Posted by Unknown on Sabtu, April 11, 2015 in Islami | No comments
Islam memang
tidak menentukan konsep yang pasti mengenai kriteria “wanita cantik”,
dan juga tidak menentukan bagaimana penampilan seorang wanita agar
nampak lebih cantik.Islam hanya membahas konsep tentang bagaimana wanita
Muslimah harus berpenampilan pada berbagai kesempatan,dan kepada siapa
saja ia dapat sepenuhnya menunjukkan kecantikannya.
Di depan pria
lain,tentu wanita wajib berpenampilan sesuai dengan syariat; menutupi
seluruh bagian tubuh,termasuk leher,kaki,dan rambut—meski hanya sehelai
saja—selain wajah dan kedua dampal tangan.
“Katakanlah
kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada
suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau
putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki
mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita…” (An-Nur:31)
Di samping
itu,busana yang ia kenakan tidak boleh terlalu tipis sehingga kulitnya
bisa kelihatan,dan juga tidak boleh terlalu ketat sehingga tampak bentuk
lekuk tubuhnya.
Di depan suami,
ia dianjurkan melakukan tindakan-tindakan tertentu yang membikin
penampilannya lebih menarik hati, seperti bersolek dan berpenampilan
rapi dan bersih. Namun perlu dicamkan, ketika melakukan upaya
mempercantik diri—seperti memperindah bentuk tubuh atau memutihkan
wajah—ia harus menyadari bahwa itu semua semata-mata untuk meraih pahala
dan ridha Allah.
Dengan
demikian,intisari kecantikan wanita dalam agama Islam, jika sudah sesuai
dengan aturan-aturan yang ditetapkan Allah I. Tidak mengesampingkan
aturan tersebut dan malah menuruti hawa nafsu.Tidak boleh mengikuti
ketentuan-ketentuan yang murni ditetapkan oleh pemikiran manusia.
Lebih-lebih pandangan hidup sekuler Barat yang cenderung menyuguhkan
konsep kebebasan. Kita harus tetap berpegang teguh kepada sabda Nabi r,
bahwa wanita shalihah adalah (seperti) perhiasan dunia yang paling mahal
dan bernilai.
Kita bandingkan antara perhiasan mahal dan perhiasan murah.
Perhiasan mahal
biasanya memiliki ciri-ciri: 1) dijual di toko berkelas; 2) disimpan di
etalase yang hanya bisa dipandang dari balik kaca; 3) disegel, tidak
bisa dibuka dan disentuh; 4) tidak boleh dicoba dulu; 5) harganya mahal
dengan jaminan memuaskan; dan 6) bergaransi. Sedangkan perhiasan murah
biasanya memiliki ciri-ciri: 1) ada di toko murah, di emperan, atau di
pasar; 2) tidak disegel; 3) diobral; 4) boleh dicoba, bebas disentuh,
dipegang, dicoba berulang kali oleh banyak orang; 5) setelah dicoba
boleh tidak jadi dibeli; dan 6) tidak ada garansi.Islam memperlakukan
wanita persis seperti perhiasan mahal.
Pengertian
filosifi dari perbandingan di atas: “toko berkelas” adalah keluarga
Muslim yang bermartabat dan taat pada agama; “disegel, tidak bisa dibuka
dan disentuh” adalah prinsip di balik busana muslimahnya; “tidak bisa
dicoba dulu” adalah prinsip menjaga kehormatan dengan tidak bisa
dicumbui atau digauli tanpa dinikahi dulu; “harganya mahal” adalah
pembelinya harus pria yang juga “mahal”.
Pria murahan
tidak akan sanggup “membeli” wanita mahal karena tidak akan
berani,segan,malu mendapatkannya, dan merasa dirinya tidak seimbang;
“bergaransi” adalah orisinal, dijamin masih steril, perawan, dan belum
pernah disentuh pria lain.
Jelas, menutupi
aurat adalah menjaga diri, menyegel diri, menghormati diri,dan
memuliakan diri.Wanita yang menutupi aurat dengan benar adalah perhiasan
mahal yang tersimpan dalam etalase,terjaga dalam sebuah kotak yang
tidak bisa dibuka, tersegel, tidak bisa disentuh, dan harganya mahal.
Sebaliknya,
wanita yang membuka aurat, mulai dari betis, paha, lengan, rambut,
leher, dada, apalagi lebih dari itu, adalah “barang obralan” yang murah,
tidak perlu repot-repot ingin membukanya karena ia sudah membukanya
sendiri secara “gratis”, silakan bebas menatapnya, bahkan menyentuh,
meraba, mencicipi, dan menikmatinya.Kalau semisal sudah jemu, atau tidak
cocok, boleh tidak jadi memilikinya.
Jadilah ia barang bekas alias sampah. Barang bekas tentu murah dan tidak berkualitas, karena sudah pernah dipakai.
Mengapa wanita
yang seharusnya mahal menjadi murah? Sebagaimana penjelasan Rosulullah
karena hilangnya rasa malu: “Al-hayâ’u minal-îmân” (malu itu sebagian
dari iman). “Iman itu ada tujuh puluh cabang dan malu adalah salah
satunya.” (HR. Muslim).
Sehubungan
dengan ilustrasi perhiasan mahal tadi, sering bermunculan
pertanyaan-pertanyaan “konyol” sebagai berikut: pertama, bagaimana
dengan wanita yang menutupi aurat tapi tidak menjaga akhlak, bebas
berpacaran, bermesraan, dan banyak disentuh, apalagi sudah tidak
perawan? Ia adalah “barang mahal” yang palsu, aslinya murah, bungkusnya
pun murah, kerudungnya hanya tren, mode, atau ikut-ikutan, sehingga
gampang dibuka, dan bahkan dicoba;
Kedua,:bagaimana
dengan wanita yang merasa tidak perlu menutupi aurat, yang penting bisa
menjaga diri? Itu hanya alasan belum bisa taat pada agama. Kalau
benar-benar bisa menjaga diri, ia adalah barang mahal yang diobral.
Barang bagus yang diobral tetap saja lebih murah dan lebih rendah
nilainya dari barang mahal yang tidak diobral;
Ketiga,: bagaimana
dengan wanita yang mengatakan: “Ah, yang berkerudung juga banyak yang
kelakuannya parah, mendingan begini, ndak berkerudung tapi punya
prinsip”? Itu artinya menutupi kesalahan dengan kesalahan lain.
“Berkerudung tapi kelakuannya parah” adalah salah, “mendingan begini,
ndak berkerudung tapi punya prinsip” juga salah. Jadi, ia lari dari satu
kesalahan dan bersembunyi dalam kesalahan lain;
Keempat,: bagaimana
dengan wanita yang berusaha mengotak-atik pengertian “aurat” dengan
logika, kemudian berkesimpulan menutupi aurat tidak perlu? Menutupi
aurat adalah perintah Allah I yang nash-nya sangat jelas dalam al-Qur’an
dan Hadis, tak bisa ditawar lagi. Kalau yang menyatakan pria, berarti
sedang memaksakan keinginan untuk merendahkan kaum wanita menjadi barang
murahan. Kalau ia adalah wanita, secara tidak langsung sedang memerkosa
dirinya dan wanita lain agar menjadi barang murahan.
Kelima,: bagaimana
dengan pemikir, sebagian tokoh, bahkan ahli tafsir kontemporer yang
mengatakan menutupi aurat seluruh tubuh itu tidak perlu, karena
pengertian “sebenarnya” tentang aurat, ditilik dari bahasa Arab,
ulûmul-Qur’ân, ilmu Tafsir, ilmu Hadis, sejarah, dsb. bukanlah seluruh
tubuh kecuali muka dan dampal tangan? Seluas apapun ilmunya, ia sedang
melegitimasi penolakannya kepada perintah Allah I dan tuntunan Nabi r
dengan pemikirannya, yang berdasarkan hawa nafsu tapi mengatasnamakan
ilmu agama. Ini paling berat pertanggungjawabannya kelak di akhirat.
Keenam, karena
masih ada sebagian “orang pintar” dan “ahli agama” yang memperdebatkan,
bagaimana sebenarnya batasan aurat yang pasti bagi wanita? Yang jelas,
aurat yang diperintahkan Allah I untuk ditutupi ketika salat, adalah
batasan aurat yang pasti. Tidak bisa ditawar lagi (baca: dikurangi).
Mengenai pendapat yang menyatakan seluruh anggota tubuh, itu masih
kontroversial. Tapi untuk lebih hati-hati, alangkah baiknya mengikuti
pendapat ini. Wallâhu a’lam!
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini