanah terhadap barang itu dan mampu untuk mengumumkan barang temuan yang memang butuh untuk diumumkan. Hal ini berdasarkan hadits dari Zaid bin Khalid Al Juhani radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
سئل النبي صلى الله عليه وسلم عن لقطة الذهب والورق؟ فقال: “اعرف وكاءها وعفاصها، ثم عرفها سنة، فإن لم تعرف؛ فاستنفقها، ولتكن وديعة عندك، فإن جاء طالبها يوما من الدهر؛ فادفعها إليه” ، وسأله عن الشاة ؟، فقال: “فإنما هي لك أو لأخيك أو للذئب” ، وسئل عن ضالة الإبل ؟، فقال: “ما لك ولها ؟!، معها سقاؤها وحذاؤها، ترد الماء، وتأكل الشجر، حتى يجدها ربها
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang barang temuan berupa emas atau perak. Maka beliau bersabda, “Ingatlah tali pengikat dan wadahnya, kemudian umumkan selama setahun. Jika barang tersebut tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah. Hendaknya barang temuan itu dianggap sebagai barang yang dititipkan padamu. Jika pada suatu hari orang yang memintanya datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ditanya tentang (barang temuan berupa) kambing. Beliau bersabda, “Ambillah kambing tersebut karena itu bisa menjadi milikmu, atau milik saudaramu, atau (boleh jadi) milik serigala.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu ditanya tentang (barang temuan berupa) unta. Beliau menjawab, “Apa urusanmu dengan unta itu? Dia memiliki simpanan air dan memiliki sepatu. Dia juga bisa mendatangi air dan memakan tanaman sampai ditemukan oleh pemiliknya.” ” (Muttafaqun ‘alaih).
Makna perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اعرف وكاءها وعفاصها
“Ingatlah ‘wika’  (الوكاء)dan ‘ifash’ ((العفاص nya.”
Al wika (الوكاء) adalah sesuatu yang dipakai untuk mengikat kantung yang di dalamnya terdapat harta. Sedangkan makna al ‘ifash ((العفاص adalah kantung yang di dalamnya terdapat harta.
Dan makna perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ثم عرفها سنة
“…kemudian umumkan selama setahun.”
Maksudnya, umumkan kepada orang-orang di tempat mereka berkumpul, seperti pasar, pintu-pintu masjid, tempat- tempat pertemuan dan pesta. Makna lafadz سنة (selama setahun) maksudnya : selama setahun penuh. Pada pekan pertama sejak ditemukannya, diumumkan setiap hari. Sebab, pemiliknya lebih mungkin datang pada pekan tersebut. Setelah itu, diumumkan sesuai kebiasaan orang-orang dalam mengumumkan barang temuan. Hadits di atas menunjukkan wajibnya mengumumkan barang temuan.
Pada perkataan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam :
اعرف وكاءها وعفاصها
“Ingatlah tali pengikat dan wadahnya…”
terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menemukan barang tersebut wajib mengenal ciri-cirinya. Sehingga bila pemiliknya datang dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, dia bisa menyerahkan barang tersebut kepadanya. Bila ciri-ciri yang dia jelaskan berbeda dengan kenyataan, barang tersebut tidak boleh diserahkan kepadanya.
Pada perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فإن لم تعرف؛ فاستنفقها
“Jika barang tersebut tidak ada yang mengakuinya, maka gunakanlah.”
Terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menemukan barang tersebut boleh memilikinya setelah satu tahun diumumkan. Tetapi dia tidak boleh menggunakannya sebelum mengenal ciri-cirinya. Maksudnya, sebelum dia hafal ciri-ciri wadah barang tersebut, tali pengikatnya, jumlah, dan jenis barang yang ada dalam wadah tersebut. Jika pemiliknya datang setelah satu tahun dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka dia serahkan barang tersebut kepadanya. Hal ini berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فإن جاء طالبها يوما من الدهر؛ فادفعها إليه
“Jika pada suatu hari orang yang memintanya datang, maka hendaknya engkau berikan kepadanya.”
Dari apa yang telah lewat jelaslah bahwa ada beberapa perkara yang harus dilakukan kaitannya dengan barang temuan :
Pertama :
Jika seseorang menemukan barang, janganlah dia berani untuk mengambilnya kecuali jika dia mengetahui bahwa dirinya bisa amanah dalam menjaganya dan mampu untuk mengumumkannya sampai dia menemukan pemiliknya. Barangsiapa yang merasa bahwa dirinya tidak bisa amanah terhadap barang tersebut, maka dia tidak boleh mengambilnya. Jika dia mengambilnya, maka dia serupa dengan orang yang merampas harta orang lain. Sebab, dia mengambil harta orang lain dari sisi yang dia tidak diperbolehkan untuk mengambilnya. Juga karena dengan mengambilnya ketika itu, berarti ada perbuatan menyia-nyiakan harta orang lain.
Kedua :
Sebelum mengambilnya, dia harus hafal ciri-ciri barang tersebut dengan cara mengenal wadahnya, tali pengikatnya, jumlah, dan jenis barang yang ada dalam wadah tersebut. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan hal tersebut. Dan hukum asal perintah beliau adalah wajib.
Ketiga :
Barang temuan tersebut harus diumumkan satu tahun penuh. Pada pekan pertama sejak ditemukannya, diumumkan setiap hari. Setelah itu, diumumkan sesuai kebiasaan orang-orang dalam mengumumkan barang temuan. Dalam mengumumkannya, dia mengatakan misalnya : “Barangsiapa yang kehilangan sesuatu…,” dan kalimat yang serupa dengan itu. Pengumuman tersebut dilakukan di tempat-tempat berkumpulnya banyak orang, seperti pasar dan pintu-pintu masjid ketika tiba waktu shalat. Tetapi tidak boleh mengumumkan di dalam masjid, sebab masjid tidaklah dibangun untuk tujuan tersebut. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
من سمع رجلاً ينشد ضالة في المسجد؛ فليقل: لا ردها الله عليك
“Barangsiapa yang mendengar seseorang mengumumkan barang yang hilang di masjid, hendaknya dia berkata, “Semoga Allah tidak mengembalikannya kepadamu.” (Hadits riwayat Ibnu Majah).
Keempat :
Jika orang yang memintanya datang dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka orang yang menemukannya wajib menyerahkan barang tersebut kepadanya tanpa perlu meminta bukti yang lain ataupun sumpah. Hal ini berdasarkan perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Juga karena penyebutan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut telah menempati kedudukan pemberian bukti ataupun sumpah. Bahkan bisa jadi penyebutan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut lebih jelas dan lebih benar daripada pemberian bukti maupun sumpah. Orang yang menemukannya juga wajib menyerahkan hasil perkembangan dari barang tersebut, baik itu yang sifatnya bersambung maupun terpisah (misalnya bila hewan itu telah memiliki anak selama berada dalam pemeliharaannya, maka anak hewan itu wajib ikut diserahkan kepada pemiliknya).
Adapun jika orang yang datang dan mengaku-aku sebagai pemilik itu tidak bisa menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, maka barang tersebut tidak boleh diserahkan kepadanya. Sebab barang tersebut adalah amanah di tangan orang yang menemukannya, sehingga tidak boleh diserahkan kepada orang yang belum jelas bahwa dia adalah pemiliknya.
Kelima :
Jika pemiliknya tidak datang juga setelah diumumkan selama satu tahun penuh, maka barang tersebut menjadi milik orang yang menemukannya. Tetapi wajib bagi orang itu untuk menghafal ciri-cirinya sebelum menggunakannya. Di mana bila sewaktu-waktu pemiliknya datang dan menjelaskan ciri-ciri yang sesuai dengan barang tersebut, dia harus mengembalikannya kepada orang itu jika barang itu masih ada. Jika sudah tidak ada, maka dia harus mengembalikan gantinya karena kepemilikannya terhadap barang itu hanyalah kepemilikan amanah, yang akan hilang dengan sebab kedatangan pemiliknya.
Keenam :
Para ulama berselisih pendapat tentang barang temuan di tanah Haram; apakah barang tersebut hukumnya sama seperti barang temuan di selain tempat itu, yaitu boleh dimiliki setelah diumumkan selama satu tahun, atau tidak boleh dimiliki (oleh orang yang menemukannya) secara mutlak? Sebagian mereka berpendapat bahwa barang tersebut boleh dimiliki setelah diumumkan selama satu tahun, berdasarkan keumuman banyak hadits. Sebagian yang lain berpendapat bahwa barang tersebut tidak boleh dimiliki, bahkan wajib diumumkan terus. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berkata tentang Makkah Al Musyarrafah :
ولا تحل لقطتها إلا لمعرف
“Barang temuannya tidak halal untuk diambil kecuali oleh orang yang ingin mengumumkannya.”
Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, di mana beliau berkata :
لا تملك بحال؛ للنهي عنها، ويجب تعريفها أبدًا
“Barang temuannya tidak boleh dimiliki karena adanya larangan tentang hal itu, dan barang tersebut wajib diumumkan selamanya.”
Hadits di atas adalah khabar yang jelas tentang larangan memiliki barang yang ditemukan di daerah Haram.
Ketujuh :
Barangsiapa yang meninggalkan hewan miliknya di padang pasir karena hewan itu sudah tidak bisa lagi berjalan atau orang itu sudah tidak memiliki kemampuan untuk mengurusnya, maka hewan itu boleh dimiliki oleh orang yang menemukannya. Hal ini berdasarkan sebuah hadits :
من وجد دابة قد عجز أهلها عنها، فسيبوها، فأخذها؛ فهي له
“Barangsiapa yang menemukan hewan yang pemiliknya sudah tidak memiliki kemampuan untuk mengurusnya dan membiarkannya pergi, lalu orang yang menemukan itu mengambilnya, maka hewan itu menjadi miliknya.” (Hadits riwayat Abu Dawud).
Juga karena hewan itu ditinggalkan karena sudah tidak disenangi oleh pemiliknya sehingga hewan itu berkedudukan sebagai barang yang ditinggalkan karena sudah tidak disenangi oleh pemiliknya.
Barangsiapa yang sandal atau barang-barangnya yang semisal diambil oleh seseorang, tetapi di situ dia mendapati sandal atau barang yang berbeda dengan miliknya, maka hukum barang itu adalah hukum barang temuan. Dia tidak bisa memilikinya hanya dengan sekedar adanya barang itu di tempat yang seharusnya di situ ada barang miliknya. Bahkan dia harus mengumumkan barang itu. Setelah diumumkan, baru dia boleh mengambil manfaat darinya sesuai dengan kadar hak miliknya, adapun sisanya maka dia sedekahkan.
Kedelapan :
Jika ada anak kecil atau orang dungu menemukan suatu barang lalu mengambilnya, maka wali mereka menempati kedudukan mereka sebagai orang yang mengumumkan barang itu. Dia harus mengambil barang itu dari mereka, sebab mereka bukanlah orang yang pantas untuk memegang dan menjaga amanah. Jika dia membiarkan barang itu berada di tangan mereka lalu barang itu rusak, maka dia harus menggantinya, karena dia dianggap sebagai orang yang menyia-nyiakannya.
Jika dia sudah mengumumkannya tetapi tidak ada yang datang mengaku sebagai pemiliknya, maka barang itu menjadi milik mereka (anak kecil atau orang dungu tersebut) dengan kepemilikan amanah, sebagaimana jika seandainya barang itu berada di tangan orang dewasa dan berakal.
Kesembilan :
Jika ada seseorang yang mengambil barang temuan lalu mengembalikannya ke tempat ditemukannya, maka dia harus menggantinya (jika seandainya hilang atau rusak). Sebab barang itu adalah amanah yang sudah berada di tangannya sehingga wajib baginya untuk menjaganya sebagaimana amanah-amanah yang lain. Jika dia meninggalkannya (setelah sebelumnya diambil), berarti itu perbuatan menyia-nyiakan amanah.
Penutup
Dengan melihat dan merenungi aturan Islam terhadap barang temuan, difahamilah adanya perhatian dan penjagaan Islam terhadap harta, terkhusus terhadap kehormatan harta seorang muslim. Secara global, kita bisa memahami dari seluruh hal tersebut adanya anjuran di dalam Islam untuk tolong-menolong di atas kebaikan. Kita meminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar mengokohkan kita semua di atas Islam dan mewafatkan kita dalam keadaan muslim.
Referensi :
Al Mulakhas Al Fiqhi – Syaikh Shalih Al Fauzan hafidhahullah

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Komentar Disini