Posted by Unknown on Senin, April 13, 2015 in Islami | No comments
Diriwayatkan dari shahabat Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata,
“Kami berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam dalam
tujuh kali peperangan, kami makan belalang.” (HR. Muslim no. 1952)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “An-Nawawi menyebutkan ijma’
tentang dihalalkannya belalang. Namun, Ibnul ‘Arabi merinci dalam Syarah
at-Tirmidzi antara belalang Hijaz dan belalang Andalusia. Ia berkata,
‘Belalang Andalusia tidak dimakan karena hanya memudaratkan.’ Jika benar
terbukti bahwa memakannya akan memudaratkan karena ia memiliki racun
khusus yang tidak terdapat pada belalang lain di negeri lainnya,
pengecualian tersebut benar. Wallahu a’lam.” (Fathul Bari, 9/622)
Yang shahih dari pendapat para ulama bahwa belalang hukumnya halal
meskipun ditemukan dalam keadaan mati. Hal ini berdasarkan ucapan
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma yang telah disebutkan sebelumnya.
Siput, Cacing, dan Hewan yang Tidak Memiliki Darah yang Mengalir
Siput terbagi menjadi dua:
1. Siput laut/air (keong)
Siput jenis ini tidak ada perselisihan di kalangan ulama tentang halalnya.
Siput jenis ini tidak ada perselisihan di kalangan ulama tentang halalnya.
2. Siput darat (bekicot)
Jenis ini menjadi perselisihan di kalangan ulama. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat dilarang memakannya. Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Tidak halal memakan siput darat (bekicot) dan jenis serangga yang lainnya.” (al-Muhalla, 7/405)
Jenis ini menjadi perselisihan di kalangan ulama. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat dilarang memakannya. Ibnu Hazm rahimahullah berkata, “Tidak halal memakan siput darat (bekicot) dan jenis serangga yang lainnya.” (al-Muhalla, 7/405)
Sebagian ulama membolehkannya, seperti al-Imam Malik rahimahullah,
dengan syarat harus disembelhh, dengan menyebut nama Allah Subhanahu wa
Ta’ala ketika menusuknya dengan duri atau dengan jarum, atau dengan
menggorengnya atau membakarnya hingga mati. Mereka mengkiaskan hukumnya
dengan belalang. Adapun yang ditemukan dalam keadaan telah menjadi
bangkai maka tidak boleh dimakan.
Sebab perselisihan ini kembali kepada hukum serangga yang tidak memiliki
darah yang mengalir, seperti lalat, nyamuk, semut, lebah, kutu, kutu
busuk, cacing, dan yang lainnya, baik yang bisa terbang maupun tidak.
Apa hukum asal serangga, haram ataukah tidak?
Yang shaih dalam hal ini adalah pendapat jumhur yang mengharamkan
memakan setiap serangga yang tidak memiliki darah yang mengalir selain
belalang. Sebab, serangga termasuk jenis hewan yang khabits (buruk) dan
tidak mungkin disembelih secara syar’i. Sesuatu yang tidak dapat
disembelih maka tidak mungkin dimakan karena ia terhukumi sebagai
bangkai sehingga termasuk dalam keumuman ayat yang mengharamkan bangkai.
Adapun pendapat yang mengkiaskan hukumnya dengan belalang adalah tidak
benar. Sebab, tentang belalang terdapat dalil yang mengkhususkan dari
bangkai yang lain, sebagaimana yang diriwayatkan dari ucapan Ibnu Umar
radhiyallahu ‘anhuma,
“Telah dihalalkan bagi kami bagi kami dua jenis bangkai dan dua jenis
darah. Adapun dua jenis bangkai adalah ikan dan belalang, dan adapun dua
jenis darah adalah hati dan limpa.”
Dengan demikian, tidak ada qiyas dalam hal yang menyelisihi nash yang
ada, wallahu a’lam bish-shawab. (al-Muhalla, Ibnu Hazm, 7/405,
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini