Posted by Unknown on Kamis, April 16, 2015 in Islami | No comments
Kematian nggak pernah diketahui datangnya. Setiap orang pasti mati. Tapi
semua orang tak pernah tahu kapan kematian menjemputnya. Itu sebabnya,
kita kudu siap-siap sebelum datang hari di mana kita harus sudah pergi
meninggalkan segala nikmat dunia. Kalo kita perhatiin, ada yang sebelum
mati sempat ninggalin pesan tertentu kepada keluarganya. Tapi banyak
juga yang pergi ninggalin dunia tanpa pesan. Banyak orang juga yang
insya Allah saat ajal mendekat ia masih bisa beramal shalih. Khusnul
khatimah alias baik di akhir hidupnya. Namun nggak sedikit yang saat
ajal mendekatinya dan benar-benar menjemputnya ia sedang berbuat
maksiat. Su’ul khatimah alias buruk di akhir hayatnya Naudzubillahi min dzalik.
Bro en Sis, ajal setiap orang udah ditetapkan waktunya. Udah dijatah
sama Allah Swt. batas waktu ‘beredar’ setiap orang di dunia. Jangan lupa
juga bahwa hidup kita dunia ini akan diuji, siapa yang terbaik amalnya.
Firman Allah Swt. (yang artinya): “Maha Suci Allah Yang di
tanganNyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara
kamu yang lebih baik amalnya.” (QS al-Mulk [67]: 1-2)
Yup, ada ganjaran berupa pahala yang akan diberikan oleh Allah Swt untuk
setiap ibadah yang kita lakukan. Begitu pula, Allah Swt. akan
memberikan siksa bagi manusia manapun yang telah berbuat dosa dalam
kehidupannya (atau bahkan selama hidupnya). Tentu itu adil dong ya.
Mereka yang beriman dapat pahala, dan siapa saja yang berbuat maksiat
diberikan siksa karena dosa-dosanya. So, emang nggak akan lepas dari pengawasan Allah Ta’ala. Waspadalah!
Terus, gimana kalo kita kadang berbuat maksiat? Ya, Allah Swt. udah
ngasih jalan, yakni dengan cara bertobat alias minta ampunan. Setelah
bertobat tentu harus ninggalin maksiat yang telah atau biasa
dilakukannya sebagai wujud tobat yang sebenarnya-benarnya. Allah Swt.
berfirman (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).” [QS at-Tahriim [66]: 8]
Kita semua pernah berbuat dosa
Sobat muda muslim, siapa pun orangnya, pasti ia pernah melakukan dosa, kecuali Rasulullah saw. tentunya, karena memang beliau ma’shum (terbebas dari dosa dan kesalahan) dalam penyampaian risalah Allah ini. Itu sebabnya, saya waktu ngaji dulu, ustadz saya sering mengatakan bahwa, “Orang yang bertakwa bukanlah orang yang selalu benar dalam hidupnya. Tapi orang yang bertakwa adalah ketika berbuat dosa, kemudian menyadari dan segera memohon ampunan kepada Allah Swt.”
Sobat muda muslim, siapa pun orangnya, pasti ia pernah melakukan dosa, kecuali Rasulullah saw. tentunya, karena memang beliau ma’shum (terbebas dari dosa dan kesalahan) dalam penyampaian risalah Allah ini. Itu sebabnya, saya waktu ngaji dulu, ustadz saya sering mengatakan bahwa, “Orang yang bertakwa bukanlah orang yang selalu benar dalam hidupnya. Tapi orang yang bertakwa adalah ketika berbuat dosa, kemudian menyadari dan segera memohon ampunan kepada Allah Swt.”
Rupanya ungkapan ustadz saya itu melumerkan kengototan saya waktu itu,
yang menilai bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang selalu benar
dalam hidupnya. Pernyataan ustadz saya ini juga semakin menumbuhkan
keyakinan dalam diri saya bahwa meski kita tak boleh salah dalam hidup
ini, bukan berarti kita akan lolos dari kesalahan. Karena yang
terpenting adalah menyadari kesalahan tersebut dan bertekad untuk tidak
mengulanginya lagi sambil mohon ampunan kepada Allah Swt.
Imam Ibnu Katsir menukil sabda Rasulullah saw.: “Seorang hamba tidak
dapat mencapai kedudukan muttaqin kecuali jika dia telah meninggalkan
perkara-perkara mubah lantaran khawatir terjerumus ke dalam dosa” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Boys and gals, menurut hadis ini, yang mubah saja bila perlu dihindari
karena khawatir terjerumus dalam dosa, apalagi yang sudah jelas haram.
Iya nggak sih? Oya, dalam keterangan lain, orang yang bertakwa adalah
orang yang mampu menjaga dan membentengi diri. Ibnu Abbas ra. mengatakan
bahwa muttaqin adalah orang-orang yang berhati-hati dan
menjauhi syirik serta taat kepada Allah. Sedangkan Imam Hasan Bashri
mengatakan bahwa bertakwa berarti takut dan menghindari apa yang
diharamkan Allah Swt. dan menunaikan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah
Swt.. Berusaha sekuat tenaga untuk melaksanakan perintahNya dan menjauhi
laranganNya. Sedangkan Ibnu Mu’tazz melukiskan sikap yang mesti
ditempuh seorang muslim agar mencapai derajat muttaqin dengan kata-kata sebagai berikut: “Tinggalkan
semua dosa kecil maupun besar. Itulah takwa. Dan berbuatlah seperti
orang yang berjalan di tanah yang penuh duri, selalu waspada. Jangan
meremehkan dosa kecil. Ingatlah, gunung yang besar pun tersusun dari
batu-batu kecil”.
Nah, kebayang banget kan kalo semasa hidupnya ada orang yang selalu
maksiat. Duh, gimana tuh dosanya. Termasuk dalam hal ini adalah
orang-orang yang ketika hidupnya selalu melecehkan kaum muslimin,
menghina ajaran Islam, dan malah lebih memilih bersahabat dengan
musuh-musuh Islam. Ih, dosanya pasti berlipat-lipat. Apalagi pas ajalnya
datang nggak bertobat.Naudzubillahi min dzalik.
Memang sih urusan dosa Allah Swt. yang akan menghisabnya. Tapi kan kita
juga diajarkan oleh Rasulullah saw. untuk menilai seseorang dalam
berperilaku. Bahwa yang kita nilai itu adalah yang tampak dan sudah
jelas dilakukan seseorang (“nahnu nahkumu bidzdzawaahir”,
begitu kata Nabi saw.). Misalnya, ada orang yang ngomong bahwa demokrasi
itu sistem yang lebih baik dari Islam (sambil dengan bangga menentang
upaya perjuangan orang-orang yang ingin menegakkan Khilafah Islamiyyah),
dia juga ngoceh bahwa pluralisme, sekularisme, dan liberalisme lebih
hebat ketimbang Islam, selain itu dia terang-terangan melecehkan kaum
muslimin. Nah, untuk orang yang kayak gini tentu saja kita bisa menilai
nih orang udah bermaksiat kepada Allah Swt. Tentu, berdosa dong ya.
Minta ampunan Allah Swt. yuk!
Sobat muda muslim, ampunan Allah jauh lebih besar dari murkaNya. Lagi pula, memohon ampunan Allah (bertobat) sekaligus mencerminkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Karena orang yang bertakwa salah satu cirinya adalah segera mohon ampunan kepada Allah jika dia sudah menyadari kesalahannya. Jadi, nggak usah malu untuk bertobat en nggak usah merasa ribet. Jalani aja sambil terus belajar supaya nggak kecebur ke dalam jurang yang sama. Karena dengan belajar kita jadi tahu dan yakin bisa menjalani hidup ini dengan tenang. Cobalah.
Sobat muda muslim, ampunan Allah jauh lebih besar dari murkaNya. Lagi pula, memohon ampunan Allah (bertobat) sekaligus mencerminkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah. Karena orang yang bertakwa salah satu cirinya adalah segera mohon ampunan kepada Allah jika dia sudah menyadari kesalahannya. Jadi, nggak usah malu untuk bertobat en nggak usah merasa ribet. Jalani aja sambil terus belajar supaya nggak kecebur ke dalam jurang yang sama. Karena dengan belajar kita jadi tahu dan yakin bisa menjalani hidup ini dengan tenang. Cobalah.
Rasulullah saw. memberikan pujian buat kita-kita yang takwa dan taat
pada ajaran Islam. Apalagi sebelumnya kita ahli maksiat. Betul nggak?
Indah nian ungkapan Rasulullah saw. empat belas abad yang lampau: “…ada
kaum yang akan datang sesudah kalian (para sahabat r.a.). Mereka
percaya kepada (sekadar) kitab yang dibendel, lalu percaya dan
mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya. Mereka lebih utama
daripada kalian. Mereka lebih besar pahalanya daripada kalian.” (HR Ibnu Mardawih yang dikutip dalam penjelasan di Tafsir Ibnu Katsir)
Bro en Sis, hidup ini penuh dinamika. Penuh warna, penuh liku, penuh
lubang dan mendaki (Iwan Fals banget neh!). Kata orang bijak, hidup
adalah untuk mati. Bisa dipahami, karena akhir dari kehidupan adalah
kematian. Nggak salah-salah amat kok. Tapi, kita juga wajib ngeh, untuk
apa kita hidup. Untuk apa kita ada dunia ini. Dan, akan ke mana setelah
bersuka-cita, termasuk berduka-derita di dunia ini?
Kehidupan ini pasti akan berakhir. Wak Haji Rhoma Irama juga tereak:
“Pesta pasti berakhir” (kalo disebut nama ini, kamu jangan langsung
menggoyangkan jempol tangan dan kaki ya, hehehe…). Hidup di dunia ibarat
menempuh sebuah perjalanan panjang dan melelahkan. Banyak sekali cerita
terukir di sini. Cerita suka, duka, derita, bahagia, sedih, gembira,
kecewa, optimisme, putus asa, peduli, kasih-sayang, cinta, dan seabrek
pernak-pernik dan kerlap-kerlip kehidupan dunia yang melengkapinya.
Bro, perjalanan panjang di dunia ini pasti akan berakhir. Ada terminal
akhir yang merupakan tempat kita berlabuh. Allah Swt. udah menyediakan
dua tempat; surga dan neraka. Surga untuk para pengumpul pahala,
sementara neraka adalah kelas ‘eksklusif’ para pendosa.
Nah, mumpung kita masih bisa bernapas, mumpung kita masih bisa tertawa,
selagi kita masih punya kesempatan banyak, di saat kita masih muda usia,
sebelum air mata penyesalan mengalir deras dari kedua mata kita, ada
waktu untuk kita perbaiki diri. Jangan putus asa juga buat para pendosa.
Yakinlah, selama hayat masih di kandung badan, kalian punya kesempatan
yang sama untuk menuai pahala. Bertobat dari berbuat maksiat, itu
keputusan tepat. Setelah itu mari belajar agama. Pahami, cermati, dan
amalkan dalam kehidupan.
Sobat muda muslim, ‘qod qola’ Alvin Toffler, “Perubahan tak sekadar
penting untuk kehidupan. Perubahan adalah hidup itu sendiri.” Paling
nggak, kita berubah menjadi baik dari buruk adalah sebuah perubahan yang
menentukan hidup kita sendiri.
Islam juga mengajarkan agar kita senantiasa berbuat baik. Jika kebetulan
berbuat maksiat, bertobatlah segera. Diriwayatkan daripada Abu Said
al-Khudri ra. katanya: Nabi saw. bersabda:“Seorang lelaki dari
kalangan umat sebelum kamu telah membunuh sebanyak sembilan puluh
sembilan orang manusia, lalu dia mencari seseorang yang paling alim.
Setelah ditunjukkan kepadanya seorang pendeta, dia terus berjumpa
pendeta tersebut kemudian berkata: Aku telah membunuh sebanyak sembilan
puluh sembilan orang manusia, adakah taubatku masih diterima? Pendeta
tersebut menjawab: Tidak. Mendengar jawaban itu, dia lalu membunuh
pendeta tersebut dan genaplah seratus orang manusia yang telah
dibunuhnya. Tanpa putus asa dia mencari lagi seseorang yang paling alim.
Setelah ditunjukkan kepadanya seorang ulama, dia terus berjumpa ulama
tersebut dan berkata: Aku telah membunuh seratus orang manusia. Adakah
taubatku masih dhterima? Ulama tersebut menjawab: Ya! Siapakah yang bisa
menghalangi kamu dari bertaubat? Pergilah ke negeri si fulan, karena di
sana banyak orang yang beribadah kepada Allah. Kamu beribadahlah kepada
Allah Swt. bersama mereka dan jangan pulang ke negerimu karena negerimu
adalah negeri yang sangat hina. Lelaki tersebut berjalan menuju ke
tempat yang dimaksud. Ketika berada di pertengahan jalan tiba-tiba dia
mati, menyebabkan Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab berselish pendapat
mengenai orang tersebut. Malaikat Rahmat berkata: Dia datang dalam
keadaan bertaubat dan menghadapkan hatinya kepada Allah Swt. Namun
Malaikat Azab juga berkata: Dia tidak pernah melakukan kebaikan. Lalu
Malaikat yang lain datang dalam keadaan menyerupai manusia dan mencoba
menengahi mereka sambil berkata: Ukurlah jarak di antara dua tempat.
Mana yang lebih (jaraknya menuju negeri yang dituju), itulah tempatnya.
Lantas mereka mengukurnya. Ternyata mereka dapati lelaki tersebut tempat
meninggalnya lebih dekat kepada negeri yang ditujunya. Akhirnya dia
diambil oleh Malaikat Rahmat” (HR Bukhari dalam Kitab Kisah Para Nabi, hadis no. 3211)
Oke deh, bertobat lebih hebat ketimbang tetap berbuat maksiat. Kamu bisa kok. Yakin deh.
Apa yang harus kita lakukan?
Pertama, menyesal. Tanpa penyesalan, rasanya sulit untuk tidak mengulangi perbuatan maksiat. Penyelasan ini kudu benar-benar tumbuh dalam diri kamu. Minta maaf pula kepada orang yang kamu “kerjain”. Janji nggak bakal ngulangi lagi. Kedua, niat sungguh-sungguh. Kuatkan tekad kita untuk menghentikan kebiasaan maksiat. Ada pahala pula di balik niat yang sungguh-sungguh itu.Ketiga, cari lingkungan yang mendukung. Ini penting banget sobat. Sebab, kalo kamu belum bisa mengubah lingkungan, jangan-jangan kamu yang terwarnai. Kalo lingkungannya baik sih oke aja. Tapi kalo rusak? Bisa gawat kan? Jadi, gaul deh ama teman-teman yang udah baik-baik untuk membiasakan kehidupan kamu yang baru.
Pertama, menyesal. Tanpa penyesalan, rasanya sulit untuk tidak mengulangi perbuatan maksiat. Penyelasan ini kudu benar-benar tumbuh dalam diri kamu. Minta maaf pula kepada orang yang kamu “kerjain”. Janji nggak bakal ngulangi lagi. Kedua, niat sungguh-sungguh. Kuatkan tekad kita untuk menghentikan kebiasaan maksiat. Ada pahala pula di balik niat yang sungguh-sungguh itu.Ketiga, cari lingkungan yang mendukung. Ini penting banget sobat. Sebab, kalo kamu belum bisa mengubah lingkungan, jangan-jangan kamu yang terwarnai. Kalo lingkungannya baik sih oke aja. Tapi kalo rusak? Bisa gawat kan? Jadi, gaul deh ama teman-teman yang udah baik-baik untuk membiasakan kehidupan kamu yang baru.
Keempat, tumbuhkan semangat untuk mengkaji Islam. Sobat, dengan
mengkaji Islam, selain menambah wawasan, juga akan membuat kita tetap
stabil dengan “kehidupan baru” kita. Maksiat? Sudah lupa tuh! Kelima,
senantiasa berdoa. Jangan lupa berdoa kepada Allah, mohon dibimbing dan
diarahkan, serta dikuatkan tekad kita untuk meninggalkan maksiat. “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan permohonanmu itu.” (QS al-Mukmin [40]: 60)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini