Posted by Unknown on Jumat, April 10, 2015 in Islami | No comments
Asalnya, menyampaikan berita kematian kepada khalayak ramai tidaklah
mengapa insya Allah. Mengumumkan seperti itu termasuk hal yang
dibolehkan selama tidak ada unsur terlarang di dalamnya.
Di antara dalilnya adalah hadits,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ada seseorang yang biasa
mengumpulkan sampah di masjid (laki-laki atau perempuan hitam) meninggal
dunia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan tentang orang
tersebut dan dikabarkan pada beliau bahwa ia telah meninggal. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِى بِهِ دُلُّونِى عَلَى قَبْرِهِ
“Kenapa kalian tidak mengabariku tentang kematiannya? Sekarang tunjukkan padaku di manakah kuburnya.” (HR. Bukhari no. 458 dan Muslim no. 956).
Juga terdapat hadits,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله
عليه وسلم – نَعَى النَّجَاشِىَّ فِى الْيَوْمِ الَّذِى مَاتَ فِيهِ ،
خَرَجَ إِلَى الْمُصَلَّى ، فَصَفَّ بِهِمْ وَكَبَّرَ أَرْبَعًا
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumumkan
berita kematian An Najasyi pada hari kematiannya. Lalu beliau keluar
menuju tempat shalat dan membentuk shaf para jama’ah, lantas
melaksanakan shalat jenazah dengan empat kali takbir.” (HR. Bukhari no.
1245).
Namun pengumuman berita kematian di masjid lewat pengeras suara tidak
layak dilakukan. Al Muwafaq dalam kitabnya At Tajj wal Iklil li
Mukhtashor Kholil berkata, ia mendengar Ibnul Qasim di mana ia berkata
bahwa Imam Malik ditanya mengenai pengumuman berita kematian lewat
pintu-pintu masjid, ia pun tidak suka. Begitu pula dengan berteriak di
masjid mengenai kematian seseorang, itu pun tidak dibolehkan. Ia
katakan, “Seperti itu tidak ada kebaikan.” Ia juga berkata, “Tidak
mengapa jika ia berkeliling di majelis lalu mengabarkan berita tersebut
tanpa mengeraskan suara.” (Dinukil dari Fatwa Islam Web)
Apa yang disebutkan di atas sama dengan yang disebutkan oleh ulama besar
Syafi’iyah yaitu Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah, di mana beliau
berkata,
أَنَّ النَّعْي لَيْسَ مَمْنُوعًا كُلّه ، وَإِنَّمَا نُهِيَ عَمَّا كَانَ
أَهْل الْجَاهِلِيَّة يَصْنَعُونَهُ فَكَانُوا يُرْسِلُونَ مَنْ يُعْلِن
بِخَبَرِ مَوْت الْمَيِّت عَلَى أَبْوَاب الدُّور وَالْأَسْوَاق
“Mengumumkan berita kematian tidaklah semua terlarang. Yang terlarang
hanyalah yang dahulu dilakukan orang Jahiliyah di mana mereka mengutus
beberapa orang untuk mengumumkan berita kematian di pintu-pintu dan di
pasar-pasar. ” (Fathul Bari, 3: 116).
Ibnu Hajar juga menyebutkan bahwa Sa’id bin Manshur menyebutkan tentang
mengumumkan berita kematian yang termasuk perbuatan orang Jahiliyyah.
Dikabarkan dari Ibnu ‘Ulayyah, dari Ibnu ‘Aun, ia berkata bahwa ia
bertanya pada Ibrahim, “Apakah mereka melarang mengumumkan berita
kematian?” Ibrahim pun menjawab, “Iya terlarang.” Ibnu ‘Aun menjelaskan,
إِذَا تُوُفِّيَ الرَّجُل رَكِبَ رَجُل دَابَّة ثُمَّ صَاحَ فِي النَّاس : أَنْعِي فُلَانًا
“Jika ada yang meninggal dunia, maka ada yang akan menaiki hewan
tunggangan lantas berteriak di khalayak ramai, “Aku kabarkan tentang
berita kematian si fulan.” (Fathul Bari, 3: 117)
Adapun jika memberitahukan kepada kerabat atau orang-orang terdekat tidaklah mengapa.
Ibnu Sirin berkata,
لَا أَعْلَم بَأْسًا أَنْ يُؤْذِن الرَّجُل صَدِيقه وَحَمِيمه
“Aku menganggap tidaklah masalah jika seeorang mengumumkan berita kematian pada sahabat dan teman dekat.” (Idem)
Ibnu Hajar juga berkata, “Kesimpulannya, semata-mata mengumumkan
kematian tidaklah terlarang. Jika lebih dari itu (sampai melakukan yang
terlarang), maka tidak dibolehkan. Sebagian salaf sampai-sampai melarang
keras dalam hal ini di antaranya adalah Hudzaifah jika sampai kematian
seseorang diumumkan, ia pun berkata,
لَا تُؤْذِنُوا بِهِ أَحَدًا ، إِنِّي أَخَاف أَنْ يَكُون نَعْيًا ، إِنِّي
سَمِعْت رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأُذُنَيَّ
هَاتَيْنِ يَنْهَى عَنْ النَّعْي
“Jangan umumkan berita kematian tersebut kepada seorang pun. Aku
khawatir itu termasuk mengumumkan berita kematian (yang terlarang).
Sungguh, aku pernah mendengar dengan kedua telingaku dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mengumumkan kematian seperti itu
terlarang. Dikeluarkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah, dengan sanad yang
hasan[1].”
Ibnul ‘Arabi mengatakan, “Kesimpulan dari berbagai hadits mengenai hal ini adalah perlu ada tiga rincian.
الْأُولَى إِعْلَام الْأَهْل وَالْأَصْحَاب وَأَهْل الصَّلَاح فَهَذَا
سُنَّة ، الثَّانِيَة دَعْوَة الْحَفْل لِلْمُفَاخَرَةِ فَهَذِهِ تُكْرَه ،
الثَّالِثَة الْإِعْلَام بِنَوْعٍ آخَر كَالنِّيَاحَةِ وَنَحْو ذَلِكَ
فَهَذَا يَحْرُم
1- Menyampaikan berita kematian seseorang kepada keluarga, kawan dan orang-orang shalih. Hal ini hukumnya dianjurkan.
2- Mengumumkan kematian kepada kumpulan orang dengan tujuan menyebut-nyebut kelebihan mayit. Hukum hal ini adalah makruh.
3- Pengumuman kematian jenis lain semisal dalam bentuk meratapi kematian dan semisalnya. Hukum poin ketiga ini adalah haram”.
Ringkasnya, mengumumkan kematian seseorang dengan pengeras suara di
masjid sudah selayaknya tidak dilakukan karena hal semacam itu adalah
perbuatan jahiliyyah yang terlarang sebagaimana diutarakan oleh Ibnu
Hajar di atas. Namun jika tidak dengan pengeras suara, dari orang ke
orang, maka tidak terlarang. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini