Posted by Unknown on Kamis, April 16, 2015 in Islami | No comments
Jumlah kaum Muslimin cuma 313, sementara tentara musuh berjumlah 1000 orang. Namun kaum Muslimin menang, bagaimana bisa?
Ekspedisi Tentara Islam
Pada Bulan Safar, awal bulan ke 12 sejak hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah, untuk pertama kalinya Rasulullah saw keluar
untuk berperang dalam kancah perang Wildan. Inilah permulaan
disyariatkannya peperangan dalam Islam. Invasi tersebut bertujuan
memerangi kaum Quraisy dan Bani Hamzah yang menghalangi dakwah Nabi
Muhammad saw.
Persiapan orang Muslim sudah cukup matang, namun peperangan urung
digelar, sebab Bani Hamzah menawarkan perdamaian. Maka Rasulullah
bersama para sahabat kembali ke Madinah. Selang beberapa waktu,
Rasulullah saw mendengar kedatangan rombongan kaum Quraisy dari Syam
menuju Makkah di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb.
Teringatlah Rasulullah saw pasca peristiwa beberapa saat sebelumnya,
ketika masih di Makkah, harta pengikut Rasulullah saw dirampas oleh
orang-orang Quraisy. Itulah sebabnya Rasulullah saw segera meminta
umatnya mencegah iring-iringan kafilah tersebut, seraya berseru “Barang bawaan mereka harus dirampas sebagai gantinya”. Namun
seruan Rasulullah ini masih disambut dingin oleh sebagian kaum
Muslimin. Mayoritas mereka berpikir pesimis, menyangka bahwa peperangan
tidak akan terjadi sama seperti penyerbuan ke Madinah pada beberapa
waktu yang lalu.
Awal Mula Tragedi Perang Badar
Di suatu malam pada bulan Ramadlan, berangkatlah sekitar 313 orang
Islam. Mereka mengendarai 2 kuda dan 70 unta. Setiap unta ditunggangi
secara bergantian oleh dua sampai tiga orang. Rasulullah saw langsung
memimpin, yang tujuannya tiada lain kecuali ingin menyerang kawanan
kafilah yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Sayang, rencana penyerangan itu
bocor hingga telinga Abu Sufyan.
Ketika mengetahui dirinya menjadi sasaran umat Islam, dia langsung
mengirim delegasi ke kaum Quraisy agar melindungi harta benda bawaannya.
Ia mengutus kurir bernama Dham Dham bin Amr al-Ghiffari ke Makkah. Atas
siasat Abu Sufyan Dham Dham berpenampilan layaknya orang yang telah
disiksa oleh kaum Muslim. Badannya berlumuran darah, serta bajunya
tersobek-sobek. Siasat ini mampu menarik simpati kaum Quraisy. Seluruh
kaum Quraisy berkumpul dan berangkat ke Madinah, yang dipimpinan Abu
Jahal.
Konvoi pasukan yang menuju Madinah kira-kira 1000 personil. Sementara
rombongan Abu Sufyan berhasil meloloskan diri melalui mata air Badau,
terus ke Pantai lalu menuju Makkah.
Berkobarnya Api Jihad
Berita itu terdengar juga oleh Rasulullah saw, dan menimbulkan suasana
genting di pihak kaum Muslim. kafilah yang menjadi targetnya lepas dari
genggaman. Berganti tentara kaum Quraisy yang jumlahnya tiga kali lipat
lebih banyak. Dalam keadaan yang mendesak seperti ini Rasulullah saw
segera mengumpulkan para Sahabat Muhajirin dan mengadakan musyawarah
untuk mencari solusi terbaik. Ternyata dari diskusi tersebut para
Sahabat yang berjumlah sedikit itu, menunjukkan semangatnya untuk
berjihad, lebih-lebih perang sudah diisyaratkan oleh Allah swt, melalui
sabda Rasul-Nya.
Ketika kaum Muslimin sedang berdiskusi, kaum Quraisy di bawah pimpinan
Abu Jahal mulai merapat ke lembah Badar, menuju kaum Muslimin yang
sedang berdiskusi. Lembah ini memang sejak lama diincar oleh Abu Jahal
untuk dikuasai.
Ketika mereka sampai di sisi lembah, Rasulullah saw tampak gagah
memimpin pasukan Muslim yang siap tempur di sisi yang berseberangan.
Posisi mereka nyaris berhadap-hadapan di dekat mata air Badar. Ketika
itu salah seorang Sahabat, Al-Habab bin Mundzir,bertanya kepada Rasulullah: “Ya Rasulallah, apakah dalam memilih tempat ini, Anda menerima wahyu dari Allah swt yang tidak bisa diubah lagi? ataukah berdasarkan taktik perang?”.
Rasulullah menjawab: “Tempat ini aku pilih berdasarkan pendapatku dan taktik peperangan”. Setelah mendengar jawaban Rasulullah saw , Al-Habab mengusulkan pendapatnya, “Ya
Rasulullah! jika demikian, ini bukan tempat yang tepat, ajaklah pasukan
ke tempat air yang dekat dengan musuh, kita membuat kubu pertahanan di
sana dan menggali sumur-sumur di belakangnya, kita membuka kubangan di
sana dan kita isi air hingga penuh. Dengan demikian kita akan berperang
dalam keadaan persediaan air minum yang cukup, sedangkan musuh tidak
akan memperoleh air minum.” Rasulullah saw menjawab, “Pendapatmu cukup baik”.
Dengan keputusan itu, lalu Rasulullah saw memberi aba-aba kepada kaum
Muslimin untuk segera pindah ke tempat yang telah diusulkan oleh Habab
bin Mundzir.
Ketika kaum Quraisy -dengan angkuhnya- maju menuju Lembah Badar,
Rasulullah saw mengangkat kedua tangannya seraya berdoa kepada Allah
swt, “Ya Rabbi, jika pasukan kecil ini sampai binasa, tidaklah akan ada lagi yang menyembah-Mu dengan hati yang ikhlas”.
Ketika Abu Bakar ash-Shidiq melihat wajah Rasulullah saw yang terlihat
sedih, maka ia berusaha menenangkan hati junjungannya itu seraya
berkata, “Ya Rasulallah, demi diriku yang ada di tangan-Nya,,
bergembiralah! sesungguhnya Allah swt pasti akan memenuhi janji yang
telah di berikan kepadamu”.
Janji Allah swt
Beberapa saat setelah kedua pasukan berhadapan, peperangan dibuka dengan
tampilnya tiga orang Quraisy menuju medan laga, tempat yang memisahkan
kaum Muslimin dengan lawan. Ini merupakan salah satu peradaban orang
Arab ketika berperang, yakni 'duel satu lawan satu'.
Ketika para sahabat Nabi saw melihat tiga orang maju, maka tiga sahabat
Nabi saw, yakni Hamzah, Abu Ubaidillah dan Ali bin abi Thalib, dengan
pedang yang bercabang yang diberi nama Zulfikar, menerima tantangan itu.
Pertarungan berlangsung sengit di antara ketiganya. Setelah pertarungan
yang berlangsung cukup lama itu, ketiga Sahabat Nabi saw memenangkan
laga tersebut. Dengan keadaan ini semangat kaum Muslimin semakin
membara. Sebaliknya, perasaan kaum Quraisy mulai digrogoti ketakutan.
Beberapa saat kemudian semua tentara membeludak ke medan laga,
pertarungan antara kubu Muslimin dengan kubu Quraisy mulai berkecamuk,
pertarungan pun berlangsung sengit. Janji Allah swt, seperti yang
diinginkan oleh Abu Bakar kepada Rasulullah saw, benar-benar terjadi.
Dengan pasukan kecilnya serta peralatan perang seadanya mampu
mengalahkan kaum Quraisy yang jumlahnya tiga kali lipat yang dilengkapi
dengan peralatan perang. Hal ini di luar nalar pikiran sehat, bagaimana
mungkin pasukan kecil ini bisa menang dalam Perang Badar tanpa kehendak
Allah swt. Sebagaimana firman-Nya:
“(ingatlah) ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu di
perkenankanNya bagimu, sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan
kepada kamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut,” (QS. al-Anfal [08]:9)
“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam perangan Badar, padahal
kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah, karena itu bertakwalah
kepada Allah, supaya kamu menjadi orang yang bersukur. (ingatlah),
ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin, Apakah tidak cukup bagimu
Allah swt membantumu dengan tiga ribu Malaikat yang diturunkan
(dari langit)? Ya, (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap siaga, dan
mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah swt menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda, dan kemenangan itu hanyalah dari Allahswt yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”. (Ali Imron [03]:123-126)
Alhasil, pada tragedi perang badar tersebut, orang-orang Quraisy
terpukul mundur, meski jumlah mereka tiga kali lebih banyak. Mereka
menelan kekalahan besar, oleh hegemoni tentara malaikat. Banyak pemimpin
mereka yang tewas, salah satunya adalah Abu Jahal sang pemimpin kaum
Quraisy. Ia jatuh sebagai korban kesombongannya yang tidak
terkendalikan. Seluruh korban dari golongan kaum Quraisy yang gugur pada
peperangan tersebut sekitar 70 orang yang tewas, dan sekitar 70 orang
yang menjadi tawanan, sedangkan dari pihak kaum Muslimin ada 14 orang
yang gugur sebagai Shuhada.
Namun sebagaimana etika orang Muslim yang telah dibimbing langsung oleh
orang yang paling mulia di muka bumi, yakni Rasulullah saw,
memperlakukan para tawanan dengan baik, mereka diposisikan bagaikan tamu
yang harus dihormati. Ia diberi makanan roti, sementara mereka sendiri
mencukupkan dirinya dengan menyantap buah kurma, kaum Muslimin dilarang
untuk menyiksa tawanan. Mereka diperlakukan layaknya bukan tawanan,
walaupun dalam kondisi menjadi tawanan. Inilah yang selalu dijunjung
tinggi oleh Rasulullah saw. Sebagaimana tujuan Ia diutus, yakni untuk
menyempurnakan etika mulia.
Muhairil Yusuf / PPS H-27
Kls 1-G Aly Asal Bangkalan
Referensi:
Muhammad Ridha, Muhammad Rasulullah,
Ibnu al Arabi' Sulaiman bin Musa bin Salim al-Himyari, al Ikhtifa', hal:317 juz 1
Ibnu Katsir al-Bidâyah wa al Nihâyah, hal 256 juz 3
Tafsir al Thabari, hal 122 juz 9
Ibnu Katsir, as Sirah an Nabawiyah, hal 381 juz 2
Ahmad Muhammad Syakir Tahqiq hal 18 juz 5
Ibnu Hisyam, As-Sirah an Nabawiyah hal 620 juz 1
Ibnu Sa'ad, At-Thabaqat al-Kubra hal 15 juz 3
Ibnu Katsir Tafsir at-Thabâri hal 193-194 juz 3
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini