Posted by Unknown on Rabu, April 22, 2015 in Islami | No comments
Tidak terdapat amalan khusus terkait bulan Rajab.
Baik bentuknya shalat, puasa, zakat, maupun umrah. Mayoritas ulama
menjelaskan bahwa hadis yang menyebutkan amalan bulan Rajab adalah hadis
bathil dan tertolak.
Ibnu Hajar mengatakan,
لم يرد في فضل شهر رجب ، ولا في صيامه ، ولا في صيام شيء منه معين ، ولا في قيام ليلة مخصوصة فيه حديث صحيح يصلح للحجة ، وقد سبقني إلى الجزم بذلك الإمام أبو إسماعيل الهروي الحافظ
“Tidak terdapat riwayat yang shahih yang
bisa untuk dijadikan dalil tentang keutamaan bulan Rajab, baik bentuknya
puasa sebulan penuh atau puasa di tanggal tertentu bulan Rajab atau
shalat tahajjud di malam tertentu. Keterangan saya ini telah didahului
oleh ketengan Imam Al-Hafidz Abu Ismail Al Harawi.” (Tabyinul Ujub bimaa Warada fii Fadli Rajab, Hal. 6)
Imam Ibn Rajab mengatakan,
أما الصلاة فلم يصح في شهر رجب صلاة مخصوصة تختص به و الأحاديث المروية في فضل صلاة الرغائب في أول ليلة جمعة من شهر رجب كذب و باطل لا تصح و هذه الصلاة بدعة عند جمهور العلماء
“Tidak terdapat dalil yang shahih, yang
menyebutkan adanya anjuran shalat tertentu di bulan Rajab. Adapun hadis
yang menyebutkan keutamaan shalat raghaib di malam Jumat pertama bulan
Rajab adalah hadis dusta, bathil, dan tidak shahih. Shalat Raghaib
adalah bid’ah menurut mayoritas ulama.” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 213)
Terkait masalah puasa di bulan Rajab, Imam Ibnu Rajab juga menegaskan, tidak ada satu pun hadis shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang keutamaan puasa bulan Rajab secara khusus. Hanya terdapat riwayat dari Abu Qilabah, bahwa beliau mengatakan,
في الجنة قصر لصوام رجب
“Di surga terdapat istana untuk orang yang rajin berpuasa di bulan Rajab.”
Namun riwayat bukan hadis. Imam Al Baihaqi mengomentari keterangan Abu Qilabah:
أبو قلابة من كبار التابعين لا يقول مثله إلا عن بلاغ
“Abu Qilabah termasuk tabi’in senior, beliau tidak menyampaikan riwayat itu kecuali karena kabar tanpa sanad.” (Lathaiful Ma’arif, Hal. 213)
Pertama, Puasa sunah bulan haram
Akan tetapi, jika seseorang melaksanakan puasa di bulan Rajab dengan niat puasa sunah di bulan-bulan haram, maka ini dibolehkan bahkan dianjurkan. Mengingat sebuah hadis yanng diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, Al Baihaqi dan yang lainnya, bahwa suatu ketika datang seseorang dari suku Al Bahili menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia meminta diajari berpuasa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Puasalah sehari tiap bulan.” Orang ini mengatakan: Saya masih kuat, tambahkanlah!. “Dua hari setiap bulan”. Orang ini mengatakan: Saya masih kuat, tambahkanlah!. “Tiga hari setiap bulan.” orang ini tetap meminta untuk ditambahi. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Akan tetapi, jika seseorang melaksanakan puasa di bulan Rajab dengan niat puasa sunah di bulan-bulan haram, maka ini dibolehkan bahkan dianjurkan. Mengingat sebuah hadis yanng diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Daud, Al Baihaqi dan yang lainnya, bahwa suatu ketika datang seseorang dari suku Al Bahili menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia meminta diajari berpuasa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan, “Puasalah sehari tiap bulan.” Orang ini mengatakan: Saya masih kuat, tambahkanlah!. “Dua hari setiap bulan”. Orang ini mengatakan: Saya masih kuat, tambahkanlah!. “Tiga hari setiap bulan.” orang ini tetap meminta untuk ditambahi. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فمن الحرم و أفطر
“Puasalah di bulan haram dan berbukalah (setelah selesai bulan haram).”
(Hadis ini dishahihkan sebagaian ulama dan didhaifkan ulama lainnya).
Namun diriwayatkan bahwa beberapa ulama salaf berpuasa di semua bulan
haram. Dinataranya: Ibn Umar, Hasan Al Bashri, dan Abu Ishaq As Subai’i.
Kedua, Mengkhususkan Umrah di bulan Rajab
Diriwayatkan bahwa Ibn Umar pernah mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan umrah di bulan Rajab. Kemudian ucapan beliau ini diingkari Aisyah.
Diriwayatkan bahwa Ibn Umar pernah mengatakan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan umrah di bulan Rajab. Kemudian ucapan beliau ini diingkari Aisyah.
يغفر الله لأبي عبد الرحمن، لعمري، ما اعتمر في رجب
“Semoga Allah mengampuni Abu Abdirrahmah
(Ibnu Umar). Sepanjang usiaku, beliau belum pernah Umrah di bulan
Rajab.” Ibnu Umar mendengar hal ini dan beliau diam saja. (HR. Muslim,
1255)
Umar bin Khatab dan beberapa sahabat
lainnya menganjurkan umrah bulan Rajab. Aisyah dan Ibnu Umar juga
melaksanakan umrah bulan Rajab.
Ibnu Sirin menyatakan, bahwa para sahabat
melakukan hal itu. Karena rangkaian haji dan umrah yang paling bagus
adalah melaksanakan haji dalam satu perjalanan sendiri dan melaksanakan
umrah dalam satu perjalanan yang lain, selain di bulan haji. (Al Bida’ Al Hauliyah, Hal. 119).
Dari penjelasan Ibnu Rajab menunjukkan bahwa melakukan umrah di bulan Rajab
hukumnya dianjurkan. Beliau berdalil dengan anjuran Umar bin Khatab
untuk melakukan umrah di bulan Rajab. Dan dipraktikkan oleh Aisyah dan
Ibnu Umar.
Diriwayatkan Al Baihaqi, dari Sa’id bin Al Musayib, bahwa Aisyah radliallahu ‘anha
melakukan umrah di akhir bulan Dzulhijjah, berangkat dari Juhfah,
beliau berumrah bulan Rajab berangkat dari Madinah, dan beliau memulai
Madinah, namun beliau mulai mengikrarkan ihramnya dari Dzul Hulaifah.
(HR. Al Baihaqi dengan sanad hasan)
Namun ada sebagian ulama yang menganggap
umrah di bulan Rajab tidak dianjurkan. Karena tidak ada dalil khusus
terkait umrah bulan Rajab. Ibnu Atthar mengatakan, “Di antara berita
yang sampai kepadaku dari penduduk Mekah, banyaknya kunjungan di bulan
Rajab. Kejadian ini termasuk masalah yang belum kami ketahui dalilnya.
Bahkan terdapat hadis yang shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Umrah di bulan Ramadhan nilainya seperti haji’.” (HR. Al Bukhari)
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh
mengatakan, bahwa para ulama mengingkari sikap mengkhususkan bulan Rajab
untuk memperbanyak melaksanakan umrah. (Majmu’ Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 6:131)
Kesimpulan:
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini, mengkhususkan umrah di bulan Rajab adalah perbuatan yang tidak ada landasannya dalam syariat. Karena tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan anjuran mengkhususkan bulan Rajab untuk pelaksanaan umrah. Disamping itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah melakukan umrah di bulan Rajab, sebagaimana disebutkan dalam hadis sebelumnya.
Pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini, mengkhususkan umrah di bulan Rajab adalah perbuatan yang tidak ada landasannya dalam syariat. Karena tidak ada satu pun dalil yang menunjukkan anjuran mengkhususkan bulan Rajab untuk pelaksanaan umrah. Disamping itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak pernah melakukan umrah di bulan Rajab, sebagaimana disebutkan dalam hadis sebelumnya.
Andaikan ada keutamaan mengkhususkan umrah di bulan Rajab, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
akan memberi tahukan kepada umatnya. Sebagaimana beliau memberi tahu
umatnya akan keutamaan umrah di bulan Ramadlan. Sedangkan riwayat dari
Umar bahwa beliau menganjurkan umrah di bulan Rajab, yang benar sanadnya
dipermasalahkan.
Ketiga, Menyembelih hewan (Atirah)
Atirah adalah hewan yang disembelih di bulan Rajab untuk tujuan beribadah.
Atirah adalah hewan yang disembelih di bulan Rajab untuk tujuan beribadah.
Ulama berselisih pendapat tentang hukum Atirah.
Pendapat pertama, athirah dianjurkan. Dalilnya adalah hadis dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang Athirah, kemudian beliau menjawab:
الْعَتِيرَةُ حَقٌّ
“Atirah itu hak.” (HR. Ahmad, An Nasa’i dan As Suyuthi dalam Jami’us Shaghir)
Pendapat kedua, Atirah tidak disyariatkan, namun tidak makruh. Dalilnya, hadis dari Abu Razin, Laqirh bin Amir Al Uqaili, beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Kami menyembelih hewan di bulan Rajab di zaman Jahilliyah. Kami
memakannya dan memberi makan tamu yang datang.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak masalah.” (HR. An Nasa’i, Ad Darimi, dan Ibn Hibban)
Pendapat ketiga, Atirah hukumnya makruh. Berdasarkan hadis, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ فَرَعَ وَلاَ عَتِيرَةَ
“Tidak ada Fara’a dan tidak ada Atirah.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Fara’a adalah anak pertama binatang, yang disembelih untuk berhala.
Pendapat keempat, Atirah
hukumnya haram. Ini adalah pendapat yang dipilih Ibnul Qoyim dan Ibnul
Mundzir. Ibnul Qoyim mengatakan, “Dulu masyarakat Arab melakukan Atirah di masa jahiliyah, kemudian mereka tetap melakukannya, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendukungnya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarangnya, melalui sabdanya, “Tidak ada fara’a dan tidak ada Atirah.”
akhirnya para sahabat meninggalkannya, karena adanya larangan beliau.
Dan telah dipahami bersama, bahwa larangan itu hanya akan muncul, jika
sebelumnya ada yang melakukannya. Sementara tidak kita jumpai adanya
satupun ulama yang mengatakan, Dulu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang Atirah kemudian beliau membolehkannya kembali…” (Tahdzib Sunan Abu Daud, 4:92 – 93). Insya Allah, pendapat inilah yang lebih mendekati kebenaran.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini