Posted by Unknown on Minggu, April 12, 2015 in Islami | No comments
Harta haram sudah seharusnya dijauhi. Artinya, kita tidak boleh mencari
pekerjaan dari usaha yang haram. Jika terlanjur memilikinya, harus
dicuci atau dibersihkan dari harta yang halal. Adapun pembagian harta
haram secara mudahnya dibagi menjadi harta haram karena zat -seperti
daging babi- dan karena pekerjaan -seperti harta riba dari bunga bank-.
Pembagian Harta Haram
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan,
Harta haram ada dua macam:
- haram karena sifat atau zatnya,
- haram karena pekerjaan atau usahanya atau cara mendapatkannya.
Harta haram karena usaha seperti hasil kezhaliman, transaksi riba dan maysir (judi). Harta haram karena sifat (zat) seperti bangkai, darah, daging babi, hewan yang disembelih atas nama selain Allah.
Haram Karena Pekerjaan Itu Lebih Berat
Harta haram karena usaha lebih keras pengharamannya dan kita diperintahkan untuk wara’ dalam menjauhinya. Oleh karenanya ulama salaf, mereka berusaha menghindarkan diri dari makanan dan pakaian yang mengandungsyubhat yang dihasilkan dari pekerjaan yang kotor.
Adapun harta jenis berikutnya (karena zatnya) diharamkan karena sifat yaitu khabits (kotor).
Untuk harta jenis ini, Allah telah membolehkan bagi kita makanan ahli
kitab padahal ada kemungkinan penyembelihan ahli kitab tidaklah syar’i
atau boleh jadi disembelih atas nama selain Allah. Jika ternyata
terbukti bahwa hewan yang disembelih dengan nama selain Allah, barulah
terlarang hewan tersebut menurut pendapat terkuat di antara pendapat
para ulama yang ada. Telah disebutkan dalam hadits yang shahih dari
‘Aisyah,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ قَوْمٍ
يَأْتُونَ بِاللَّحْمِ وَلَا يُدْرَى أَسَمَّوْا عَلَيْهِ أَمْ لَا ؟
فَقَالَ : سَمُّوا أَنْتُمْ وَكُلُوا
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai suatu kaum yang
diberi daging namun tidak diketahui apakah hewan tersebut disebut nama
Allah ketika disembelih ataukah tidak. Beliau pun bersabda, “Sebutlah
nama Allah (ucapkanlah ‘bismillah’) lalu makanlah.”[1] (Majmu’ Al Fatawa, 21: 56-57)
Pencucian Harta Haram
Guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri -semoga Allah memberkahi umur beliau-
menerangkan bahwa harta haram bisa dibagi menjadi tiga dan beliau
menerangkan bagaimana pencucian harta tersebut sebagai berikut.
- Harta yang haram secara zatnya. Contoh: khmr, babi, benda najis. Harta seperti ini tidak diterima sedekahnya dan wajib mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya atau dimusnahkan.
- Harta yang haram karena berkaitan dengan hak orang lain. Contoh: HP curian, mobil curian. Sedekah harta semacam ini tidak diterima dan harta tersebut wajib dikembalikan kepada pemilik sebenarnya.
- Harta
yang haram karena pekerjaannya. Contoh: harta riba, harta dari hasil
dagangan barang haram. Sedekah dari harta jenis ketiga ini juga tidak
diterima dan wajib membersihkan harta haram semacam itu. Namun apakah
pencucian harta seperti ini disebut sedekah? Para ulama berselisih
pendapat dalam masalah ini. Intinya, jika dinamakan sedekah, tetap tidak
diterima karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,لاَ تُقْبَلُ صَلاَةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلاَ صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ“Tidaklah diterima shalat tanpa bersuci, tidak pula sedekah dari ghulul (harta haram)” (HR. Muslim no. 224). Ghulul yang dimaksud di sini adalah harta yang berkaitan dengan hak orang lain seperti harta curian. Sedekah tersebut juga tidak diterima karena alasan dalil lainnya, “Tidaklah seseorang bersedekah dengan sebutir kurma dari hasil kerjanya yang halal melainkan Allah akan mengambil sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya lalu Dia membesarkannya sebagaimana ia membesarkan anak kuda atau anak unta betinanya hingga sampai semisal gunung atau lebih besar dari itu” (HR. Muslim no. 1014).
Lihat bahasan Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 92-93.
Kaidah dalam Harta Haram Secara Umum
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menerangkan:
- Harta haram karena zatnya seperti harta rampasan atau curian, maka haram untuk menerima dan membelinya.
- Harta haram secara umum seperti khamr (minuman keras), rokok atau semacam itu tidak boleh diterima dan tidak boleh dibeli. (Liqa’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 151)
Kaidah dalam Harta Haram Karena Usaha (Pekerjaan)
Kaedah dalam memanfaatkan harta semacam ini -semisal harta riba- disampaikan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin,
أن ما حُرِّم لكسبه فهو حرام على الكاسب فقط، دون مَن أخذه منه بطريق مباح.
“Sesuatu yang diharamkan karena usahanya, maka ia haram bagi orang yang
mengusahakannya saja, bukan pada yang lainnya yang mengambil dengan
jalan yang mubah (boleh)” (Liqa’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 2)
Contoh dari kaedah di atas:
- Boleh menerima hadiah dari orang yang bermuamalah dengan riba. (Liqa’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 2)
- Boleh transaksi jual beli dengan orang yang bermuamalan dengan riba. (Liqa’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 2)
- Jika ada yang meninggal dunia dan penghasilannya dari riba, maka hartanya halal pada ahli warisnya. (Liqa’ Al Bab Al Maftuh, kaset no. 10)
Contoh-contoh di atas dibolehkan karena harta haram dari usaha tersebut
diperoleh dengan cara yang halal yaitu melalui hadiah, jual beli dan
pembagian waris.
اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
Allahummak-finii bi halaalika ‘an haroomik, wa aghniniy bi fadhlika ‘amman siwaak. [Ya
Allah, cukupkanlah aku dengan yang halal dari-Mu dan jauhkanlah aku
dari yang Engkau haramkan. Cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dan jauhkan
dari bergantung pada selain-Mu]. (HR. Tirmidzi no. 3563 dan Ahmad 1: 153. Kata Tirmidzi, hadits ini hasan ghorib. Sebagaimana disebutkan oleh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1: 474, hadits ini hasan secara sanad)
Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Komentar Disini